Siang ini begitu terik, padahal tadi pagi hujan lebat. Aku berdiri menantang sinar matahari tanpa takut membuatku menghitam. Angin laut bertiup kencang.
Bless berdiri di sisi kananku, memandang jauh ke hamparan laut yang penuh gelombang. Setiap deburan keras menghantam karang, tiap kali itu pula kulihat matanya dipejamkan.
Rasanya ingin memeluk erat, dan bertanya apa yang sedang dipikirkan olehnya. Tapi aku tak berani. Melihatnya begitu serius memerhatikan laut, tak ingin mengganggunya.
Sekuntum bunga jatuh di pasir, tepat di depan kaki Bless. Kulihat dia tidak peduli sama sekali. Membenam kakinya dalam pasir.
Sosok tinggi besarnya kerap membenamkanku dalam pelukan yang mendamaikan. Garis tawanya mengajarkanku bagaimana cara tersenyum yang indah.
Tetiba Bless berteriak,"Err! Err!"
Aku berlari mendekatinya. Bless berteriak kesakitan, dua tangan memegang matanya.
"Err, sakit!"
Aku berusaha memeluknya. Tapi dia menolak. Bless menolak pelukanku!
Hanya bisa memandang tanpa bisa berbuat apa-apa. Pemandangan yang tak pernah kulihat, kini ada di hadapanku. Bless yang berteriak, lalu duduk di atas pasir sambil tetap memegang matanya.
Kemudian perlahan sebiji mata kanan terlihat mulai mendesak keluar.
"Hey, Bless, matamu tumbuh! Mata kananmu tumbuh!"
Aku berteriak kegirangan melihat kejadian itu. Bless diam.
"Bless, sekarang kamu memiliki sepasang mata! Kamu sudah memiliki dua mata! Bless! Luar biasa!"
Bless diam, tetap menunduk. Kulihat ada tetes air mata jatuh ke pasir. Bless menangis!
"Aku berbahagia karena tumbuhnya matamu, Bless!"
Tak lama berselang, Bless menjerit keras! Mata kiri mulai melotot.
"Sakit!"
Aku diam, tak berkata apa-apa.
Lalu tiba-tiba mata kirinya melesat keluar, jauh!
"Bless, mata kirimu pun ikut tumbuh!"
Ya, mata Bless tumbuh kembali. Dia bisa melihat lagi dengan dua matanya.
"Aku bisa melihat seperti dulu! Mataku kembali! Mataku tumbuh kembali!"
Kupeluk Bless dengan suka cita. Hangat berada dalam pelukannya yang erat. Lelaki yang kucinta sepenuh kebahagiaan!
"Err, maafkan aku."
"Kenapa, Bless?"
"Di mana mata kirimu yang ad di rongga mataku?"
Aku tersentak! Ya, di mana bola mataku yang sebelumnya ada di rongga mata kirinya? Hilang!
Ombak meninggi melebihi pucuk kelapa. Angin menderas seakan hendak merobohkan seluruh pepohonan yang ada di sini. Pasir pun beterbangan!
Kami mencari sebuah mata kiriku yang beberapa lama ada di rongga mata kiri Bless, tapi tak menemukannya. Mata itu entah berada di mana.
Bless diam, duduk di pasir, sambil menatap lurus ke langit. Kulihat ada tetes air mata turun membasahi wajahnya.
"Bless, aku bahagia matamu sudah kembali. Tak perlu dicari mata kiriku yang hilang karena matamu sudah tumbuh utuh. Kamu sudah tak membutuhkan mataku lagi. Kamu bisa melihat dengan pandanganmu sendiri. Biarlah aku dengan pandanganku yang berimbang dengan kekosongan satu mata. Bukankah dulu kita sempat berbagi pandang?"
Bless diam, sama sekali tak bersuara. Kupeluk dia erat-erat! Tapi pelukannya mengendur, berbeda, tak lagi sama.
Hay, aku Err, dan dia, Bless. Kami hantu di pantai ini. Sepasang hantu berbaju hitam, yang dulu kuyakini saling mengasihi.
Aku, Err, mengasihi Bless, tanpa sedikit pun ingin menguasai kisahnya. Biarkan dia berjalan dalam garisnya sendiri.
Aku mengasihi Bless karena kasih.
Bagaimana denganmu? Apakah mengasihi pasanganmu karena kasih? Plis, jangan berpura-pura mengasihi, juga jangan mengasihi hanya karena kamu sedang bingung dan sendirian. Kasihi orang yang kamu kasihi dengan baik, jangan pernah meninggalkannya, jangan pernah mengendurkan pelukan.
Ketika kasih itu menghilang untuk orang yang kamu katakan adalah terkasihmu, aku akan datang padamu, menghantuimu.
Aku, Err, dan dia, Bless. Kami tak lagi hidup di dunia sepertimu. Jangan pertanyakan kami ada atau tidak, tapi kami percaya, kasih adalah kelembutan.
"Bless, bukankah begitu?"
Dan kosong, tak ada jawaban.
