Skip to main content

error,"Sebuah cerita"

"Puasa?"

"Ya, tapi aku butuh kopi", jawabnya ringan.


"Loh, katanya puasa".

"Ya, tadi. Sekarang aku mau cari warung kopi", dia menjawab ringan seperti tadi.

Aku tertawa mendengarnya.

"Di mana ada warung kopi?", tanyanya sambil menoleh kanan dan kiri, mencari warung kopi.

"Ga ada, tutup semua di sini. Di luar sana adanya", jawabku sambil menunjuk ke arah luar area perkantoran.

"Yuk cari", ajaknya.

"Yuk. Serius mau batal puasa?"

"Aku cape. Ga kuat kalau diteruskan", tanpa menoleh padaku, dia menjawab sambil terus menyetir.

"Ok, ga apa-apa".

"Memangnya kamu puasa?", tanyanya.

"Ya. Tadi puasa".

"Lah, mau ikutan batal?", tanyanya.

"Tadi puasa, sekarang juga masih puasa, weee...!!", jawabku sambil tertawa.

"Yee, kirain mau batal juga", terkekeh dia menoleh padaku.

Tiba-tiba saja kenangan itu muncul lagi. Aku tersenyum mengingatnya.

"Rambutku terlalu pendek.. Potongannya terlalu pendek. Aku ga bisa ke tempatmu".

Aku tersenyum mengingatnya, tak perduli dia mengingat semua ini atau tidak. "Ah, mungkin saat ini dia sudah bisa menyanggul rambutnya sendiri", desahku dalam hati. Terbayang rambutnya yang memutih dengan potongan terlalu pendek, lalu membayangkan dia dengan sanggul yang anggun, sedangkan rambutku sendiri pendek. Aku tersenyum sendiri.

Waktu bergulir begitu cepat. Tapi cerita yang disimpan dalam hidup, akan tetap ada, tak digilas olleh waktu. Aku bersyukur bisa menyimpan kenangan dengan indah, jadi aku bisa tersenyum mengenangnya.

"Sudah selesai melamunnya?"

Aku tersenyum, dan mengangguk.

"Jangan suka melamun, Err", katanya lagi, sambil menjawil lenganku, lalu dilanjutkan dengan pertanyaan,"Sudah pesan? Sebentar lagi buka puasa".

Aku tertawa melihat mimik mukanya yang serius,"Sudah. Aku sudah pesan kopi".

"Loh, kok kopi? Mulai ngopi lagi?", tanyanya. 

"Hahaha, itu untukmu", jawabku.

"Maksudku untukmu. Sudah pesan?".

"Sudah. Mau makan apa?".

"Aku mau makan apa pun yang ada di sini", jawabnya sambil memegang kepalanya. Hmm, ternyata masih juga kepalanya bermasalah. Sejak dulu dia sering sakit kepala.

"Pusing?".

"Sedikit".

"Dokter?".

"Ufh, aku benci dokter. Ga apa-apa, nanti juga sembuh sendiri".

"Okelah, masih sama seperti dulu", jawabku.

Ya, dia masih sama seperti dulu, dengan keseriusan yang sama, dengan senyum yang sama. Sama seperti dulu, sama dengan yang kubayangkan, hanya tanpa sanggul tentunya.

"Bagaimana novelmu?".

"Peti es".

"Hmm...", dia bergumam sendiri.

"Apalagi yang dipeti eskan?".

"Banyak. seluruh mimpiku, semua mimpiku".

"Apa mimpimu?".

"Ada banyak mimpi. Memangnya kamu ga punya mimpi?", tanyaku padanya. Dia tersenyum memandangku.

Ya, ada banyak mimpi yang kupunya, dan cuma aku yang tau... Apakah dia juga ada dalam rangkaian mimpi milikku, hmm.., biarkan saja cuma aku yang tau, bisikku dalam hati. Lalu kulihat dia sibuk dengan kopi yang sudah siap di meja...

*****

error, 13 Juli 14, hi



























Comments

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...