Skip to main content

Preman Pala Bunder

Tiba-tiba Cimut melesat berlari ke dalam rumah, sampai terpeleset! Disusul Cilut yang juga ngebut berlari masuk ke dalam rumah! Telinga mereka ga berdiri tegak, tapi merunduk ke arah belakang, yang artinya siaga. Mata Cimut dan Cilut pun tertuju ke arah luar. Beberapa waktu ga bergerak. Suasana mencekam. Lalu perlahan Cilut berjalan mengendap menuju jendela. Duduk di jendela, sambil tetap dalam kondisi siaga. Sedangkan Cimut ga beranjak dari tempatnya duduk.

Ada apa sih sebenarnya? Ngka, Esa, Pink, dan gue, jelas penasaran! Di benak gue langsung aja bayangan negatif khas emak pelindung kucing,"Eh, ada orang yang ngegangguin ya? Siapa, siapa?" Pink bergegas keluar.

"Eeeeh, bandel ya!"

"Siapa, Pink?" Tanya Esa sambil ikut ke teras rumah.

"Itu tuh!"

"Eh, gede banget!"

"Apaan sih?" Ngka dengan rasa ingin tahunya akhirnya keluar juga.

Tiga anak masuk dengan wajah serius. Gue ikutan serius, dong. Masa cengar-cengir?

"Tahu ga?" Tanya Ngka.

"Ga," jawab gue dengan wajah seserius mungkin.

"Yaelah, jawabannye!"

"Lah apa?"

"Jangan jawab dulu, napah." Ngka serius sambil nyengir.

"Iya, ga njawab."

"Itu tuh, tahu kan si pala bunder?"

Gue diam.

"Mamaa, woi! Jawab, napah!"

"Katanya disuruh diam, ga boleh jawab."

Wajah Ngka, Esa, Pink, terlihat garang di mata gue! Panik, panik, tolong, tolong, emak akan dibully!

"Iyaaaah!"

"Tahu ga?"

"Yup!"

"Itu dia yang bikin Cimut, Cilut ketakutan sampai kabur gituh! Gih lihat tuh! Tadi dia nongkrong di situ!" Ngka bersuara penuh geregetan.

Gue perlahan menuju teras.

"Aaargh, emak kitaaaa!" Pink berteriak.

Gue cuek aja. Sibuk celingak celinguk cari si tukang ribut!

"Ga ada! Sumpe, ga ada!" Aku berkata pada Ngka, Esa, Pink.

"Ya udah pergi, Ma. Kelamaan sih jadi orang." Ujar Esa.

"Kegendutan..."

"Siapa tuh yang ngomong? Gue dengar dari siniiii" Gue melotot.

Cekikikan terdengar dari dalam ruang tamu. Grrrh, jujur banget anak gue!

Di dalam, Cimut dan Cilut masih aja dalam kondisi siaga. Pink menggendong, mengelus Cimut. Cilut tetap di jendela. Rahasia nih ya, Pink tuh memang pilih kasih! Dia lebih sayang ke Cimut dibanding ke Cilut. Bayangkan kalau Cilut cemburu, gimana coba? Untungnya Cilut ga cemburuan. Dia nyantai tuh melihat Cimut dalam gendongan Pink. Kalau cemburu, wah bisa ribut nih rumah. Pasti ramai suara meang meong protesnya Cilut ke Pink! Dan ini belum pernah terjadi. Cilut, sabar ya cin...

Akhirnya keadaan tenang kembali. Santai pun dilanjut. Ga ada lagi kehebohan karena premanisme kucing.

Esok harinya, saat kami sedang menikmati suasana sore yang damai di ruang tamu depan sawah, terdengar,"Graaauuuu, Graaauuu, Grrrh!" Lalu Cimut dan Cilut terbirit-birit masuk ke dalam rumah! Ga tanggung-tanggung, mereka ke ujung paling belakang rumah, dapur! Mojok di sudut, dengan bulu berdiri semua! Gue yang melihat kondisi parah, lari ke depan!

"Woi, beraninya sama Cimut, Cilut! Sini sama gue, emaknye!"

Cekikikan terdengar dari ruang tamu.

"Yaelaaah, si Emak! Kapan beranak kucing?" Esa tertawa, disusul tawa Ngka, dan Pink.

Gue cuma nyengir, tanpa suara.

