Skip to main content

Bahagia Itu Sederhana Dan Banjir!


Banjiiir! Banjir masuk rumah. Anak-anakku, Ngka, Esa, Pink, masih kecil. Ngka kelas 1 SD, Esa belum sekolah, apalagi Pink, masih kecil. Air banjir yang berwarna seperti susu cokelat masuk ke dalam rumah. Ga tegalah emak yang satu ini membiarkan anak-anak terkena air banjir. Banjir ga tinggi sih masuk ke dalam rumah, ‘hanya’ sebatas betis. Tapi terbayang di otak ini setinggi apa untuk anak sekecil anak-anakku. Ga deh, jangan main air banjir, ya sayang.

Aku ajak tiga anakku duduk di tempat tidur. 

“Ayo Ngka, Esa, Pink, kita naik kapal! Kakinya jangan turun ke bawah! Kaki jangan kena air! Hati-hati, ada ikan paus! Hati-hati ada ikan hiu! Ayo kita dayung, dayung, dayung! Lihat, ada ikan duyung di ujung sana!” Itu yang kukatakan pada Ngka, Esa, dan Pink. 

Kami tertawa-tawa di atas tempat tidur. 

“Mamaaaa, itu ikan hiu! Awas kaki!” Ngka berteriak. 

“Hiiii, ikan hiu!” Teriak Esa, dan Pink. 

Suasana gembira tercipta di kamar.

Saatnya makan siang, aku turun dari tempat tidur, tapi dengan pesan,”Kakimu jangan kena air! Kalau Mama kakinya besar! Ikan hiu takut sama Mama. Ayo kakinya jangan turun.” 

Lalu aku ke dapur, menyiapkan makan untuk tiga anakku yang imut-imut.

“Makan siap, komandan! Makan siap, kapten! Ayo kita makan!” 

Kuletakkan piring, lauk, dan nasi di atas tempat tidur. 

“Mama, kita piknik di kapal, ya?” Tanya Ngka. 

Aku tertawa mendengar pertanyaan Ngka, lalu menjawab,”Yup! Kita piknik di kapal, keliling dunia! Horrree, kita keliling dunia!” Seruku sambil bertepuk tangan, yang diikuti teriakan serta tepuk tangan Ngka, Esa, dan Pink. “Horrree, horree! Pikniiik!”

Itu yang kulakukan saat banjir masuk ke dalam rumah saat mereka masih kecil. Mengajak mereka berimajinasi piknik di kapal, mengarungi laut, samudera, berkhayal ada ikan paus, ikan hiu, ikan duyung. Banjir ga menjadi hal buruk, tapi malah menjadi hiburan tersendiri, dan anak-anakku terjaga, ga berkecipak-kecipuk di air banjir yang kotor.

Ada lagi cerita banjir. Daerah perumahan kami tinggal memang rajin didatangi banjir. Waktu itu Pink sudah TK A, Esa TK B, Ngka kelas 3 SD. Aku menjemput mereka pulang sekolah, tiga-tiganya sekaligus, naik motor. Jalanan banjir. Aku ga tau bahwa jalan yang kulewati itu ternyata air banjirnya tinggi sekali, hingga masuk ke knalpot. Motorku tewas dengan sukses. Tiga anak ada di atas motor, tiba-tiba aku dikejutkan suara teriakan,”Mamaaaaaa, Pink takut! Takut ikan hiuuuu! Huwaaaa!”

Hahahaha, aku tertawa ngakak! Otomatis Pink terdiam mendengar tawaku yang keras, dan ga bisa berhenti. 

“Mama kok malah ketawa?” Tanya Pink keheranan.

Kujawab,”Ikan hiunya ga ada, pada main jauh. Bosan kan main di sini terus.” Bohong yang mujarab! Pink berhenti menangis.

Dengan Ngka, Esa, Pink, duduk manis di motor, kudorong motor. Tenang, aku kuat, kok. Ada tenaga Gatot Kaca bersarang di otot. Sumpah, beraaaat! Apalagi sewaktu melewati polisi tidur. Dalam hati kuberpikir,”Kalau udah selesai banjir, gue bongkar nih polisi tidur!” 

Segenap tenaga kukerahkan sambil tetap mengajak Ngka, Esa, Pink, bernyanyi,”Berlabuh, berlabuh, buang lelah, dan sauh.”

Dorong mendorong motor usailah sudah. Sampai juga di rumah dengan selamat, sentosa, dan merdeka!


Banjir memang ga nyaman, apalagi memiliki anak-anak yang masih kecil. Tapi tetap bisa jadi hal yang indah kalau berpikir bahwa ini adalah indah. Aku hanya ingin anak-anakku tetap bisa menikmati dengan bahagia di setiap kejadian hidup. Banjir ini pembelajaran untuk kami agar bisa santai menyikapi apa pun yang terjadi. Bisa menikmati apa pun yang ada. Bahagia memang sederhana, kan? Tapi tetap aku berharap, berdoa, jangan banjir lagi. 

Salam Senyum,
Nitaninit Kasapink

Comments

  1. Hha judulnya kocak juga ya bahagia itu sederhana dan bajir :D tapi memang benar sih kadang di kala banjir anak-anak malah senang :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi, iya, bahagia itu terjadi setiap saat, tinggal gimana kita memandang kejadian yang terjadi aja. Mau menganggap sebagai kebahagiaan, atau menganggap sebagai musibah?

      Delete
  2. Wkwkwkw bayangin Pink, Esa dan Ngka main kapal-kapalan jd ketawaa sendiri mbaak. Anak kecil emang menyenangkan bangeett, sederhananya bahagiaa bisa merubah hal-hal gak menyenangkan seperti banjir jd super asik dan penuh tawa. hehehe. . superr mom banget mbak nita, saluuut :D Salam kenaal mbak yaa. .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, Mbak :)
      Hihihi, anak-anak memang penuh keceriaan ya, Mbak. Sederhana berimajinasi, luas bahagia jadinya :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...