Skip to main content

error,"Dunia anak yang hilang"

Ini kejadian tahun lalu, saat pagi berangkat kerja naik angkot. Di perjalanan, ada 2 orang anak kecil yang naik, dan ternyata pengamen. Yang seorang kira-kira berusia 6 tahun, dan yang satunya kira-kira masih berusia 3 tahun! Astaga, anak seusia ini seharusnya ada di rumah dalam nyamannya kasih sayang orang tua, atau sekolah dengan tenang, riang bersama teman-temannya, bukan berlari-lari mengejar angkot, bernyanyi dengan suara tak jelas, bernyanyi yang entah lagu apa, dan berusaha mendapat uang belas kasih penumpang.

Aku duduk diam memperhatikan dua anak yang duduk di dekat pintu. Segala rasa kacau ada di dada. Ingatanku melayang pada tiga anakku di rumah. Bersyukur bahwa aku masih bisa menyekolahkan mereka. Saat itu terlintas di fikiranku, apa yang memotivasi mereka mengamen begini? Siapa yang menyuruh mereka mengamen? Dimana dunia anak yang didengungkan setiap saat? Mana pendidikan yang indah untuk mereka? Ada banyak anak pengamen di sini. Dan mereka ada di jalanan saat jam-jam sekolah, bahkan hingga malam. Miris rasanya melihat pemandangan ini.

Pernah beberapa waktu lalu aku pergi ke sebuah tempat makan fastfood di dekat rumah. Saat itu sudah malam. Sewaktu aku ke toilet, ada dua orang anak perempuan juga antri untuk masuk toilet. Salah satu anak itu tidak menggunakan sandal. Aku menegurnya agar menggunakan sandal, karena toilet adaah tempat yang jorok, apalagi toilet umum. Jawabannya mengejutkan, babhwa dia memang tidak menggunakan sandal, sandalnya rusak. Aku bertanya dengan siapa mereka datang. Dalam hatiku, pastilah mereka bersama orangtuanya, karena itu sudah malam. Jawabannya lebih mengejutkan lagi, bahwa mereka datang bersama teman-teman naik angkot, mau mengemis! Usia mereka 7 tahun dan 9 tahun, perempuan. Salah satu dari mereka bercerita,"Ibu sama adik bayi, bapak main kartu. Adik banyak di rumah. Bapak sama ibu ga tahu kok saya pergi ke sini. kadang-kadang tahu saya pergi, tapi ga apa-apa kok. Cari uang itu bagus, kata bapak sama ibu saya". Lemas rasanya mendengar penuturan itu. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Cuma diam. Lalu aku tunggu dua anak perempuan itu selesai dari toilet, dan kupesankan apa yang mereka mau. Menurut pegawai yang ada di sana saat itu,"Biasa bu, anak-anak itu setiap malam ada di depan sana. Bisa sampai pagi."

Apa yang ada di benakmu tentang hal ini? Tentang dunia anak yang hilang karena kemiskinan. Aku cuma bisa merasa kasihan, dan berdoa untuk hidup mereka agar bisa menjadi baik, tanpa bisa berbuat apa-apa. Ada begitu banyak anak dalam dunia seperti ini. Anak-anak yang terperangkap dalam dunia yang seharusnya bukan milik mereka, dunia anak milik mereka hilang karena kemiskinan... Duh!


Salam,
error


Comments

  1. ya mba sedih banget kalau lihat mereka, tapi siapa yang harus disalahkan??

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya itu akhirnya jadi sebuah kesedihan, mbak. ga ada tindakan yang nyata bisa menghadirkan dunia anak secara nyata untuk mereka... :'(

      Delete
  2. mungkin bukan hilang, tapi berubah kak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau menurutku, berubahnya menjadi dahsyat begitu, ya hilang... :'( menyedihkan...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...