Skip to main content

Namanya, Gong

"Eeerr!"

Sesosok hitam berkelebat melewatinya!

"Eeerr!"

"Apa? Ada apa mengganggu? Bosan melihatmu!"

Wajah hitam terbakar terlihat menyeringai. Rupa yang mengerikan!

"Sayapku rusak."

"Mana mungkin?"

"Lihat, Err! Lihat!" Sambil menunjukan sayap yang koyak di bagian ujung.

"Kenapa rusak?"

"Berkelahi dengan yang di sana!" Ujarnya sambil menunjuk ke ujung jalan.

"Ya sudah. Derita lo!"

"Sekarang kamu ga peduli lagi, Err!"

"Plis ya, hidup kita berbeda! Bisa ga sih, ga memanggil, ga menampakan diri, ga usah akrab gini. Orang yang ga tau, aku dikira gila!"

"Tapi aku harus bagaimana?"

"Bisa ga sih kamu berubah, ga jadi makhluk begini lagi?"

"Ga tau."

"Ya sudah, aku mau masak."

"Err, aku ikut."

"Ga! Sana main ke mana gitu! Juga ingat, jangan ganggu siapa pun!"

Lalu sosok itu menghilang.

Sudah lebih dari dua puluh tahun Err mengenalnya. Sosok hitam yang gosong terbakar, dengan wajah seperti anjing, dan memiliki sayap besar.

"Err"

"Siapa kamu?"

"Aku, Gong!"

"Ada apa?"

"Hanya ingin memanggil namamu."

Itu awal mula mengenal Gong. Makhluk astral yang tinggal dalam ruang gelap. Muncul saat Err mulai tertidur. Tapi kemudian malah muncul setiap saat di kehidupannya!

"Kamu hanya ada dalam mimpi."

"Err, kamu tau, kamu ga sedang tidur! Kamu tau, kamu bukan bermimpi."

Ya, saat tidur, Err selalu melayang pergi ke tempat gelap di bawah bumi. Ga bisa ditangkap logika, tapi itu yang selalu terjadi.  Kadang seperti masuk dalam goa, kadang berada di tempat lain. Tapi sama gelap, dan pengapnya. Juga sama dihuni makhluk aneh, dan mengerikan.

"Err."

"Jangan ganggu aku."

"Err."

"Jangan ganggu aku. Tau ga sih, kamu tuh menyeramkan!"

"Ya." Taringnya mencuat.

"Pergi sana."

"Ya. Nanti aku datang lagi."

"Gaaaaa!"

"Err, ada apa?" Mama memeluk.

"Eh, ga ada apa-apa, Ma."

"Mama pikir kamu kenapa."

Dan di sudut dapur Gong berjongkok memandangnya. Tak ada satu orang pun melihat, hanya Err yang tau.

******


  

Comments

  1. Baru banget baca tentang indigo di blog mbak susi. Eeh, di sini ada Gong yang horror. :D
    Apakabar, Mbak? Lama ngga update, ya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh iya, Mbak. Lama ga update. Hihi, terlalu banyak alasan yang bisa aku pakai untuk ga update blog :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...