Nitaninit Kasapink,
Bless berdiri di sisi kananku, memandang jauh ke hamparan laut yang penuh gelombang. Setiap deburan keras menghantam karang, tiap kali itu pula kulihat matanya dipejamkan.
Rasanya ingin memeluk erat, dan bertanya apa yang sedang dipikirkan olehnya. Tapi aku tak berani. Melihatnya begitu serius memerhatikan laut, tak ingin mengganggunya.
Sekuntum bunga jatuh di pasir, tepat di depan kaki Bless. Kulihat dia tidak peduli sama sekali. Membenam kakinya dalam pasir.
Sosok tinggi besarnya kerap membenamkanku dalam pelukan yang mendamaikan. Garis tawanya mengajarkanku bagaimana cara tersenyum yang indah.
Tetiba Bless berteriak,"Err! Err!"
Aku berlari mendekatinya. Bless berteriak kesakitan, dua tangan memegang matanya.
"Err, sakit!"
Aku berusaha memeluknya. Tapi dia menolak. Bless menolak pelukanku!
Hanya bisa memandang tanpa bisa berbuat apa-apa. Pemandangan yang tak pernah kulihat, kini ada di hadapanku. Bless yang berteriak, lalu duduk di atas pasir sambil tetap memegang matanya.
Kemudian perlahan sebiji mata kanan terlihat mulai mendesak keluar.
"Hey, Bless, matamu tumbuh! Mata kananmu tumbuh!"
Aku berteriak kegirangan melihat kejadian itu. Bless diam.
"Bless, sekarang kamu memiliki sepasang mata! Kamu sudah memiliki dua mata! Bless! Luar biasa!"
Bless diam, tetap menunduk. Kulihat ada tetes air mata jatuh ke pasir. Bless menangis!
"Aku berbahagia karena tumbuhnya matamu, Bless!"
Tak lama berselang, Bless menjerit keras! Mata kiri mulai melotot.
"Sakit!"
Aku diam, tak berkata apa-apa.
Lalu tiba-tiba mata kirinya melesat keluar, jauh!
"Bless, mata kirimu pun ikut tumbuh!"
Ya, mata Bless tumbuh kembali. Dia bisa melihat lagi dengan dua matanya.
"Aku bisa melihat seperti dulu! Mataku kembali! Mataku tumbuh kembali!"
Kupeluk Bless dengan suka cita. Hangat berada dalam pelukannya yang erat. Lelaki yang kucinta sepenuh kebahagiaan!
"Err, maafkan aku."
"Kenapa, Bless?"
"Di mana mata kirimu yang ad di rongga mataku?"
Aku tersentak! Ya, di mana bola mataku yang sebelumnya ada di rongga mata kirinya? Hilang!
Ombak meninggi melebihi pucuk kelapa. Angin menderas seakan hendak merobohkan seluruh pepohonan yang ada di sini. Pasir pun beterbangan!
Kami mencari sebuah mata kiriku yang beberapa lama ada di rongga mata kiri Bless, tapi tak menemukannya. Mata itu entah berada di mana.
Bless diam, duduk di pasir, sambil menatap lurus ke langit. Kulihat ada tetes air mata turun membasahi wajahnya.
"Bless, aku bahagia matamu sudah kembali. Tak perlu dicari mata kiriku yang hilang karena matamu sudah tumbuh utuh. Kamu sudah tak membutuhkan mataku lagi. Kamu bisa melihat dengan pandanganmu sendiri. Biarlah aku dengan pandanganku yang berimbang dengan kekosongan satu mata. Bukankah dulu kita sempat berbagi pandang?"
Bless diam, sama sekali tak bersuara. Kupeluk dia erat-erat! Tapi pelukannya mengendur, berbeda, tak lagi sama.
Hay, aku Err, dan dia, Bless. Kami hantu di pantai ini. Sepasang hantu berbaju hitam, yang dulu kuyakini saling mengasihi.
Aku, Err, mengasihi Bless, tanpa sedikit pun ingin menguasai kisahnya. Biarkan dia berjalan dalam garisnya sendiri.
Aku mengasihi Bless karena kasih.
Bagaimana denganmu? Apakah mengasihi pasanganmu karena kasih? Plis, jangan berpura-pura mengasihi, juga jangan mengasihi hanya karena kamu sedang bingung dan sendirian. Kasihi orang yang kamu kasihi dengan baik, jangan pernah meninggalkannya, jangan pernah mengendurkan pelukan.
Ketika kasih itu menghilang untuk orang yang kamu katakan adalah terkasihmu, aku akan datang padamu, menghantuimu.
Aku, Err, dan dia, Bless. Kami tak lagi hidup di dunia sepertimu. Jangan pertanyakan kami ada atau tidak, tapi kami percaya, kasih adalah kelembutan.
"Bless, bukankah begitu?"
Dan kosong, tak ada jawaban.
Nitaninit Kasapink,
Bless berubah ya mba.. Kamu penulis jago sih :D. Jrg2 loh aku bisa ikutan larut gini baca cerita serial pendek. Ikutan sedih kalo err sedih :D
ReplyDeleteTerima kasih udah ikutin serial ini, Mbak.
DeleteIya, Bless berubah-ubah, Mbak.