Skip to main content

Oops, Asap!

Hari Minggu sore, seperti biasa, gue mengajak Esa, dan Pink, pergi jalan-jalan, untuk mengusir jenuh di rumah. Kalau gue sih, jelas pergi terus, kan  gue bekerja. Esa, pergi ke sekolah. Pink, dia homeschooling, dan otomatis lebih banyak berada di rumah, dibanding ada di luar rumah. Ngka, setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, kuliah. Jadi, kegiatan di hari Minggu bermaksud  mengajak Pink jalan-jalan, melihat suasana di luar rumah. Ngka sudah memberitahu gue, bahwa kuliah di hari Minggu dimulai sejak pagi, dan baru selesai malam. Malah sewaktu gue sedang di luar rumah, Ngka mengirim pesan BBM, bahwa di amengerjakan tugas liputan, lalu menginap di rumah temannya. Ga masalah untuk gue, cuma berpikir, di rumah kasihan Cinut, Cimut, dan Cilut, bertiga di rumah. Tiga kucing kecil yang masih manja. Sebenarnya kami punya 4 ekor kucing, tapi sudah sebulan ini hilang. Ufh, Cucing... 

Malam hari setiba di rumah, rumah kontrakan kami yang mungil terlihat ga berubah, masih tetap mungil, dan mamsih biasa-biasa saja, sama seperti sebelum kami tinggal pergi. Tapi saat pintu ruang tamu dibuka, oops, asap putih tebal menyerbu! Asap! Gue berlari ke dapur, kompor ga menyala. Asap apa? Entah! Asap rokok? Bukan. Asap itu ga berbau samasekali. Lalu gue buka pintu kamar yang tertutup. Eiits.., berkabut tebal! Asap penuh mengisi kamar! Jadi, hanya ruang tamu, dan kamar yang jelas dipenuhi asap tebal. Asap dari ruang tamu pun ga menyebar ke ruang lain, hanya berputar di ruang tamu. Aneh rasanya, kok asap ga menyebar, tapi kenyataannya ya begitu itu, cuma berada di ruang tamu, dan ada di kamar.

Gue ga terpikir hal lain, kecuali bahwa Ngka mengajak temannya ke rumah, merokok. Tapi kok merokok di kamar, hingga berkabut? Gue mulai merasa kesal pada Ngka, walau pun gue juga merasa janggal, ga mungkin Ngka membiarkan temannya merokok di rumah, karena Ngka sendiri ga tahan dengan asap rokok. Apalagi asap yang ada di ruang tamu, juga di kamar, ga berbau rokok samasekali. Tapi kesal tetap menjadi kesal, sebelum ada penjelasan dari Ngka, si tersangka. Gue BBM Ngka, dan ga berbalas. Akhirnya gue memutuskan untuk santai saja dengan asap yang menjengkelkan, karena kok ya ga hilang-hilang. Lumayan lama asap itu menjadi kabut di ruang tamu, dan di kamar.

Esok hari saat Ngka pulang, gue tanyakan masalah asap di rumah. Ngka terbengong-bengong, karena dia ga pulang sehabis dari kampus. Jadi, ga ada seorang pun di rumah sewaktu kami pergi. Cuma Cinut, Cilut, dan Cimut, di rumah.

Yang jadi pertanyaan sampai sekarang, asap apa sebenarnya yang menyelimuti ruang tamu, dan kamar, hingga berkabut? Entah... Semoga bukan karena hal-hal aneh, bukan hal di luar nalar lagi...


Salam Senyum,
Nitaninit Kasapink

Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...