Skip to main content

Bekasi - Tangerang - Semarang (1)

Setelah penantian selama 2 bulan, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba! Yes, ke Semarang! Dua bulan? Iya, kan booking tiket perjalanan dan hotel sejak 2 bulan sebelumnya.

Kamis, 28 Januari 2016, gue pulang dari Petro, pukul. 19.00, sampai di rumah sekitar pukul. 20.00.

"Udah siapin baju untuk ke Semarang?"

"Ini Esa baru mau siapin," jawab Esa kalem.

"Ngka nanti aja, Ma. Santailah, beres."

"Udah, Ma. Pink udah selesai siap-siap."

Hmm, memang beda ya antara cewek dan cowok. Anak cewek udah siap untuk keberangkatan besok, anak cowok mah santai aja. Tapi dalam sekejap, beres semua! Wahahaha, nyata sekali bedanya!

"Jangan tidur kemaleman, ya. Besok berangkat pagi-pagi banget."

"Tenang, Ma. Santai aja."

"Pink tidur sekarang, ya Ma."

Lagi-lagi nyata bedanya ya antara anak cowok dan anak cewek! Tapi akhirnya malah gue yang ga bisa tidur. Begadang semalaman karena kondisi Pink sejak beberapa waktu lalu kurang bagus.

Pukul 4.00 pagi seperti biasa gue ke dapur, menyiapkan sarapan. Nasi, sayur, dan teman-temannya. Lalu mandi, bersiap. Karena kalau Ngka, Esa, Pink, melihat gue belum siap, pastinya mereka akan lebih santai dibanding gue. Ya beginilah si emak, harus siap duluan, padahal mata masih sepet banget.

Pukul 4.30, satu persatu mulai bangun. Dimulai dari Ngka.

"Hp dong, Ma."

Ga sopaaan. Selamat pagi, kek, atau I luv u, Ma, gitu kek ke gue, emaknya. Eh malah minta ambilin hp.

"Sa, bangun, sayang," mulai membangunkan Esa.

"Lima menit lagi, Ma."

"Ikut ke Semarang, ga?"

"Iye deh, bangun, Ma."

Pink yang terakhir dibangunkan. Antri mandi. Ah, gimana kalau gue kasih kotak amal untuk masuk kamar mandi ya, kayak di toilet umum? Pasti hasilnya lumayan. Dasar emak!

Yey, semua sudah rapi! Sarapan!

"Sa, tolong ambilin lontong dong di si ibu."

Esa pun langsung ngacir mengambil pesanan lontong untuk bekal di perjalanan, bekal nunggu di bandara nanti.

Pukul 6.15, yuk ah jalan kaki. Sebelumnya, biasalah foto-foto dulu di depan rumah depan sawah!


Mari kita menuju ke halte Damri! Dari rumah, kami harus jalan kaki menuju tempat angkot, lalu ganti angkot lagi. Sebenarnya ga jauh, masih dalam lokasi perumahan, tapi memang harus berganti angkot.

"Bang, antar ke halte damri aja deh, Bang. Bisa ga?"

Dan yey, si abang supir mau! Memang sih jadi bayar carter. Tapi ga apa-apa deh, daripada Pink kecapean.



Bus damri berangkat setiap 1 jam sekali, dan kami ikut yang pukul 7.00. Jadi masih sempat berfoto bareng-bareng. Foto keluarga, yihaaa!

Mau ngapain ke Semarang? Ceritanya kan kami mau nyekar ke makam papa anak-anak yang meninggal 8 tahun yang lalu. Pink, si putri bungsu yang tercantiklah yang kepengen banget ke sana. Jadi, ya taraaaa, berangkatlah ke Semarang!

Hey, hey, bus Damri datang, kemon ah, memulai otewe ke bandara Soeta.

Sampai di sini dulu, kisah perjalanan selanjutnya menyusul.

Salam,











Comments

  1. Emaknya tergeser dg HP yaaa. Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, iya, Mbak. Kalah rating sama hp, hahaha

      Delete
    2. Hahaha, iya, Mbak. Kalah rating sama hp, hahaha

      Delete
    3. This comment has been removed by a blog administrator.

      Delete
    4. Hihihi, iya nih, emak kalah pamor :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...