Skip to main content

error,"Er dan Er"

"Hai, aku Er"

"Ya, aku tahu"


kupandangi perempuan di hadapanku yang sedang memandangiku dengan seksama. Tatapannya penuh selidik. Siapa dia sebenarnya?

"Sedang apa kamu di sana?"

"Memandangmu, melihatmu dari inci ke inci, meneliti setiap pori-porimu, mendengarkan denyut nadimu, mendengarkan detak jantungmu, merasakan teriak hatimu yang keras"

lagi-lagi kupandangi perempuan dengan rambut pendek bermata sipit yang memandangku dengan senyum tak henti.

"Siapa kamu?"

"Aku orang yang mengenalmu"

"Siapa kamu?"

"Aku adalah seorang yang tahu tentangmu, tentang harimu, tentang hatimu, segala tentangmu"

"Mana mungkin kamu tahu tentangku?"

Dan perempuan itu tersenyum makin lebar. Argh, siapakah dia? Rasanya tidak menyenangkan saat seseorang tahu tentangku, padahal aku tak tahu apa-apa tentangnya. Argh, siapakah dia?

"Aku tahu gundahmu, aku tahu sukacitamu, aku tahu senyummu, aku tahu tangismu, aku tahu dalamnya sedihmu, dan aku tahu seberapa banyak senyum yang kamu punya"

Ufh, memori ingatan kubuka mungkin ada sedikit cerita tentangnya yang bersembunyi di sana. Tapi tak ada!

"Haha, sekarang kamu sedang berpikir keras tentang siapa aku. Apakah aku ada di memorimu atau tidak.Haha, aku tahu, Er. Aku tahu"

"Mana mungkin kamu tahu tentangku?"

"Er, aku tahu kesedihanmu saat orang yang kamu cintai tidak memperdulikanmu, aku tahu sukacitamu saat bersama anak-anakmu. Aku tahu, Er"

"Darimana kamu tahu tentangku? Jawablah"

"Er, betapa tidak perdulinya dirimu pada dirimu sendiri. Betapa acuhnya kamu tentangmu sendiri. Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku. Aku adalah bayangan dirimu, Er. Aku adalah kamu yang sebenarnya. Saat kamu berkaca, itulah aku yang ada... Aku adalah kamu, Er"

Dan aku terdiam, dan dia juga diam. Aku masih memandangnya, dan dia juga masih memandangku. Dan hingga saat ini aku masih juga terdiam, sama seperti dirinya yang juga diam... Ya, aku Er, dan dia adalah aku, Er...

***









Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...