Skip to main content

BAHAGIA ITU SEDERHANA DAN PEDE, PERCAYA DIRI

Anak bungsuku diserang virus ga pede. Virus ini lebih bahaya dibanding virus-virus lain yang bisa menyebabkan autoimunnya bangkit lagi. Ga pede menyebabkan anakku jadi lebih tertutup (introvert). Keceriaannya, hanya ada di rumah, hanya untuk kami, tapi ga untuk yang lain. Ga ada ceria saat berumpul dengan orang lain. Yng ada hanya seorang Pin yang duduk diam, pemalu. Padahal kutau pasti bahwa Pink bukan anak pemalu!

Aku selalu mengajak Pink pergi setiap ada acara setelah kutahu bahwa kondisi kesehatannya membaik. Di acara-acara tersebut Pink hanya diam. Ga bergerak! Laksana patung! Bersuara hanya jika kuajak bicara. Itu pun dengan suara lemah. Pink lenyap ditelan kesendiriannya di tengah keramaian. Betapa ini membuatku mulai pasang strategi untuk membangkitkan percaya dirinya.
Undangan cooking class kudapat dari sebuah merk elektronik terkenal. Diadakan di sebuah pusat perbelanjaan dekat rumah. Yuhuuu, siapa menolak? Aku langsung menjawab undangan tersebut, dengan syarat aku boleh membawa anakku Pink. Dan yuhu lagi, Pink diijinkan ikut! Siapa yang ga bersorak-sorak gembira kalau begini? Akuu yang sdang merancang strategi pembangunan percaya diri untuk Pink, rasanya ingin meloncat-loncat karena bahagia! Pink kuberitahu acara itu, dan kutambahkan,”Nanti kamu fotoin Mama, ya? Mama ikutan lomba memasaknya, loh!” Jawaban Pink ga terdengar di telingaku, tapi kulihat mulutnya membentuk kerucut. Manyun! Tapi aku cuma tertawa saja membalas ke-manyun-an mulutnya.

Yeah, tiba juga hari cooking class! Sejak awal Pink terlihat agak  malas-malasan. Sewaktu berangkat pun tak terdengar suaranya. Cuma ada manyun, dan manyun yang terlihat di wajahnya. Aku ga pedulikan itu. Biar saja manyun, itu kan mulutnya sendiri. Tekad cuma satu, membangun percaya dirinya.

Aku meminta Pink memotret saat lomba memasak. Langkahnya terlihat berat, malas! Wajahnya tetap saja manyun! Hanya saat kuminta seorang panitia memotret aku dan Pink saja wajahnya berubah tersenyum. Tapi sesudah itu, puuh, ga ada senyum sedikit pun!

“Pink, difoto tuh chefnya.” Kataku.

“Hmm.” Berat hati dia memotret sang chef.

Lomba memasak selesai, jelas dan pasti sekali aku ga menang! Ya iyalah, emak yang ini ga pintar memasak! Tujuanku bukan untuk lomba, tapi membangkitkan percaya diri Pink. Haha, ini alasan terbaikku. Pink menertawai saat tahu aku ga menang. Bahagia sekali melihat wajahnya ga diisi mulut manyun! Ketidak menangan adalah kebahagiaanku waktu itu.

Sebelum acara ditutup, seorang panitia meminta Pink maju. Kuis mudah harus dijawab Pink. Tapi Pink ga beranjak sama sekali dari tempat duduknya! Menggeleng dengan keras! 

Aku berkata padanya,”Ayo Nduk, maju.” 

Pink semakin melekat di kursi! Okelah, aku ga memaksanya.

Acara selesai, kuajak Pink berkeiling pusat perbelanjaan itu. Sambil santai aku berkata padanya,”Kalau tadi maju, kamu bisa beli ini itu, itu, dan itu tuh! Kan kalau tadi maju, menjawab kuis, dapat voucher.” Aku berpura-pura ga melihat raut wajahnya yang terlihat hampir menangis. “Nduk, kalau kamu masih bersikap kayak begini, ga merasa percaya diri, Mama ga akan ajak kamu kemana pun kalau Mama ada acara. Mama ga mau bikin kamu stress karena harus sedikit tampil ga mempedulikan keberadaan orang lain. Mama pergi sendiri aja. Ga percaya diri itu bikin ga maju, loh. Tadi ga maju juga karena ga percaya diri. Kamu kan cantik, pintar, apa yang bikin ga percaya diri? Anak Mama hebat, masa ga percaya diri? Ga percaya diri tuh ga bersyukur ke Tuhan. Tuhan beri hal terindah untuk kita semua. Masih ga pede? Ya silakan. Tuhan pasti kecewa karena ternyata pemberianNYA ga bikin kamu bersyukur.” Pink hanya diam. Sesampai di rumah pun hanya diam.

Waktu berlalu, ada ajakan untuk ikut sebuah acara lagi. 

“Pink, mau ikut Mama ga? Mama ada acara nih.” 

Pink mengangguk. 

“Pede, ga?” Jawaban Pink,”Pede dong!”

Hari H tiba, di acara itu Pink terlihat menikmati. Memotret kegiatanku, bahkan memvideokan! Pink lincah bergerak. Ga disangka-sangka, dia ditunjuk oleh pembawa acara untuk maju menjawab kuis, Pink maju! Great! Dengan wajah ceria yang masih terlihat agak malu-malu, dia menjawab. 

Pulang ke rumah ada senyuman di wajah Pink, dan ada hadiah dalam tas, hasil menjawab kuis. Dan ada kebahagiaan berlimpah di hatiku.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...