Skip to main content

(31) Err Dan Bless, Tanpa Bless

Angin laut bernyanyi di telinga bagai sedang menghibur kesendirian yang terasa sejak kemarin. Ombak yang berlari seakan-akan berjalan mengendap-endap agar tak mengganggu keheningan yang kurengkuh. Pasir menghangat seperti membujuk agar kutetap menenggelamkan kaki di dalamnya.

Tapi berada di hamparan pasir yang luas membuatku ingin tenggelam dalam pelukan mentari yang membakar seluruh tubuh. Aku sendiri di sini, tanpa siapa pun, sama seperti dulu. Bedanya kini kuhanya memiliki sebiji mata, karena sebiji mata yang kuberikan pada Bless, menghilang entah kemana.

Pantai ini menyimpan semua perihku, menyimpan rindu, juga menyimpan segala tentangku dan Bless.

"Biarkan dia pergi."

Angin berbisik di telinga.

"Tidak!"

Kuberteriak lebih keras dibanding suara ombak. Gema memecah karang tempat kami biasa berbincang dan bercanda.

Air mata mengalir basahi wajah, tapi berwarna pekat! Bless, kepekatan ini pasti karenamu. Butir-butir rindu jatuh bersama tetes air mata. Melukaiku yang selama ini membahagia bersamanya.

"Err, jangan bersedih."

Suara Bless seakan masuk dalam pendengaran. Tapi dia tak ada!

Bless, di manakah kamu?

Kuraba rongga mata kiriku yang kosong. Lalu berdiri menantang cahaya matahari yang memanggang!

"Bantu aku mendapatkan mataku kembali! Aku tak ingin menangis dengan rongga mata kosong! Aku harus bisa menatapmu dengan dua biji mataku! Bantu aku!"

Berteriak pada matahari, mengepalkan tinju pada langit!

"Bless, di mana pun kamu berada, kuharap kebahagiaan selalu bersamamu. Berbahagialah dengan sepasang biji mata milikmu."

Hei, apakah kamu melihat Bless? Hantu lelaki tinggi besar berbaju hitam? Sejak tadi aku tak melihatnya. Mengelilingi pantai, menyelam ke dasar laut, Bless tetap tak ada.

Adakah kamu melihat Bless? Jika kamu bertemu dengannya, tolong katakan padanya, aku tak akan pernah memintanya untuk kembali, karena kutahu bukan aku yang ada dalam cerita miliknya. Masa lalunya ada dalam rahasia terdalam.

Jika kamu bertemu dengan Bless, katakan padanya, sebiji mataku telah kudapatkan kembali. Katakan begitu padanya, walau kutahu biji mata kiriku tak akan pernah bisa kembali.

Aku Err, hantu wanita penunggu pantai, bergaun hitam. Sendiri di sini tanpa Bless.


Nitaninit Kasapink








Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...