Skip to main content

Tawa Riang Tepi Sawah

Sepulang dari kantor, gue ngobrol, bercanda dengan Ngka, Esa, dan Pink. Biasa, sharing cerita sehari yang dijalani. Sekitar tengah malam, gue pun tertidur. Tapi lalu gue terbangun karena suara berisik yang berasal dari depan rumah. Oh ya, depan rumah gue tuh sawah yang luas! Tetangga-tetangga sih penuh kiri dan kanan, karena lokasinya memang di perumahan. Di depan rumah gue persis, biasanya ramai ibu-ibu, anak-anak, malah ada bapak-bapak juga yang berkumpul di sana. Jadi, rumah gue selalu dalam keadaan aman, karena selalu dijaga oleh tetangga-tetangga yang biasa berkumpul di situ. Nah, karena suara berisik anak bermain itulah, gue pikir sudah siang, dan gue terlambat bangun. Hedeeh, padahal Esa sudah berpesan minta dibangunkan pukul 5.00 pagi,"Mau belajar, Ma."

Terburu-buru gue bangun, melihat jam di dinding. Weh, lah kok baru pukul 3.00 pagi! Gue lihat luar, keadaan memang masih gelap. Tap[i suara anak yang riang bermain, jelas di telinga. Suara dua anak perempuan yang riang, suaranya yang bening menggemaskan, mengisi telinga gue. Hanya saja gue ga mengerti apa yang mereka katakan. Samasekali gue ga bisa menangkap apa yang sedang mereka perbincangkan, padahal jelas sekali suara mereka! Tawa mereka pun jelas tertangkap telinga. Gue intip luar, ga ada seorang pun di sana. Tapi kan itu anak-anak kecil, wajar ga terlihat dari rumah gue, karena tembok depan rumah lumayan tinggi. Suara itu tetap terdengar, tapi gue ga ingin melihatnya ke luar. Bukan takut, tapi nyamuknya itu loh.

Gue tetap mendengar suara dua anak perempuan tertawa, riang dengan celotehan yang bersahutan, dan masih juga ga bisa menangkap satu kata pun yang mereka ucapkan. Karena penasaran, gue berusaha berkonsentrasi agar bisa mendengar dengan jelas, agar bisa menangkap pembicaraan mereka. Tapi setelah gue berkonsentrasi, tiba-tiba hening. Tiba-tiba suasana senyap. detik jam dinding pun terdengar, padahal sebelumnya, hanya ada suara dua anak perempuan itu. Jalanan depan rumah tanpa penerangan, sawah yang luas tak tampak, karena diselimuti gelap. Ya, jam 3.00 pagi, siapa pula yang membolehkan anak-anak perempuan mereka bermain di tepi sawah yang gelap gulita? Entahlah...


Salam Senyum,
Nitaninit Kasapink

Comments

  1. Hantu tuh, hantu sawah
    Salam hangat dari Jombang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, ya, Dhee, hantu sawah. Aku malah ngeri kalau terbayang suara itu lagi, Dhee.
      Salam sayang dari Bekasi, Dhee

      Delete
  2. pengalaman tak terlupakan ya mba, pengin lagi ngga mba? hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau boleh memilih sih, ga pengen lagiiii... :D

      Delete
  3. Kok ngerii, sih Mbak. Kalau saya sudah ngaciir saja. Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngeri, Mbak. Sering aku nemuin hal-hal ngeri gini, Mbak :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...