Skip to main content

error,"Pohon Nenangga".

Di depan rumah gue ada pohon jambu air, persis di depan tembok pagar rumah yang gue tempati bersama Ngka, Esa, dan Pink. Pohon jambu airnya memang rajin banget berbuah, ga berhenti berbuah. Siapa pun boleh memanjat, memetik, mengambilnya menggunakan galah. Dengan cara apa pun, jambu air boleh diambil, dan disantap siapa pun, tanpa perlu repot-repot minta ijin.

Tadi sewaktu gue sedang mengobrol santai dengan Ngka, dan pink, tiba-tiba,"Woi, Bu! Ayo rujakaaan!". Gue kaget banget! Ibu tetangga sebelah rumah, tiba-tiba nongol kepalanya dari balik tembok pagar. Gue tertawa, lalu berjalan ke teras. Tetangga gue asyik dengan galahnya, mengambil jambu air.

"Saya suka manjat, Bu".

"Bisa manjat?", tanya gue.

"Iya, saya manjat ambil jambu. Tapi saya ga suka rujak. Yang suka rujak tuh anak saya. Saya lebih suka makan jambu gini aja", lanjutnya sambil mengambil sebuah jambu air, memasukkan ke mulutnya.


Pohon jambu depan rumah memang pohon jambu air biasa, tapi menurut gue, pohon jambu air ini adalah pohon jambu air yang baik. Hehe, gimana ga baik, gegara tu pohon, jadi mempermudah bersosialisai dengan tetangga, mudah berkomunikasi dengan tetangga. Yup, pohon jambu air depan rumah gue, patut punya gelar pohon 'nenangga'... 

pohon 'nenangga' di depan rumah



Salam senyum,
error




Comments

  1. pohonnya emang ga terlalu lebat ya kayanyaa ,.haha tapi berbuah terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, pohonnya ga lebat daun, lumayan tinggi, tapi buahnya adaaaaa terus...

      Delete
  2. kenapa tidak menyukai buah jambu air bu? eh salah rujak maksudku * takut sakit perut ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ga tahu, mas. Ibu tetangga yang ga suka rujak :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...