Skip to main content

error,"Amarah"

Saat ini aku mau bercerita tentang kemarahan yang kemarin pagi aku lihat.

Aku melihat dari dekat matanya yang penuh dengan amarah, dan suaranya yang bergetar menahan emosi, juga terlihat dari tangannya yang bergetar karena luapan kemarahan yang ditahan, dan akhirnya dibantingnya mug berisi teh yang tadinya ada di atas meja kerjanya. Aku tidak bergeming, tetap memandangnya dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk, tersenyum memandang wajahnya yang terlihat mengeras. Lalu aku pun bangkit, menyalaminya, dan berkata,"Terimakasih, aku keluar dulu, mau bereskan pecahan mug yang berserakan di lantai." Aku berjalan ke pantry, mengambil majun, lap tebal yang memang tersedia banyak di sana. Ternyata dia mengikutiku, mengambil sapu dan pengki. "Aku bertanggung jawab atas mug yang pecah, aku masih kuat membersihkannya sendiri." Ujarnya padaku. Aku tersenyum, dan mengatakan bahwa aku hanya ingin membantunya membereskan lantai ruangan yang penuh dengan air teh dan pecahan mug yang berserakkan.

Sebuah kemarahan kutemui di pagi hari, dan itu bukan kemarahan untukku, aku hanya sebagai tempat baginya mencurahkan cerita yang mengganjal di hatinya. Luapan emosinya benar-benar klimaks, setelah akhirnya dibantingnya mugnya sendiri. Seorang sahabat mengatakan padaku, jika itu terjadi pada dirinya, pasti dia akan balas menggebrak meja, dan balas meneriaki orang itu. Aku tersenyum, dan berkata,"kalau gue, rasanya mendengarkan kemarahan itu dan mencerna apa penyebab kemarahan dan melihat hasil dari meluapnya amarahnya itu adalah hal yang terpenting, dibanding membalas kemarahannya. Bagaimana bisa membalas kemarahan yang sebenarnya jelas bukan untuk gue?" Sewaktu aku mendengarkan kalimat kemarahannya, aku bertanya,"Marah pada saya?" dan aku mendapat jawaban,"Bukan, maaf, bukan marah padamu."

Setelah kejadian itu, semua berjalan biasa kembali. Ya, orang yang marah sangat mungkin melakukan kesalahan karena kemarahan menyebabkan kehilangan kemampuan pengendalian diri dan penilaian objektif. Kemarahan dapat memobilisasi kemampuan psikologis untuk tindakan korektif. Namun, kemarahan yang tak terkendali dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup pribadi dan sosial. Memanage kemarahan itu penting. Jangan sampai kemarahan yang meluap dari dalam diri itu mengganggu diri kita sendiri...

Mau marah? Boleh aja, asalkan dengan cara yang baik dan benar. Tapi apa ga lebih asik tersenyum??


Salam Senyum,
nita error


Comments

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...