Skip to main content

error bercerita,"Hai, aku Err... Jangan takut"

Hai, namaku Err. Aku baru pindah ke sini. Di sini dingin, tidak seperti tempat tinggalku sebelumnya. Di sini ramai, tapi suasananya terasa sepi. Jauh berbeda dengan tempat tinggalku dulu.

"Owh hai, kun...!!", seruku pada seorang teman yang tinggal di seberangku. Tapi seperti biasa, dia cuma tertawa mengikik. Teman yang aneh.

"Gen!! Mau kemana?", aku berseru ramah pada seorang teman yang lewat, tapi dia cuek saja, sama sekali tidak memperdulikanku.

Tempat ini aneh, tapi aku berusaha beradaptasi dengan suasana yang ada. Di sini, suasana malam pun berbeda. Banyak anak kecil berkeliaran, berlari-lari, bermain. Orangtua macam apa yang mengijinkan anaknya masih bermain di malam hari? Seharusnya mereka beristirahat, tenang di rumah, berada di tempat yang hangat, bukan malah bermain di luar rumah, berlari-lari, dan berteriak-teriak. Dan masih banyak lagi mereka yang riwa-riwi di luar rumah. Tertawa-tawa, dan ada juga yang hanya diam di luar rumah. Gelap, keadaan gelap, tapi tetap tak berpengaruh di sini. Aku beradaptasi...

"Hai, kamu siapa?", suara lembut menyapaku.

"Mbah? Mbah tinggal di mana?", tanyaku.

"Di sana, tapi di rumah sedang sibuk ada pengajian. Mbah keluar saja. Nanti kalau sudah selesai, Mbah masuk lagi", jawabnya.

Berbincang dengan mbah yang tak kuketahui namanya, ternyata amat menyenangkan. Teman pertamaku! Mbah yang baik. Dia bercerita tentang anak-anaknya yang sibuk, dan tak sempat bertandang ke rumahnya, hingga si Mbah digusur, dan sekarang berada di tempat ini.

Tempat yang aneh, baru seminggu aku ada di sini, sejak aku jatuh dari jembatan layang setelah bapak tiriku memperkosaku... Tempat yang aneh... Dan kulihat kun berada di sana, di seberang pohon tempat tinggalku, di puncak tertinggi pohon mangga sambil tertawa, "Hihihihihi....!", dan aku hanya diam...

Hai, jangan takuuuut, aku cuma Err, yang diam, tak dapat kau sentuh...

****










Comments

  1. waaaaaaaaaaaaaaa..... hiiiii.... ga mau ngebayangin.... ga mau ngebayangin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi, jangan dibayangin, jangan dibayaaangiiiin....

      Delete
    2. udah ga ngebayangin... :P #melleet

      Delete
    3. jangan ngebayangin, jangan ngebayangiiiin... # tutup muka...

      Delete
  2. Nit, ni ceritanya ngobrol sama orgil, gitu? Hiii...takut juga sih ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi, bukan bunda, tapi ini dunia lain... si kun tuh kuntilanak, gen tuh genderuwo... dan sni mbah2 itu ya yg gentayangan juga :D

      Delete
  3. waduh jatuh dari jembatan layang mbak, jadi gentayangan

    ReplyDelete
  4. Wkwkwkw...kalo ga baca comment, ga ngerti kalo ceritanya ttg dunia itu...*tepok jidat*

    ReplyDelete
    Replies
    1. wuehehehe, hihihi... untung baca komen ya mbak Tabitha :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...