Dunia mati adalah dunia yang kosong. Hanya ramai dengan segala hal yang tidak bisa diraba dan tidak bisa dilihat olehmu. Sepi, bukan hening. Senyap, bukan tenang.
Dunia mati memberiku sebuah kenyataan bahwa aku tidak lagi berada bersamamu dalam kehidupan. Menjelajah dunia mati sendiri, tanpa siapa-siapa. Hendak memanggil orang-orang yang kusayang, tak bisa. Mereka tak mendengarku. Aku bingung karena tak mengenal tempat ini.
Dunia mati ini kosong. Aku merasa sendirian, dan memang hanya sendiri. Tak mengenal siapa-siapa. Diam melihat ke sekeliling, tak bicara pada siapa pun. Di sudut sana kulihat sosok nenek menangis. Di sisi sini kulihat sosok lelaki kecil terlihat kebingungan. Juga sosok anak kecil yang berlari bersimbah darah.
Hidup di dunia penuh cahaya sudah selesai. Dunia mati adalah penggantinya. Gelap, kelam, suram. Di mana cahaya berpendar yang penuh pelangi? Bukan untukkukah?Berjalan ke sana dan ke sini, amat melelahkan! Hingga akhirnya aku pergi ke pantai ini. Berdiam di sini, melalui hari dengan memandang laut, bermain pasir, menikmati angin dan matahari, juga mengingat masa lalu.Hmm, masa lalu yang pernah kujalani bukan masa lalu yang manis. Tapi juga bukan semuanya berisi hal pahit. Walau ada banyak hal pahit ada di dalam kisahku, hingga akhirnya aku dimutasi ke sini.
Hai, jangan mengernyitkan dahi karena kukatakan mutasi ke dunia mati! Bukankah dunia hidup memang hanya untuk sementara saja? Lalu berhenti, mutasi ke dunia ini, dunia kematian.Saat masih ada di dunia hidup, aku takut melihat hantu! Banyak hantu, arwah yang datang dan terlihat oleh mataku. Siapa bilang aku berani melihat penampakan-penampakan itu? Oh, tidak! Aku ketakutan setengah mati! Hanya saja lama-lama terbiasa. Terbiasa takut, maksudku.Sekarang setelah aku berada di dunia mati, aku memutuskan untuk tidak menampakkan diri pada mereka yang masih hidup. Tidak, tidak, itu jahat sekali! Lagi pula aku juga tidak mau melihat mereka terkencing-kencing karena ketakutan melihatku.
Dulu aku seorang yang dipenuhi kasih keluarga. Masa kecilku amat bahagia! Bermain, melakukan apa pun yang kusuka, menjalankan hobi yang kumiliki, dan juga belajar sesuai dengan inginku. Tidak ada pemaksaan dari orang tua. Aku anank kecil yang pendiam tapi cerewet. Cerewet di dalam hati sendiri. Hanya bicara jika memang itu mengganggu rasa ingin tahuku saja.Masa remajaku pun membahagiakan. Mengajar menari dan membaca puisi untuk anak-anak yang bertempat tinggal di sekitar rumah.
Hingga akhirnya mengenal Su, yang lalu menjadi suami. Dia lelaki terkasih yang pernah ada dalam hidup masa lalu.Setelah mengenalnya beberapa waktu, kami menikah. Aku dan Su. Lalu sifat dan sikapnya berubah. Semakin hari semakin terlihat memusuhiku. Entah kenapa, jangan tanyakan hal itu padaku.
Aku tak lebih hanya seorang perempuan yang patut dihina menurutnya. Bodoh, jelek, dan tak berharga. Sering kali terpikir, mengapa dia memilihku kalau memang bodoh, jelek, dan tak berharga? Entahlah. Pernah bertanya padanya tentang hal itu, dan jawaban yang kuterima hanya,"Memang kamu bodoh. Memang kamu jelek, tidak seperti yang lain, memang kamu tidak berharga."Sakit hatikah aku? Ya, amat sangat! Tapi tak mendendam. Dendam hanya hal buruk yang menjadi racun dalam hidup. Tapi kesakitan karena ucapannya amat terasa memedihkan.
Apa pun yang kulakukan, menurutnya adalah salah dan bodoh! Pilihanku terhadap sesuatu, norak! Dan masih banyak lagi.Air mata turun setiap kali mengingat itu. Tapi aku hanya diam, tak pernah menjawab. Hingga akhirnya di satu hari dia meninggalkanku dan tak pernah kembali lagi. Entahlah harus disyukuri atau bersedih. Tapi terasa melegakan saat dia pergi tanpa salam.
Dimulailah hidup baru tanpa kehadiran Su. Hari yang tenang tanpa bentakan, makian, tanpa ketegangan dan ketakutan yang biasanya merenggut damai milikku.