"Ga ada siapa-siapa tuh. Takut sama Mama."

"Ya iyalaaah, secara guwedeeee, gituh!" Pink menjawab, yang disambut tawa 2 kroninya!

Clear, suasana kembali tenang.

Malam hari, kembali terdengar lagi suara,"Graaauuu, graaauuu, grrrrh! Graaauuu!" Esa tergesa ke luar. Dilihatnya Cimut sedang mendekam di depan pintu, sambil memandang ke arah pagar yang kosong. Cimut masuk, lalu tidur di pangkuan Pink. Tapi suara grauu, grauu, grrh, masih ada!

"Mamaaa, Ma, sini, Ma! Suara apaan tuh? Ga ada siapa-siapa, tapi suaranya masih ada nih!" Esa berteriak panik.

"Mana, mana?"

"Itu di bawah rak sepatu!"

Gue dorong rak sepatu dengan kekuatan super yang gue punya! Eh, enteng sih, kan rak sepatunya cuma gitu doang.

"Wuaaaa! Ciluut! Sini sama Mama!" Refleks menggendong Cilut. Ugh, memangnya cuma Cimut aja yang pantas digendong? Cilut juga! Eh, kok malah emosi?

"Mama! Tuh dia, Ma!" Esa berteriak.

Melotot memandang ke depan, ga terlihat apa-apa. Malam, gelap, ditambah mata minus, plus, silindris, ya benar-benar cuma gelap. Oh Gusti, saya butuh kacamata! Halah, malah oot!

"Sini sama Mama, Lut! Siapa berani jahatin kamu?"

Ternyata di sana di depan sawah, sudah menunggu seekor preman! Ya, seekor. Lah wong memang bukan manusia, kok. Si pala bunder, kucing liar, badan besar, berkepala bundar. karenanya kami menyebutnya, pala bunder.

"Oh, elo ya, yang bikin Cimut, Cilut, ketakutan? Sinih!"

Eh, gue dicuekkin! Heran juga, masa sih ga takut? Padahal preman terminal aja ngeri lihat gue dari jauh!

Cilut mulai rileks di dalam pelukan emak terkasih. Hihi, terasa banget gue jadi pahlawan tanpa topeng.

Malam itu dilalui dengan mimpi-mimpi menjadi super hero! Eh, ga deng, ga gitu. Ga mau jadi super hero cewek, bajunya seksi banget! Wonder woman, bra nya kelihatan gitu. Cat woman, bajunya pas benar di badan. Lah tubuh seksi ini, hmm, seksi konsumsi maksudnya, bisa jadi incaran paparazzi, dan incaran pil pelangsing. Jadi, malam itu mimpi tentang apa ya? Tiiit! Sensor.

Jam 5 pagi, Cilut meminta dibukakan pintu. Baru saja keluar, dia berlari kencang masuk ke rumah! Firasat emak konek, pasti si preman! Tapi malas banget belagak galak, eh cuma dicuekin kayak kemarin!

"Ka, tuh Cilut digangguin lagi!"

Ngka dengan semangat membara, mengambil alih Cilut dari gendongan, lalu keluar. Dibukanya pintu pagar, lalu dikejarnya si preman pala bunder! Alhasil si pala bunder terbirit-birit dikejar manusia keren tapi bau iler baru karena barusan bangun tidur!

"Biarin aja, biar kapok tuh dia nakut-nakutin Cimut dan Cilut!" Ngka tertawa.

Jangan dipikir si pala bunder kapok mengganggu Cimut dan Cilut. Masih saja dia suka mengganggu Cimut dan Cilut sampai terbirit-birit masuk ke dalam rumah! Tapi jangan dikira Ngka kapok mengejar si pala bunder sambil menggendong Cimut atau Cilut. Masih saja Ngka menggendongnya sambil mengejar!

"Biar kapok! Juga biar Cimut, Cilut, berani!"

Tetaaap aja sih Cimut, Cilut, terbirit-birit!

Pala Bunder, pala bunder, berdamai aja, yuk!


Salam Senyum,
Nitaninit Kasapink (Error)




Comments

  1. Pink pilih kasih ih. . .hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi, memang tuh pilih kasih. Nyayang-nyayang Cimuuut ajaaaa. Cilutnya dicuekkin, Mbak.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...