Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2017

(11) Err Dan Bless, Daun Bersuara Menyurat

Hai! Hari berganti amat cepat. Pagi sudah dimulai lagi. Berjalan di pasir pantai amat membahagiakan! Apakah hari ini adalah hari libur? Karena manusia menyemut di sini!  Dan mereka menghalangi pandangku ke depan! Sesekali kutabrakan diri pada tubuh mereka. Beberapa dari mereka merasakan seperti terbentur, tapi beberapa yang lain tak merasakan apa pun. "Bless, harusnya kamu ada di sini." Keluhku mendesah. Ah sudahlah, tak perlu lagi bicara tentang Bless. Toh dia sudah memutuskan untuk menarik diri dari cerita bersamaku. Bukankah dia datang karena keinginannya sendiri, lalu pergi pun karena keputusannya? Jadi untuk apa ditangisi? "Bless, kamu sedang apa?" Err, tenanglah. Kata hati datang berbisik. Ya, tenang sajalah. Seharusnya memang aku tidak terlalu membebani hari dengan segala macam rasa yang mengganggu senyum. Kuambil sepucuk dahan kering untuk kugunakan sebagai pena di atas pasir. Menulis untuk Bless, walau tak akan pernah dibacanya. Hanya untuk m

(10) Err Dan Bless, Mengenangmu Dengan Rindu

Tidak melupakanku, kan? Aku, Err. Perempuan pecinta pantai, laut, pasir, sinar matahari, dan anginnya. Jangan melupakanku. Kurasa tak ada yang ingin menjadi yang terlupakan dan dilupakan. Karena aku tak ingin dilupakan, atau terlupakan. Sendiri di sini mengenangmu adalah hal yang menyakitkan. Tak terbayang semua ini terjadi lagi padaku. Lagi! Berulang kali menghela napas panjang ternyata tak mengurangi rasa sakit yang terasa menyayat dalam dada. Lagi! Lagi dan lagi kesakitan ini menyerang. Lagi dan lagi harus mengenang. Lagi dan lagi menyusut air mata. Dalam hati bertanya, apakah kamu mengenangku seperti aku mengenangmu? Apakah kamu mengingatku seperti kumengingatmu? Rasanya tidak. Dalam pikiran pun ada tanya, apakah kamu memikirkanku seperti kumemikirkanmu? Apakah dalam pikiranmu ada namaku seperti kusimpan sekali lagi namamu dalam otak yang sudah terisi penuh dengan namamu! Terlupakan, dilupakan, terbuang, dibuang. Huh, menyakitkan. Kamu memilih itu untukku. Dear, ini me

(9) Err Dan Bless, Sepasir Surat

Hai, masih ingat aku? Aku, Err, hantu pantai yang cantik, kata Bless. Syantik! Hanya Bless, si hantu lelaki tinggi besar yang mengatakan bahwa aku cantik, syantik! Tahukan kamu, ini membuatku menari-nari, melambung jauh melebihi awan! Hai, jangan beritahu Bless! Aku harus jaga image di depan dia! Sebagai hantu perempuan yang syantik, tentunya aku juga harus tampak elegant. Hahaha! Seperti biasa, aku di sini bermain pasir, menyungkilnya dengan ujung kaki. Amat menyenangkan menghamburkan pasir hingga butirannya melayang tinggi melewati kepalaku! Lalu berlari bersama ombak yang datang. Mengecipakkan air dengan tangan. Ini kebiasaanku sejak kecil, saat masih berada di duniamu, dunia yang hidup. Saat ini aku sendiri tanpa Bless, lelaki sebiji mata yang biasa berpasangan denganku dalam berbagi pandang. Bless pergi dan entah akan kembali atau tidak. Mungkin dia tak akan pernah lagi ada di sini. Bukan menghilang, tapi ada hal yang lebih indah dibanding bersamaku. Siapa pun boleh memilih h

(8) Err Dan Bless, Menyambangi Masa Lalu

Kamu tahu siapa aku? Seorang perempuan tanpa limpahan kasih. Hidup dipenuhi dengan hadiah dusta-dusta.  Amarahku ditempa oleh gelora api yang tak pernah padam. Ini aku, perempuan yang menatapmu dengan air mata yang beku. Namaku, Err. Aku bagai cermin retak di  sudut rumah. Dipenuhi rumah sang laba-laba. Ada debu tebal melekat di sana. Itulah aku, Err.  Mari masuk. Ini rumah kami, dulu. Penuh kenangan. Oh, pagar ini masih sama dengan yang dulu. Gemboknya masih gembok besar yang dulu tak bisa kubuka! Dulu aku melompatinya karena tak bisa membuka gembok besar baru di pagar ini. Yuk, kita lompat saja! Mari masuk. Oh, pintu ini masih digembok dari luar! Sama seperti bertahun yang lalu! Hanya sekarang sudah berkarat.Dengan kondisiku sekarang, sebenarnya bisa saja kutembus pintu tanpa kesulitan. Tapi aku ingin melihat keliling rumah ini. Yuk ke garasi. Dulu pintunya rusak, aku yang mereparasinya sendiri. Hei, bisa terbuka! Masuk ke dalam rumah masa lalu membuat senyum manis m

(7) Err Dan Bless, Jangan Pergi!

