Skip to main content

error,"Oh ibu dan ayah, anakmu mengantuuuk..!!"

Mengantuk? Ya tidur saja. Yup, betul banget. Mengantuk? Ya tidur! Tapi bagaimana kalau si anak yang masih balita mengantuk di motor? Posisi dibonceng di belakang, sendirian, mata si anak mulai kedap kedip mengantuk, laluuu...? Oops, ga mau deh membayangkan hal buruk.

Seringkali sewaktu gue pergi berkendara di jalan raya, gue lihat ibu atau bapak memboncengkan anak yang masih balita dengan sepeda motor, dengan posisi anak di belakang. Aduh, bayangin aja, anak itu masih kecil, tangannya pun ga bisa memeluk ibu atau bapak sepelukan utuh! Ya ga siih, ibu atau bapak kan lebar, gitu loh! Sedangkan tangan si anak yang kecil imut itu panjangnya ga sampai selingkarang tubuh ibu atau bapaknya! Dalam keadaan mengantuk, pegangan atau pelukannya pasti melemah, dan pasti itu bahaya banget! Geregetan melihat keadaan demikian. Apakah harus celaka terlebih dahulu baru si ibu atau bapaknya sadar bahwa itu berbahaya? Ga safety banget, gitu loh...

Bukan karena sok care atau sok sayang, tapi memang kita sebagai orangtua pastilah sayang terhadap anak. Dengan alasan apa pun, apa ga ada tindakan yang lebih aman dibanding itu? Gue bukan orang yang ahli dalam bidang safety, tapi rasanya miris melihat anak terkantuk-kantuk di motor boncengan belakang sendirian. Yang udah tua aja bahaya kok kalau mengantuk di boncengan motor. Solusinya sih sebetulnya gue juga ga tahu ya, cuma mungkin lebih bagus kalau anak balita gitu dibonceng di depan aja kali ya, atau ya menunggu anak tersebut ga mengantuk, atau yaa, ada orang dewasa yang tidak mengantuk yang menjaga di boncengan belakang. Gue sendiri sih, membonceng anak selalu di depan sewaktu mereka masih kecil. Khawatir tuh anak jatuh...

Sekedar cerita tentang miris...

salam senyum,

error

Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...