Skip to main content

error,"Pink, autoimun, kucing, dan GUSTI"

Ngka, Esa, Pink, sejak lama meminta ijin untuk punya binatang peliharaan lagi. Gue selalu menolak permintaan mereka itu. Sejak Pink mengidap autoimun, gue menolak untuk ada binatang di rumah. Binatang pembawa penyakit, pembawa virus, pembawa banyak bakteri. Pink ga boleh terpapar virus, bakteri, penyakit. Gue ga mau ambil resiko Pink diserang imunnya cuma karena binatang peliharaan konyol.

Setiap kali ada kucing, setiap kali itu juga gue selalu mendengar,"Lucu ya Ma". Gue tersenyum menanggapi celoteh tentang kucing lucu. Sebenarnya gue sendiri suka banget sih punya binatang peliharaan. Dulu gue punya banyak kucing, dan semuanya nurut ke gue. Setiap mau makan, gue 'ting ting ting' tuh piring keras-keras. Hasilnya? Para kucing berlari pulang semua untuk makan.

Yang gue pelihara kucing kampung, bukan kucing ras. Dan lagi, yang gue adopsi tuh kucing-kucing yang kondisinya ga bagus. Ada satu ekor kucing yang gue beri nama 'kutu", karena dia gue ambil di pasar, dalam kondisi penuh kutu. Badannya kurus, kumisnya dibakar, entah oleh siapa! Sewaktu gue gendong, mbok penjual sayur di pasar berkata,"Jangan diambil. Besok aja saya bawain kucing saya di rumah. Ini kucing bau, jelek, kotor". Gue tersenyum, dan menjawab,"Maunya yang kotor ini aja". Si kutu gue gendong pulang. Di rumah, si kutu selalu gue gendong menggunakan gendongan bayi, dan setiap gue pergi ke warung, gue bawa, masuk ke dalam kantong baju atau kantong celana. Si kutu tuh bayi banget. Tidurnya bareng gue. Setiap pukul 4.30 pagi, dia bangunin gue, minta dibukakan jendela, lalu hap!, keluarlah dia ke alam bebas. Setelah kutu, ada si kecil, si kumbang, dan oops, maaf, si kutang, juga ada si kunyang. Hehehe, kucing-kucing gue memang punya nama berawalan 'ku' semua.

Nah, sebelum pink terdeteksi autoimun, kami juga memelihara binatang, salah satunya seekor kucing yang bernama kunyil. Tapi sesudah dideteksi ternyata autoimun, stoplah sudah binatang peliharaan! No pet! Siapa pula yang mau bertaruh atas kesehatan putri tercinta cuma gegara kucing? Gue jelas ga memperbolehkan ada binatang di rumah! Gue mau Pink sehat selalu, dan itu berarti ga memelihara apa pun.

Sebulanan yang lalu, ada seekor kucing kecil yang kotor, berjalannya pun gemetar, kurus banget, dan suaranya lemah, malah ga bersuara sama sekali, cuma mulutnya aja yang bergerak-gerak, dan sakit mata, dan diare pula, lewat sawah depan rumah. Waktu itu gue dan Pink sedang duduk santai di pinggir sawah. Pink melihatnya, dan suka dengan si kucing! Pink bergerak hendak mengelus, gue spontan melarang. Ada sinar kecewa di mata Pink. Tapi gue tetap melarangnya mengelus. Pink menurut perkataan gue, tapi gue ga bisa lupa mata kecewanya.

Esok harinya, si kucing lewat lagi. Gue ga tega melihatnya, tapi gue ga berbuat apa-apa, sampai akhirnya gue benar-benar ga tega. Esa gue minta untuk membeli obat tetes mata, dan juga obat diare. Gue teteskan obat tetes mata 
ke si kucing, lalu gue beri obat diare sedikit untuk diminumnya. Tiga kali sehari, setiap bertemu, gue obati si kucing. Di teras, gue letakkan kardus serta baju bekas yang ga terpakai, untuk tempat tidurnya. Makan, dan minum air matang pun gue sediakan. Pink masih tetap ga boleh memegangnya. Tapi ada satu saat gue lihat Pink mencuri-curi mengelus, dan gue langsung memintanya mencuci tangan menggunakan sabun. Si kucing datang dan pergi. Setiap datang , gue bersihkan si kucing. Ga setiap hari si kucing ada di rumah. 

Satu hari, si kucing pulang ke rumah saat gue pulang kerja. Dia tidur di teras. Pagi harinya, gue lihat alas tidurnya berwarna merah muda. "Mama, si kucing pipisnya darah!", kata Pink ke gue. Wajah Pink terlihat sedih. Gue melihat matanya penuh dengan rasa sedih. Sepulang kerja, si kucing ga muncul. Gue berpikir, jangan-jangan si kucing mati. Pink terlihat resah.

Beberapa hari kemudian, gue melihat si kucing, lalu dia masuk ke rumah, tidur. Gue beri makan, minum. Si kucing sudah ga diare lagi, juga ga pipis darah, cuma matanya masih harus ditetesi obat tetes mata. Gue lihat mata Pink bersinar.

