Skip to main content

error,"Siapa memindahkan dan menyembunyikan kalung?"

"Bikin kalung, Ma?", tanya Ngka sebelum dia pamit pergi ke rumah sahabatnya.

"Yup", jawabku.

"Udah lama Ngka ga lihat Mama bikin kalung", katanya lagi.

"Ma, bagus", kata Esa tersenyum, dan kujawab dengan senyum juga. Pink ikut memperhatikan aku yang sedang merangkai kalung.

Akhirnya selesai sudah kalung pertama, lalu aku lanjutkan kalung ke-dua. Aku sama sekali tak beranjak dari dudukku. Sebuah kesibukan yang asyik, untukku. Selesai sudah 2 kalung, aku ingin mencobanya. Tapi...

"Sa, lihat ga kalung yang 1?", tanyaku pada Esa.

"Lah kan sama Mama", jawabnya.

"Ga ada. Tadi sesudah selesai dirangkai, ya Mama letakkan di sini", ujarku sambil menunjuk wadah tempat kalung yang sudah selesai.

"Memangnya ga ada?", tanya Esa.

"Ga ada. Mama kan ga kemana-mana. Mama dari tadi cuma duduk di sini, ga geser", jawabku.

"Pink, kamu ngumpetin kalung Mama? Jangan iseng", kata Esa.

Pink yang sedang asyik mengetik menjawab,"Gaaaaa".

Aku sibuk mencari kalung yang pertama selesai dirangkai, tapi tidak ketemu juga. Esa ikut sibuk mencari, tapi tidak juga menemukannya. Pink juga ikut-ikut melongok kolong kursi, tetap saja kalung itu tak ada. Aneh, karena aku tak bergeser dari tempatku duduk saat merangkai. Lumayan lama kami mencari kalung itu. Ufh, kok bisa ya menghilang?

Lelah mencari, aku beranjak ke ruang tengah, mau mengambil buku yang kuletakkan di atas mesin jahit kemarin. Dan...

"ESAAAA...! Ni kalungnya!", teriakku.

Esa kaget, dan tergopoh menuju ke arahku. Dilihatnya kalung yang kami cari ada di sana, ditutupi tas ransel! Berpandang-pandanganlah aku dan Esa. Merinding tubuhku. Hiiii.., siapa yang memindahkan dan menyembunyikan kalung ini? Lagi-lagi dunia lain ikut bermain... Haduh!

Dan saat Ngka pulang, aku tanyakan apakah dia mengambil dan menyembunyikan kalung karena iseng, Ngka menggeleng, dan menjawab,"Tadi Ngka berangkat tuh kalung kan belum selesai dirangkai".

Jadi, siapaaaaa??? Hiiii....!

***





















Comments

  1. Ada mahluk halus di rumah ya, Mba? Mahluk berkulit halus. Hahahah


    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, ada mbak, halus-halus, kayak tepung, bedak, hehehe :D

      Delete
  2. wah siapa tuh mbak yang memindahkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. ga tau, mbak... lah ga ada yg memindahkan... tau2 pindah sendiri

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...