Skip to main content

Penampakan

Semalam Esa berlari pulang dari warung.
"Ma, tadi di situ, dekat warung, heboh! Rumah kosong di situ itu, ada penampakan! Esa lihat, orang-orang juga lihat!"
"Di mana?"
"Itu Ma, kan ada tenda pengantin tuh loh!"
"Oh itu."
"Iya, rumah yang dekat rumah oengantin itu, ada penampakan! Bapak-bapak yang sedang duduk lihat semua! Esa kan lewat, lihat juga!"
Gue tenang-tenang aja sih sewaktu Esa bercerita.
Pagi tadi, sepulang dari pasar, Esa menunjukan rumah yang ada penampakan semalam.
"Itu dia, Ma, rumahnya!"
Gue cuma berkomentar,"Oh itu."
Malam ini Esa, Pink, dan gue, sedang asyik menonton tv. Seperti biasa ngobrol ini, itu, inu, wis pokoknya segala macam jadi bahan obrolan. Eh akhirnya topik cerita sampai ke penampakan semalam.
"Esa lihat, loh! Kepala sampai merinding!"
"Ah, udah biasa lihat, ga usah takut," jawab gue.
"Ih, Mama. Takutlah tetep!"
"Sa, cewek apa cowok? Aku juga pernah lihat di situ," kata Pink.
"Cewek."
"Iya, itu memang serem, Sa," jawab Pink.
"Semalam tuh yang punya rumah, Sa," ujar gue.
"Yah Mamaaa, penampakan! Itu rumah kosong! Eh, tadi lampunya nyala, loh!"
"Yang punya rumah yang nyalain, Sa."
"Mamaaa, itu rumah kosong!"
"Itu rumah mau dijual."
"Mamaaa, siapa yang jual?"
"Yang punya."
"Itu rumah udah kosong lama, ya Ma! Udah 10 tahun!"
"Eh, udah lama kosong?"
"Iya, 10 tahun, Mama." Jawab Esa dengan suara geregetan.
"Loh, kalau gitu berarti Mama setiap kali lihat penampakan di rumah itu." Gue menjawab sambil nyengir karena kaget. Ya, gue ga tahu tu rumah kosong selama ini. Setiap kali lewat, selalu ada aktifitas di sana!
"Mamaaaa"
"Iya, Pink." Gue menjawab Pink yang memanggil dengan suara gemetar.
"Hah? Apa? Kenapa?" Pink menjawab.
"Kamu manggil Mama barusan, kenapa?"
"Ga. Ga manggil Mama."
"Sa, dengar ga tadi ada yang manggil Mama?"
Esa bingung, lalu menggelengkan kepala.
"Sa, apa tadi suara tv?" Gue mulai ngeri.
"Ga, tv-nya ga ada suara ngomong mama, gitu."
Gue terdiam. Jadi siapa yang memanggil gue tadi? Seperti suaa Pink, namun bergetar, dan persis di telinga!
Huwaaa, sudahlah!

Salam Minggu Malam,
Nitaninit Kasapink

Comments

  1. wah...ngeri tuh kalau liat penampakan seperti itu. semoga aja saya tidak pernah melihat hal-hal semacam itu. aminnnnn
    artikel berbentuk cerita. bagus bagus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lumayan ngeri, Mas. Cuma berusaha tenang aja, walau pun sebenarnya takut.
      Terimakasih pujiannya :)

      Delete
  2. waaaaa.. aku baru baca! Idih, kok bisa yaaa

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...