Skip to main content

(1) Cerita Panjang

Kaki berhenti melangkah saat akan memasuki ruangan yang sudah kukenal bertahun-tahun. Tak hendak masuk kembali ke sana! Mengeluh dalam hati, kenapa berulang harus berada di sini lagi? Hendak berteriak, tapi percuma, karena tak akan mengubah keadaan.

Ini sebuah dunia yang lain. Gelap, dingin, lembab, dan tak ada kehidupan. Dunia berbeda yang akrab sejak berpuluh tahun lampau. Tak ada setitik pun cahaya di sini. Aku takut, tapi rasa takut hanya akan membuatku tak bisa pergi dari sini. Ketakutan malah akan menancapkanku di dunia ini.

Perlahan berjalan mengikuti jalan sempit berkelok yang hanya cukup untuk 1 orang. Tak ada cahaya! Gelap gulita, lebih gelap dari mati lampu. Tapi anehnya aku bisa melihat dengan jelas kegelapan yang mendekap.

Di kanan-kiri banyak yang melihatku dengan tatapan yang tak ramah. Tapi ada juga yang tak peduli. Hanya ada aku sendiri yang berjalan di sini.

Pernah bertanya pada diri sendiri, kenapa aku bisa berada di sini? Tapi memang tak pernah kutemukan jawaban. Sedangkan untuk menceritakan padamu atau siapa pun, tak pernah punya keberanian, karena takut dianggap sebagai manusia aneh.

Ini bukan dunia yang biasa dihadapi. Bukan dunia yang berisi kehidupan manusia. Makhluk aneh banyak berada di sini. Suara mereka menggaung. Tolong aku, keluarkan aku dari sini.

Semakin jauh berjalan, semakin menghitam, gelap, dan lembab. Seperti berada dalam gua yang panjang dan dalam.

Yang kuingat, pertama kali terdampar masuk ke sini saat masih duduk di Taman-Kanak-Kanak. Terkejut saat disedot masuk ke dalam kerak bumi, berada dalam putaran yang memusingkan, lalu mulai terlihat kerlap-kerlip cahaya kecil yang didominasi warna ungu. Kemudian berhenti. Berdiri di sini, di tempat yang sama. Takut, tapi aku melangkah masuk.

Di satu tempat seperti pemakaman yang tak terurus. Tetap berjalan mengikuti jalan sempit,  dan sepanjang perjalanan hanya ada makam. Langkah tak bisa berhenti.

Sekarang pun masih sama. Jalan yang kutemui pun masih sama. Hanya saja semakin lama aku makin mengenal dunia ini. Menjelajahi dunia kelam ini sendiri. Kemarin sudah belok ke kanan, sekarang ke kiri. Pernah mengikuti jalan yang lurus, sekarang berbelok. Tapi tetap sama, jalan ini sempit, gelap, lembab.

Seperti biasa, perjalanan ini berhenti karena memang sudah waktunya berhenti, dan tiba-tiba aku sudah kembali di atas tempat tidur. Ya, tiba-tiba. Karena aku juga tidak tahu kapan dan kenapa berhenti. Tapi lalu berulang lagi setiap saat.

Nanti aku ceritakan lagi. Saat ini aku sedang mendengarkan percakapan antara beberapa makhluk aneh yang tak jelas berbicara apa, tapi amat keras di telinga.

Nanti ya, nanti.


Nitaninit Kasapink







Comments

  1. Narasi yang sangat menarik Mbak. Sepertinya si tokoh aku pernah mengalami peristiwa yang sangat membekas di hati. Ditunggu lanjutan ceritanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Si Aku banyak mengalami peristiwa yang berhubungan dengan dunia 'lain', Mas.
      Terima kasih sudah membaca cerita ini dan menyemangati.

      Delete
  2. Asyiiik ada cerita baru mba :D. Dr bagian pertama aja aku udh tertarik bacanya :) .. Slalu suka dengan cerita yg berkaitan ama indera keenam Dan dunia lain begini..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...