"Maafkan aku."
Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.
"Maafkan aku, Err."
Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya.
Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf. Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf.
Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan ribut kecil. Tapi itu malah membuat hubungan kami makin menguat.
Semua berjalan manis dan baik-baik saja. Hingga tiba-tiba dia menghilang, lenyap ditelan kegelapan, meninggalkanku tanpa penjelasan sedikitpun. Menyakitkan sekali. Tak satu katapun dia tinggalkan untukku. Hilang begitu saja, menyisakan duka mendalam. Hari-hari yang kujalani setelah dia menghilang hanya ada air mata mengalir. Mencoba bangkit dari keterpurukan tapi sungguh sulit. Aku merasa sendirian tanpa siapapun bisa menolong.
"Maafkan aku. Bisakah kamu memaafkanku? Langkahku amat sulit dan sungguh berat. Maafkan aku."
Dan tiba-tiba sekarang dia ada di sini. Sosoknya berdiri tenang memandangku dengan matanya yang kosong. Tanpa senyum. Dingin. Bibirnya putih, pucat bergetar. Rambutnya hitam perak dan kemerahan, berantakan. Wajahnya sembab. Ingin segera memeluknya erat, menangis di pelukannya. Kerinduan ini semakin lekat. Tapi aku hanya diam tak bergerak. Tidak, dia bukan untukku. Dia bukan milikku lagi.
Selangkah dia maju mendekat. Diulurkannya tangan yang terlihat kurus, gemetar.
"Kamu terlihat pucat. Kenapa? Terkejutkah bertemu denganku saat ini?"
Tubuhnya mulai goyang, akan jatuh. Matanya gelap kosong. Setitik keringat berwarna merah menitik dari dahinya.
"Selama ini kamu di mana? Aku mencarimu tapi tak pernah ada kejelasan. Apakah kamu tahu aku gila mencari keberadaanmu," suaraku lemah dan terdengar putus asa. Air mataku mulai membuat samar pandangan.
Dia mengangkat wajah. Lusuh tak terawat. Terlihat amat letih dan menahan sakit.
Andai saja aku bisa berlari mendekat. Tapi tak bisa. Kakiku tak bisa bergerak. Aku mulai gemetar.
Lalu tanpa kata perpisahan, dia menghilang.
"Jangan pergi! Kita belum selesai bicara! Haaan!"
Aku memekik memanggil namanya sambil menangis. Menjerit sejadi-jadinya. Meraung memanggil namanya. Tapi Han menghilang lagi tanpa memberitahu dia berada di mana selama ini. Lenyap begitu saja tanpa salam perpisahan.
Deras air mata membasahi wajah.
"Han, aku memaafkanmu. Aku rindu keberadaanmu di sini, di sisiku. Kenapa kamu pergi lagi dan menghilang tanpa pesan apapun padaku?" Rintihku dalam hati.
"Err, ada apa? Err!" Kudengar suara mama panik dan terasa pelukan eratnya.
"Han. Dia datang tadi tapi lalu menghilang lagi. Dia meminta maaf." Jawabku sambil terisak.
"Sudahlah, maafkan Han."
"Tapi dia pergi tanpa pamit. Meninggalkanku lagi."
Mama mengelus rambutku pelan.
"Katupkan matamu, doakan Han. Maafkan dia."
Aku diam menenangkan diri, menghela napas panjang. Han, aku mencintaimu lebih dari yang kau kira. Aku mengharapkan hadirmu lebih dari yang kaupikir.
"Nanti kita ke makamnya. Relakan dia." Suara mama lembut di telinga.
Samar-samar kulihat sosok Han menghampiriku sambil tersenyum,"Maafkan aku."
****
Comments
Post a Comment