Ga tahu kenapa, tiba-tiba gue teringat tentang masa lalu, saat gue pertama kali pindah ke sebuah kota yang panas, dan berbahasa daerah yang gue ga bisa. Sama sekali ga bisa, cuma bisa kata-kata umum, seperti ora, sopo, piye, iso. Ya, gue pindah ke Semarang, ibukota Jawa Tengah, karena Bapak pindah tugas ke sana. Awalnya sih hanya Bapak yang pindah, dan setiap Sabtu, Bapak pulang ke Jakarta, lalu kembali ke Semarang di hari Minggu. Semua baik-baik-baik saja. What? Baik-baik saja? Ga! Gue sakit setiap kali Bapak ada di Semarang, dan sehat kalau Bapak pulang ke Jakarta. Menurut Mbah gue, gue sakit kangen Bapak. Jadi setiap hari kalau tidur, gue kenakan kaos Bapak yang belum dicuci. Dan ajaib, gue sehat. Ya, gue kangen Bapak...
Desember 1986, gue terima raport SMA kelas 1, semester 1, lalu cabut, pindah ke Semarang, menyusul Bapak. Gue dan Mama, pindah ke Semarang, sedangkan kakak gue yang kelas 3 SMA, tetap tinggal di Jakarta.
Barang-barang masuk truk besar, gue ga naik truk loh ya, gue, Mama, Bapak, dan kakak gue, naik bus Dwijaya. Tiba di semarang pukul 3.00 pagi! Turun di Milo, dilanjut naik beca. Brr, gila dinginnya masih bisa gue bayangin. Naik beca pertama kali di Semarang bikin gue kaget. Nyantai aja bersandar, lalu... NGUEEENG!! PUSING! Ternyata beca Semarang berbeda dengan beca Jakarta. Beca Jakarta kan modelnya datar ya, dari depan sampai belakang, ya datar, sejajar. Beca Semarang beda, bagian depan leb ih tinggi dibanding belakang, kalau penumpang mau naik, becaknya di'tumplekkin', duh apa ya bahasa Indonesianya tumplek? Dijungkirin gitu ke depan, gitu maksudnya, supaya penumpang mudah untuk naik. Daaan saat penumpang sudah naik, beca kembali ke posisi semula, duh, kembali 'jomplang' ke belakang. Lagi-lagi gue ga tau bahasa Indonesianya jomplang apa ya? Posisi kaki lebih tinggi, dibanding badan. Miriiiiing gituuu...! Hiks, seketika gue mual... Tapi cuma mual aja, ga sampai muntah.
Akhirnya sampai juga di rumah yang dimaksud, di daerah pedurungan Semarang Timur. Sepi, karena perumahan baru. Tapi ga masalah, enak sih sepi, jadi gue bisa nulis, bisa santai nikmatin lagu.
Ada satu masalah yang mengganjal sewaktu gue pindah, yaitu sekolah. Alamak, Bap belum mendaftarkan gue ke sekolah mana pun! Ya Baaaaap..., hihihi, ada senangnya juga sih, berarti ada sebentar waktu bebas tugas sekolah :D . Satu hari Bap pulang kerja membawa berita,"Bap sudah mendaftarkan Ninit di SMA sekian. Mendaftar di mana-mana susah, karena pertengahan semester, kelas 1 pula. Semua penuh".
Hari Minggu, gue diajak Bap melihat sekolah yang dimaksud. Dan baru sekali itu gue menolak Bap,"Ninit ga mau sekolah di sini. Sekolahnya jelek. Bagus sekolah lama Nit. Nit ga mau sekolahnya di sini". Ufh Bap, maafin Ninit ya, pasti saat itu Bap bingung gegara Nit menolak. Hiks, padahal gue ga pernah menolak apa pun yang disodorkan oleh orangtua, baru itu gue langsung menolak.
Tetiba gue teringat tentang kisah ini, mungkin karena ini tahun ajaran baru, dan gue kangen Bap, dan ga akan pernah lagi ketemu Bap, karena Bap sudah meninggal 9 Januari 2014 lalu. Ada banyak hal mengingatkan gue ke Bap, ada banyak cerita...
Desember 1986, gue terima raport SMA kelas 1, semester 1, lalu cabut, pindah ke Semarang, menyusul Bapak. Gue dan Mama, pindah ke Semarang, sedangkan kakak gue yang kelas 3 SMA, tetap tinggal di Jakarta.
Barang-barang masuk truk besar, gue ga naik truk loh ya, gue, Mama, Bapak, dan kakak gue, naik bus Dwijaya. Tiba di semarang pukul 3.00 pagi! Turun di Milo, dilanjut naik beca. Brr, gila dinginnya masih bisa gue bayangin. Naik beca pertama kali di Semarang bikin gue kaget. Nyantai aja bersandar, lalu... NGUEEENG!! PUSING! Ternyata beca Semarang berbeda dengan beca Jakarta. Beca Jakarta kan modelnya datar ya, dari depan sampai belakang, ya datar, sejajar. Beca Semarang beda, bagian depan leb ih tinggi dibanding belakang, kalau penumpang mau naik, becaknya di'tumplekkin', duh apa ya bahasa Indonesianya tumplek? Dijungkirin gitu ke depan, gitu maksudnya, supaya penumpang mudah untuk naik. Daaan saat penumpang sudah naik, beca kembali ke posisi semula, duh, kembali 'jomplang' ke belakang. Lagi-lagi gue ga tau bahasa Indonesianya jomplang apa ya? Posisi kaki lebih tinggi, dibanding badan. Miriiiiing gituuu...! Hiks, seketika gue mual... Tapi cuma mual aja, ga sampai muntah.
Akhirnya sampai juga di rumah yang dimaksud, di daerah pedurungan Semarang Timur. Sepi, karena perumahan baru. Tapi ga masalah, enak sih sepi, jadi gue bisa nulis, bisa santai nikmatin lagu.
Ada satu masalah yang mengganjal sewaktu gue pindah, yaitu sekolah. Alamak, Bap belum mendaftarkan gue ke sekolah mana pun! Ya Baaaaap..., hihihi, ada senangnya juga sih, berarti ada sebentar waktu bebas tugas sekolah :D . Satu hari Bap pulang kerja membawa berita,"Bap sudah mendaftarkan Ninit di SMA sekian. Mendaftar di mana-mana susah, karena pertengahan semester, kelas 1 pula. Semua penuh".
Hari Minggu, gue diajak Bap melihat sekolah yang dimaksud. Dan baru sekali itu gue menolak Bap,"Ninit ga mau sekolah di sini. Sekolahnya jelek. Bagus sekolah lama Nit. Nit ga mau sekolahnya di sini". Ufh Bap, maafin Ninit ya, pasti saat itu Bap bingung gegara Nit menolak. Hiks, padahal gue ga pernah menolak apa pun yang disodorkan oleh orangtua, baru itu gue langsung menolak.
Tetiba gue teringat tentang kisah ini, mungkin karena ini tahun ajaran baru, dan gue kangen Bap, dan ga akan pernah lagi ketemu Bap, karena Bap sudah meninggal 9 Januari 2014 lalu. Ada banyak hal mengingatkan gue ke Bap, ada banyak cerita...
Salam senyum,
error
Comments
Post a Comment