Skip to main content

error,"Bi Irah?"

"Nanti akan ada orang yang bertugas membersihkan rumah, mbak. Sekarang mbak sendirian saja, ga takut kan? Lingkungan di sini aman kok. Tetangga juga ga usil. Tenang saja, mbak. Tapi orangnya ga datang besok, ya. Dia masih pulang kampung", ujar pemilik tempat kost yang baru saja kutempati. Aku tersenyum. Bukan masalah untukku tinggal sendirian di rumah. Aku sudah terbiasa sendiri. Pemilik kost tidak tinggal di sini, jauh dari sini.

Hari pertama di sini kuisi dengan kegiatan membereskan kamar yang kutempati. Memasang sprei tempat tidur, memasukkan baju-baju ke dalam lemari, menyapu dan mengepelnya, walau pun sudah terlihat bersih. Lalu mandi. Segar rasanya. Sambil mendengarkan suara musik dari laptop, aku merebahkan diri di tempat tidur. Sunyi membawaku lelap karena lelah...

Suara gemericik air membangunkanku. Ufh, suara air keran mengalir. Rasanya aku sudah menutup keran, tapi kenapa ada suara air keran mengalir? Rasa takut dan penasaran menjadi raja di hati saat ini. Suasana hening dipecah oleh suara air keran, dan ada aktivitas di bagian belakang rumah. Haduh, GUSTI, apa yang harus kulakukan? Jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi. Ah, aku harus berani, untuk apa takut? Perlahan aku bangkit dari tidur, duduk, mengenakan sandal karet yang kuletakkan di bawah sisi tempat tidur. Perlahan menuju pintu kamar, memutar kunci, membuka pintu.

"Selamat pagi"

"AAAARRRGGGHHH!!!", aku menjerit sekeras yang kubisa! Seorang perempuan usia sekitar 40 tahunan ada di depanku, tersenyum ramah.

"Saya Irah, mbak. Biasa dipanggil bi Irah. Saya yang membantu pekerjaan di rumah kost ini. Maaf, mengejutkan. Tadi saya sampai di sini malam, mbak. Mbak lupa menggembok pagar, dan lupa mengunci pintu belakang. Jadi saya bisa masuk. Maaf ya mbak", ujar sosok perempuan yang ternyata bernama bik Irah.

"Haduh bi, jantungku hampir copot! Ya sudah kalau begitu, aku tadi sudah takut. Aku pikir maling, atau malah setan. Ufh, legaaaa, legaaaa...", kataku padanya sambil mengelus dada.

Bi Irah tersenyum, lalu permisi untuk melanjutkan pekerjaan rumah. Aku mengangguk, kemudian masuk ke dalam kamar, berniat melanjutkan tidur. Rasanya lebih nyaman saat mengetahui bahwa aku tidak sendirian di sini. Tapi ternyata mataku tak bisa lagi diajak tidur. Akhirnya kuambil novel yang berada di samping bantalku. Novel horor yang baru saja kubeli, dan belum sempat kubaca. Tapi ah, kuletakkan kembali, lalu kuputuskan untuk keluar kamar.

Suasana rumah sepi. Aku menuju belakang, mungkin bi Irah sedang di belakang. Tapi tak kutemukan bi Irah di belakang. Hmm, mungkin sedang menyapu di depan, tapi tak ada juga. Ya sudahlah, lebih baik kembali ke kamar, menyelesaikan artikel yang masih ada dalam draf, mumpung hari libur. Terlalu asyik mengetik, aku baru tersadar ternyata hari sudah siang. Mandi, mandi... Sehabis itu rasa lapar memaksa keluar kamar, sambil tak lupa membawa kunci motor. Rencananya akan makan di warung ujung jalan.

Suasana rumah masih sepi juga. Bi Irah kemana? Entahlah, aku tak perduli. Pintu depan masih terkunci, pagar pun dalam keadaan digembok. Aduh, berarti harus kembali ke dalam rumah.

"Hati-hati, mbak"

"Aaargh, bi Iraaaah...! Jangan suka mengejutkan! Bibi di mana tadi? Aku tidak melihat bibi di dalam tadi", ujarku.

"Bibi di belakang, mbak", jawab bik Irah sambil tersenyum.

"Ya sudahlah, aku mau makan di warung depan. Jaga rumah ya bi"

"Bibi masak, mbak. Makan di rumah saja. Bibi masak sayur asem, tempe goreng, ikan asin, sambal terasi".

"Serius bi?".

"Ya, mbak".

Dan ternyata masakan bi Irah benar-benar lezaaaat..!! Sehabis makan dan mengucap terimakasih, aku pamit kembali ke kamar. Mata tak tahan dengan kantuk yang menggelayut. Mungkin karena kelelahan, tidur menjadi amat pulas. Dan saat terbangun, ternyata jam dinding menunjukkan waktu tengah malam. terdengar suara gemericik air, tapi mataku mengatup lagi, dan nyenyak membawa diri terbang jauh, jauh ke alam mimpi...

Tok tok tok... Hmm, suara ketukan pintu kamar membangunkanku.

"Ya, biiii. Sebentar", aku menjawab suara ketukan tersebut. Perlahan bangun, berjalan, membuka pintu, tapi tak ada siapa-siapa. Uh, tadi berarti hanya mimpi...

"Mbak...".

"Aaargh, bibi...!! Jangan suka mengejutkanku!", teriakku.

"Makan, mbak. Sudah bi Irah siapkan".

Seperti anak kecil, aku menurut saja saat tangan dinginnya menggandengku menuju meja makan. Masakan bi Irah lezat, amat lezat! Sedang menikmati sarapan pagi, teeet... Teeet... Teeet..!

Bel rumah berbunyi. Siapa pagi-pagi bertamu? Bi Irah entah sedang ada di mana, tak terlihat di dalam rumah. Dari kaca ruang tamu terlihat ibu pemilik rumah kost berdua bersama seorang perempuan usia 40 an.

"Eh ibu, sebentar", ujarku sambil membuka gembok pagar. "Ada apa bu, pagi-pagi sudah datang ke sini. Bi Irah sudah datang sejak kemarin. Masakannya enak", tambahku.

"Bi Irah? Bi Irah siapa?", tanya ibu pemilik kost.

"Bi Irah yang bertugas membersihkan rumah, Bu", jawabku.

"Loh, ini Irah, bi Irah", ujarnya, dan perempuan di sampingnya tersenyum padaku.

WHAAAT??? Lalu siapa bi Irah yang ada di dalam? Berlari aku menuju dalam rumah. Masuk langsung menuju ruang makan. Di atas meja ada piring yang tadi aku gunakan untuk sarapan, tapi di dalamnya hanya ada daun-daun kering, entah daun apa... Lalu bintang-bintang berjatuhan ke kepalaku, dan aku tak ingat apa-apa...

*****
-error, diselesaikan 02 Julli 2014, r tamu harapan indah, pagi-pagi...













Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...