Si kucing sehatlah sudah. Badannya mulai berisi, dan mulai lincah. Mata Pink penuh dengan binar-binar bahagia! Ngka, Esa pun gembira dengan hadirnya si kucing. Gue mulai goyah mengenai binatang peliharaan. Gue bahagia melihat Ngka, Esa, Pink, bahagia. Terutama Pink! Matanya berbinar cerah! Gue bahagia menatap matanya yang amat hidup saat dia memegang si kucing, mengelus si kucing. Autoimun, dan kucing! Gue gamang. Ya GUSTI, bagaimana menyikapi ini? Gue berusaha untuk tetap tenang, dan berusaha untuk melihat hal ini sebagai hal yang penting dari berbagai sisi. Sisi autoimun, dan sisi jiwa bahagia Pink. Bertahun sudah Pink sakit, bertahun sudah tanpa teman, bertahun sudah hanya diisi obat, dokter, dan segala kesakitan di harinya, dan bertahun dipenuhi dengan berbagai macam pantangan, dari pantangan makanan, minuman, vitamin pabrikan, jajanan, menggaruk badan, dan masih banyak hal lain yang membuatnya terisolasi dari dunia luar. Dan tetap saja autoimun itu ada, walau pun segala pantangan itu sudah dijauhi. Hingga akhirnya gue ga tega, dan mulai membebaskan Pink dari pantangan-pantangan yang menguncinya di penjara autoimun. Gue  ga memung
kiri, beberapa bulan ini kondisi Pink membaik.

Setelah menimbang-nimbang tentang autoimun, dan mata Pink yang berbinar, gue putuskan untuk memelihara si kucing! Gue rasa GUSTI menjaga Pink dengan amat baik. Gue percaya GUSTI menjaganya jauh lebih baik dari siapa pun! Pink membaik bukan karena gue, tapi karena GUSTI memberinya kesehatan yang lebih baik. Gue tertunduk, gue menangis dalam hati. Gue menyayangi Pink, gue percaya GUSTI menjaganya, tapi ternyata gue masih ga berpasrah. Saat itu juga gue minta ampun ke GUSTI, karena mempunya kekhawatiran yang mungkin saja membelenggu Pink dalam sakit. Gue pasrah ke GUSTI. Apa pun yang terjadi, itu adalah yang terindah dari GUSTI. gue berdoa untuk sehatnya Pink, gue memasrahkan segala apa pun yang terjadi. Gue percaya, GUSTI melebihi siapa pun, melebihi apa pun dalam menjaga ciptaanNYA. GUSTI teramat mencintai Pink, lebih dari cinta gue ke Pink. Seekor kucing saja dijaga oleh GUSTI, apalagi seorang Pink.

Sekarang si kucing memang sudah resmi jadi peliharaan di rumah. Namanya masih berubah terus. Masih belum menemukan nama yang pas untuk si kucing pembawa binar mata bahagia Pink. Jadi Ngka, esa, Pink, juga gue, memanggilnya dengan nama,"kucing". Autoimun, atau apa pun itu, gue rasa pasti bisa dikalahkan oleh hati yang gembira, bahagia, suka cita. Buktinya selama ini Pink mampu mengalahkan serangan autoimunnya. GUSTI menjaga Pink, dan gue membantu GUSTI menjaganya, membiarkan binar matanya terus ada, dengan cara memelihara si kucing supaya tetap sehat, agar Pink pun selalu sehat.

GUSTI, autoimun itu ada, tapi aku yakin dan percaya, GUSTI memberi sehat untuk Pink dengan cara yang unik.... Ndu
k, kamu ga sendirian, ada Mama, Ngka, Esa, dan ada GUSTI yang selalu bersama, kita hadapi bersama, jalani bersama, dan nikmati bersama apa yang ada. Mama, Ngka, Esa, mencintaimu...

Salam senyum,
error


Comments

  1. Sedih mbacanya... tapi ketika ndenger ada kegembiraan di mata pink jadi agak lega..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, Mas. Aku pada akhirnya membiarkan si kucing dipelihara juga karena ada sinar gembira di mata Pink. Dan malah berharap si kucing jadi obat penyembuh bagi Pink :)

      Delete
  2. Pink senang banget ya mbak akhirnya boleh memilhara kucing

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seneng bangeeet..! Sebuah keputusan yang berat untuk kupilih sebelumnya, mbak. Tapi akhirnya aku menyadari bahwa berpasrah itu membuat hidup lebih indah :D

      Delete
  3. aduuh... saya jadi sedih bacanya mba.... semoga pink selalu sehat ya.... dan si kucing semoga selalu memberikan kebahagiaan bagi pink, dan keluarga mba Ninit

    ReplyDelete
  4. si pussss...dikasih nama "imun" aja, Mbak. ah Pink, dia sayang hewan, sama kayak mamanya. moga si dedek lekas sembuh dan terbebas dari penyakitnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin... Maksih doanya, mbak. Imun? Ide baguuus! Siip, namanya Imun!

      Delete
  5. Saya tidak memelihara kucing (secara resmi), tapi tiap hari depan rumah saya buanyak sekali kucing. Awalnya datang satu, kecil, dikasih makan, lalu ada lagi, lalu ada lagi, lalu ada lagi, hehe... hingga kini banyak kucing berkeliaran di halaman rumah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah, keren bangeeet! Anakku bisa betah duduk di situ sama kucing-kucing, kalau gitu :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...