Hai, aku, Err. Sedang apa kamu di sini? Sepertikukah, menunggu senja datang sambil memandang ombak kecil yang berlari menerjang karang. Apakah kamu mencintai laut sepertiku? Laut yang tenang, dan laut yang marah. Ombak yang kecil, ombak yang besar. Ikan yang berenang riang, dan ikan yang sembunyi dalam celah batu. Pernahkah kamu melihat hantu di pinggir pantai sedang mengheningkan diri di batu sambil mengecipakkan air laut? Pernahkah kamu menjadi hantu? Ah, tidak, tidak, ini pertanyaan terkonyol yang pernah kulontarkan padamu. Sedang apa kamu di sini? Memerhatikan awan berarak, menantang terik matahari, dan menghadang angin, sepertiku? Aku ada di sini karena inginku sendiri. Pergi dari keriuhan yang hingar bingar. Menemui keheningan yang sepi, tapi bukan kesepian yang hening. Aku menyatu dalam hening sunyi tanpa nada, dan itu membuatku tahu bahwa sahabat terbaik untukku adalah hening. Biasanya aku ada di sini bersama Bless. Sudah pernah berkenalan dengan Bless? Lelaki tinggi

(6) Err Dan Bless, Ada Cinta Dalam Bajaj

"Kita keliling kota!" "Horee! Aku mau, aku mau!" "Naik apa?" "Bajaj! Bajaj yang berwarna biru!" "Hei, ide bagus, Err! Yuk, aku sudah lama tidak naik bajaj." Bless menghentikan sebuah bajaj yang hendak melintas. Ah Bless, bersamamu selalu ada kejutan indah! "Sudah lama sekali aku tidak merasakan naik bajaj!" Ah, Bless. Aku juga sama, sudah lama tidak naik  bajaj. "Terima kasih, Bless. Hari yang indah!" Duduk di dalam bajaj tanpa suara, menyandar santai. "Bless, kita ke mana?" "Keliling ke mana pun kita mau. Jangan berhenti sebelum waktunya." "Sampai kapan?" "Sampai pada waktuya harus berhenti." "Kapan?" "Err, sepertinya aku mengenal seseorang sepertimu di masa lalu. Tapi aku tak bisa mengingatnya. Aku hanya merasa kamu seperti dia. Selalu penuh dengan cerita. Kurasa jika kamu bertemu dengannya, pasti suasana menjadi amat ramai!"

(5) Err Dan Bless, Kami Saling Mengisi

Hai, namaku, Err. Aku di sini karena aku mencintai pantai, laut! Aku cinta pantai yang berpasir, karang, bebatuan, dan suara ombak laut tanpa henti, juga angin yang berhembus menyejukkan. Aku, Err, perempuan yang biasa sendiri, dan amat suka menyendiri. Punya masa lalu yang panjang. Tak akan cukup setahun bercerita tentang semua, karena amat panjang! Juga perlu mengguatkan hati untuk menceritakannya. Ya, aku, Err, lebih menyukai hening dibanding riuh hiruk pikuk manusia. Lebih memercayai bercerita pada hening yang damai. Karena itu aku lebih banyak diam saat menghadapi kejadian. Hanya mataku saja yang menatap dalam saat aku berhadapan dengan orang lain. Ya, itu dulu,  di masa lalu. Err, namaku Err. Hanya Err, tanpa tambahan nama lain. Nama yang sederhana dan mudah diingat, bukan? Err. Panggil aku, Err. Perempuan bermata cerewet, karena mataku lebih banyak berkata-kata dibanding mulut. Aku membaca sosok orang yang ada di hadapan, dengan mataku. Membaca hati dan pikiran. Semua t

