Skip to main content

IKUTIN MOTOR YANG DI DEPAN!

Tadi siang, gue ga di kantor. Tapi pergi ke Kementrian Tenaga Kerja. Sepulang dari sana, gue ke kantor BPJS Ketenaga kerjaan. Sampai di kantor sudah sore, melipir makan baso. Hiyaah, gimana bisa langsing, tadi sebelum berangkat tuh gue sudah makan siang! Lupakan, ini oot.
Kembali ke ruangan kerja, adeeem! Ya iyalah, di luar panas banget, apalagi makan baso panas pula!
Jarum jam ga bergerak! Eh, bergerak, tapi lambat. Padahal udah ga sabar ingin pulang. Ada sebuah boneka besar untuk Pink, hadiah dari siswa PKL yang masa tugasnya selesai hari ini. Juga ada sejumlah oleh-oleh di dalam tas, untuk Ngka, Esa, dan Pink.
Yes, pukul 18.00! Waktunya gue pulang. Semoga ga macet, karena lumayan ribet membawa boneka besar, walau sudah dikemas dalam kantong plastik. Sedangkan back pack pun berat.
Laju motor bagai angin tanpa halangan. Cihui, asyik! Terbayang pulang nanti harus mampir sebentar membeli barang titipan Esa. Tapi okelah, jalanan ga macet, ga masalah. Tapi ulala lalalala! Sewaktu melewati rel kereta, ada beberapa pemuda menghalang jalan. Hedeh mengganggu aja, ya lewati saja! Eeeh, ga sampai 100 meter, jalanan sudah dihadang lagi oleh beberapa pemuda.
"Tawuran!"
"Hah? Apaan?"
"Tawuran. Di sana tawuran. Jangan lewat sini.'
"Eh, aku lewat mana, dong?"
"Ibu mau ke mana?"
"Pulang."
"Pulangnya ke mana, Bu?"
Gue nyengir. Hihi, emak polos ya gini, nih.
"Kemana, Bu?"
"Bekasi."
"Ikutin mikrolet nomor 31 aja, Bu."
"Ok, terimakasih."
Langsung putar arah. Lalu kebingungan. Nomor 31 mana ya? Hihi, entahlah, gue emak polos atau emak tolol. Polos dan tolol, bedanya amat tipis.
Di depan, banyak motor yang juga rasa-rasanya satu tujuan dengan gue, satu perasaan, satu jiwa. Abaikan kelebaian ini. Ikutan ah, ikut aja sama yang didepan. Jalanan menyempit. Sempit, macet, dan cape karena harus menjaga boneka tetap utuh, bersih. Belok kanan, kiri, kanan, kanan, kanan. Ini di mana? Ya ga tau, kan cuma ngikutin yang di depan aja. 
Ngomong-ngomong tentang ikutan dengan motor yang di depan, gue punya pengalaman yang hihihihi. Waktu itu gue ke rumah teman, dan seperti biasa ya nyasar. Sewaktu pulangnya seperti biasa, ya nyasar lagi. Gue ikutin motor yang di depan. Masuk sana, sini, belok sana, sini, eh di depan sebuah rumah, berhenti! Waduh, ternyata dia mau pulang ke rumahnya, bukan menuju ke luar! Yang ada ya gue nyengir sendiri. Dengan pertolongan Yang Maha Kuasa, bisa juga keluar dari keruwetan nyasar.
Kembali ke cerita yang tadi, ya? Gue ikut sana, sini, bosan. Gue belok kiri sewaktu yang lain ke kanan. Bertanya ke tukang sate,"Pak, ini keluarnya di mana?" Dan dijawab, belokan itu tuh masih daerah tawuran. Jadi gue kembali mengikuti iring-iringan motor.
Semakin lama semakin macet. Eh tiba-tiba, blep, motor gue mati. Alamak, mati! Starter ga bisa. Wuaa, wuaa, gimana nih, wuaaaa! Ga lama kemudian, motor bisa hidup lagi. Kasihan mungkin ke gue, emak-emak kudu dorong motor.
Lumayan lama stuck, akhirnya bisa melaju juga walau ga selaju angin. O ow, jalan raya! Tapi ini di mana? Ah sudahlah, ikutin motor yang di depan lagi aja. Terus, teruuus aja! Lah kok ada belok kiri, dan ada naik flyover? Di mana gue? Sudahlah ga usah berpikir, ikutin aja motor di depan, naik flyover.
Terus dan terus, masih tetap ga ngerti ada di mana. Yes, gue memang amat payah tentang arah jalan. Tetap terus, ikutin motor yang di depan. Ey ey, ini kan jalan menuju kantor gue sebelum pindah lokasi! Yuhuuu, gue ga nyasar! Okelah, belok kanan masuk kawasan industri.
Sudah sekitar 2 tahun gue ga lewat kawasan industri. Gelap, gelap. Ah, kok beda ya dengan dulu? Tapi tenang saja, ikutin motor di depan! Gue pikir, bakal muncul di PTC, lalu lewat Cakung. Loh tapi kok ga sampai-sampai di PTC, ya? Nah loh! Mau nanya siapa? Gelap dan sepi! Ah, ikutin aja motor di depan.
Lama ga sampai ujung juga. Hingga akhirnya, ealaaaah maaak, itu kan ujungnya rel kereta api, bukan PTC! Nah loh! Ah sudahlah, ikutin aja motor di depan.
Dubidubidamdam dubidubidam! Hihi, nyanyi syalalalalalala! Keluar rel kereta api, sudah ga macet, ga tawuran. Cihui marihui! Selaju angin kencang di atas motor! Berhenti membeli pesanan Esa, lalu melaju lagi sampai di rumah.
Mengikuti motor yang ada di depan, sebuah pengalaman lagi di hari ini. Jangan ada tawuran lagi, jangan ada pengalihan jalan lagi. Belum tentu ada motor di depan yang bisa gue ikutin di pengalaman berikut. Ya kan?
Salam Senyum Plus Kedip-Kedip,
Nitaninit Kasapink

Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...