Skip to main content

Sarapan? Yuk!

Gue mewajibkan sarapan di rumah. Pukul 6.00 pagi, tiga kekasih sudah selesai sarapan. Masak cepat, jadi sarapan. Paling mudah ya masak nasi goreng.
Tapi pagi ini, ulala sekali! Bangun kesiangan, santai sejenak, lupalah ngintip magic com, masih ada nasi atau perlu masak nasi. Sewaktu mencuci piring, tolong, tolong, ternyata wadah nasi bertengger di bak cuci piring! Waduh, padahal Esa kan akan berangkat sekolah, dan membawa bekal makan dari rumah!
"Sa, makan mie goreng, mau? Bawa mie goreng, mau?" Tanya gje pada Esa yang sedang mandi.
"Mau, Ma"
Ngka masih tidur, Pink juga masih nyenyak.
Ok, deh, langsung ambil kunci motor, bergegas ke pasar! Untung masih sepi! Melangkah ke mbak Nur, penjual sayur langganan. Beli mie, sawi, baso, telur. Yes, selesai, yuk mari kita pulang! Tancap gas!
Sampai di rumah, merebus air untuk mie, mencuci sawi, baso, menyiapkan bumbu. Oh iya, mengocok telur juga.
Kecap, mana kecap? Huwaa, habis! Di botolnya hanya tersisa sedikit. Ya sudahlah, tambahkan air, cukuplah untuk memberi warna pada mie goreng.
Ga lama kemudian, mie goreng sawi, isi telur dan baso pun bisa gue hidangkan. Esa tersenyum, sarapan mie dengan lahapnya. Wadah bekalnya pun sudah diisi penuh mie goreng. Ngka, Pink, dibangunkan oleh Esa. Berempat sarapan bersama.
Ini sarapan asyik, karena harus terburu-buru belanja.
Bagaimana kabar belanjaan yang semalam gue beli? Itu nanti sebelum berangkat kerja, gue memasak lagi untuk makan tiga kekasih hari ini.
Catatan: ge ga membagikan resep mie goreng, karena yakin banyak yang lebih hebat masak-memasak.
Salam Senyum,
Nitaninit Kasapink

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...