(4) Err Dan Bless, Tetap Bersama

Setiap waktu aku ada di sini, di tepi pantai, memandang laut, bermain pasir. Tak pernah merasa bosan berada di sini. Bersama debur ombak yang terkadang menggelegar saat gulungannya besar, mengikuti angin yang menggoyang dedaunan, juga menghitung jumlah pasir di sekelilingku. Semuanya terasa indah dan luar biasa! Mengenang masa lalu adalah bagian kegiatanku setiap waktu. Karenadi masa lalulah aku hidup, di waktu itulah aku  merasakan sentuhan yang hangat. Tidak di masa sekarang, terasa dingin walau dalam dekapan sekali pun. Berbaring di atas pasir tanpa alas, dengan berbantal dua tangan, memandang langit biru,sambil menikmati bisikan angin di telinga, sungguh membuatku semakin merasa damai. Lalu kupejamkan mata, mencoba merasakan keindahan lain yang bisa terasa saat tak menatap langit. "Err." Suara halus membelai telinga. "Err." Suara yang memberi ketenangan. "Err." Suara lembut yang penuh kasih. "Err." Suara yang mengajakku l

(3) Err Dan Bless, Pelukan Dingin Yang Hangat

Ufh, ramai sekali pantai di sini saat hari liburan. Anak-anak asyik berenang di pantai dengan ban renang yang beraneka bentuk dan warna. Jadi bagai pelangi yang jatuh berpencar di air laut. Orang dewasa asyik mendampingi anak-anak yang bermain pasir dan berenang. Beberapa anak jongkok bersama membuat istana dari pasir. Tawa mereka riuh rendah. Di pasir tampak jejak-jejak kaki tercetak. Hampir di semua tingkatan umur, laki-laki, perempuan, semua ada di sini. Tumpah ruah, menyemut! Dasar manusia! Memandang aktifitas mereka yang terlihat suka ria, jadi teringat kenangan masa lalu saat masih bersama dengan orang-orang yang kukasihi. "Err, jangan masuk ke tengah laut!" Teriak mama saat aku berlari menuju pantai. Aku bermain air laut, mengejar ombak kecil, menyusuri garis pantai, mencari rumah kerang kosong, bermain pasir, duduk menyelonjorkan telanjang kakiku yang kecil, menyiram rambut dengan pasir layaknya sedang keramas, juga berpura-pura menjadi seekor ika

(2) Err Dan Bless, Kasih Di Dunia Berbeda

Suara ombak yang pecah di karang menemaniku, dan membuatku makin masuk ke dalam hening yang menenangkan. Helaian rambut beterbangan, diajak menari oleh angin yang mendesir lembut. Sengatan matahari yang sebelumnya berkuasa melegamkan, tak lagi terasa. Tapi kutahu sinarnya menyilaukan mata orang-orang yang berusaha menatap jauh ke depan, lepas menuju batas pandang laut. Aku, Err, menjalani waktu di sini, tanpa siapa-siapa. Hanya aku. Masa lalu yang penuh warna, dulu pernah dijalani. Ya, aku hidup di dalam jutaan warna yang sebelumnya tidak kukenal. Hidup bersama seorang lelaki terkasih yang penuh amarah dan kebencian. Memandang garis laut yang ada di seberang, mengundangku untuk hanyut dalam kisah lama yang dikubur dalam-dalam. Kisah yang tak pernah terlupakan, tapi enggan sekali untuk mengingatnya. "Bodoh! Kamu memang bodoh!" Seorang wanita diam di hadapan lelaki yang bersungut-sungut. Itu aku, Err.! Wanita bodoh yang kerap dimaki. Lelaki itu adalah pasangan yang k

(1) Err Dan Bless, Lelaki Bermata Kosong Itu Bernama Bless

Beberapa tahun yang lalu, di sini, di tempat ini, aku bertemu dengannya. Lelaki tinggi besar yang ramah. Siapa pun bisa terkecoh jika menilainya dari sosok yang terlihat. Beberapa anak kecil, bahkan orang tua, berlari saat melihatnya sedang berdiri memandang laut dengan mata kosong. Dia Bless, yang selalu ada bersamaku, berbagi pandang.   "Hai, Bless." Diulurkannya tangan untuk menyalami. Bless? "Hai, aku Bless." Diulanginya sekali lagi. "Oh ya, Err." Menyalami tangan besar yang kokoh, tenggelam dalam telapak tangan yang erat menggenggam, seharusnya terasa nyaman sekaligus hangat. Tapi tangannya dingin sedingin es. "Err? Apakah kita pernah bertemu?" Matanya seakan menyelidik. "Entahlah. Mungkin. Aku sulit untuk mengingat sesuatu di masa lalu." "Hahaha, berarti kita sama. Ingatanku hanya bertahan sebentar." Bless. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Bless. Tapi biarlah, yang kuhadapi adalah Bless di h