Skip to main content

Perempuan Itu Ibu

Ibu bekerja dan ibu rumah tangga, menurut gue ya sama aja tetap seorang ibu. Lah gue mesti ngomong apa, kan gue seorang ibu bekerja, tapi tetap menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga. Juga menjadi kepala keluarga. Hey, gue mesti ngomong apa? Apakah  mesti berteriak bahwa gue tuh seorang ibu, walau berada di luar rumah untuk menafkahi keluarga tuh dari pagi sampai sore, dan tiba di rumah malam hari? Mesti berteriak dan berusaha didengar oleh mereka yang mempermasalahkan tentang bekerja dan ga bekerja?

Gue single mom sejak 8 tahun yang lalu, dan otomatis jadi kepala keluarga, penafkah keluarga, sekaligus mengurus anak dan rumah. Melakukan hal maksimal untuk 3 anak-anak, keluarga. Dan hey, gue seorang ibu.

Gue adalah ibu, yang bekerja karena menjadi pencari nafkah, dan seorang ibu yang di rumah, menyelesaikan urusan memasak, mencuci, beberes, memeriksa tugas sekolah anak-anak, mendampingi mereka tidur, mendongeng, mendengarkan cerita mereka tentang hari yang dijalani. Sambil ga lepas mata dari laptop, dan hp, urusan jual beli online.

Gue seorang ibu, yang seiring perjalanan waktu, membagi tugas-tugas di rumah dengan Ngka, Esa, Pink. Ga lagi sesibuk dulu. Tapi tetap seorang ibu.

Gue seorang ibu, yang sejak 8 tahun lalu, 5 hari dalam seminggu, pagi meninggalkan rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terkadang dalm seminggu penuh pergi karena urusan nafkah, urusan perut. Tapi gue tetap seorang ibu.

Gue pengambil keputusan di rumah, setelah didiskusikan dengan Ngka, Esa, Pink. Gue yang mengambil raport. Dulu malah gue yang mengecat rumah. Tapi gue ga berubah di mata anak-anak, tetap seorang ibu.

Bekerja, atau ada di rumah, menjadi istri, atau single mom, gue tetap seorang ibu.

Jadi menurut gue, yang ga bisa disebut seorang ibu tuh ya seorang bapak.

Ah sudahlah, hidup harus diisi, bukan cuma diomong. Gue disebut ibu, atau bukan ibu, ya biar sajalah. Asal patut diingat, sejak dulu jenis kelamin gue tetap perempuan, dan cuma perempuan yang bisa tetap menjadi seorang ibu.


Salam Senyum,
Nitaninit Kasapink







Comments

  1. Semangat mak Nitnit :)
    Salam buat Ngka yang katanya jago masak, dan buat Esa sama Pink ya mak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tetap semangaaat, Kakak <3
      Salam udah disampaikan untuk Kasapink :*

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...