Sedang menikmati kedamaian yang baru saja kudapat, kejadian-kejadian mengejutkan lain pun berdatangan. Berkaitan dengan Su. Deb kolektor berdatangan ke rumah! Telepon rumah berdering terus-menerus, begitu juga telepon genggam miliknya yang ditinggal. Kemudian menyusul telepon genngamku pun berbunyi. Entah mereka dapat nomorku dari mana. Ancaman demi ancaman datang padaku. Beberapa menunggu di depan rumah, menggebrak pagar, berteriak-teriak memanggil dengan cara amat tak sopan. Aku berusaha tak peduli, tapi tetap saja itu mengganggu. Hingga di satu malam saat aku pulang dari bekerja, seseorang datang menghampiri. Perempuan manis berambut panjang. Dia tersenyum padaku.
"Err?"
"Ya. Mbak siapa?"
Tiba-tiba saja aku merasakan perih yang dalam di perut sebelah kiri, lalu dada kiri terasa panas. Tubuhku limbung. Jatuh di depan pagar rumah yang belum sempat kubuka gemboknya.
Bayangan perempuan itu semakin samar. Perempuan manis yang tak kukenal, bahkan hingga saat ini pun aku tak mengenalnya. Senyum manisnya masih tergambar dalam ingatan.
"Jangan mengganggu Su! Sekarang dia milikku!"
Kemudian gelap menyergapku.
"Err."
Lamunanku terhenti. Bless!
"Sedang apa?"
Kupeluk Bless erat.
"Jangan pergi dariku, berjanjilah."
"Ya, aku berjanji."
Hai, aku, Err. Pernah berada di dunia hidup yang penuh cahaya, tapi semua itu berhenti setelah perut dan jantungku ditikam oleh perempuan yang tak kukenal, tapi menyebut-nyebut nama Su.
Dia, Bless, hantu lelaki gagah yang selama ini mendampingiku. Dia yang selalu menenangkanku. Aku tak pernah tahu tentang masa lalunya.
Kami berada di dunia mati.
Kamu yang berada di dunia hidup, seperti apakah kisahmu? Tengah malam nanti aku dan Bless akan datang untuk mendengarkan kisahmu.
Nitaninit Kasapink
Dunia mati memberiku sebuah kenyataan bahwa aku tidak lagi berada bersamamu dalam kehidupan. Menjelajah dunia mati sendiri, tanpa siapa-siapa. Hendak memanggil orang-orang yang kusayang, tak bisa. Mereka tak mendengarku. Aku bingung karena tak mengenal tempat ini.
Dunia mati ini kosong. Aku merasa sendirian, dan memang hanya sendiri. Tak mengenal siapa-siapa. Diam melihat ke sekeliling, tak bicara pada siapa pun. Di sudut sana kulihat sosok nenek menangis. Di sisi sini kulihat sosok lelaki kecil terlihat kebingungan. Juga sosok anak kecil yang berlari bersimbah darah.
Hidup di dunia penuh cahaya sudah selesai. Dunia mati adalah penggantinya. Gelap, kelam, suram. Di mana cahaya berpendar yang penuh pelangi? Bukan untukkukah?Berjalan ke sana dan ke sini, amat melelahkan! Hingga akhirnya aku pergi ke pantai ini. Berdiam di sini, melalui hari dengan memandang laut, bermain pasir, menikmati angin dan matahari, juga mengingat masa lalu.Hmm, masa lalu yang pernah kujalani bukan masa lalu yang manis. Tapi juga bukan semuanya berisi hal pahit. Walau ada banyak hal pahit ada di dalam kisahku, hingga akhirnya aku dimutasi ke sini.
Hai, jangan mengernyitkan dahi karena kukatakan mutasi ke dunia mati! Bukankah dunia hidup memang hanya untuk sementara saja? Lalu berhenti, mutasi ke dunia ini, dunia kematian.Saat masih ada di dunia hidup, aku takut melihat hantu! Banyak hantu, arwah yang datang dan terlihat oleh mataku. Siapa bilang aku berani melihat penampakan-penampakan itu? Oh, tidak! Aku ketakutan setengah mati! Hanya saja lama-lama terbiasa. Terbiasa takut, maksudku.Sekarang setelah aku berada di dunia mati, aku memutuskan untuk tidak menampakkan diri pada mereka yang masih hidup. Tidak, tidak, itu jahat sekali! Lagi pula aku juga tidak mau melihat mereka terkencing-kencing karena ketakutan melihatku.
Dulu aku seorang yang dipenuhi kasih keluarga. Masa kecilku amat bahagia! Bermain, melakukan apa pun yang kusuka, menjalankan hobi yang kumiliki, dan juga belajar sesuai dengan inginku. Tidak ada pemaksaan dari orang tua. Aku anank kecil yang pendiam tapi cerewet. Cerewet di dalam hati sendiri. Hanya bicara jika memang itu mengganggu rasa ingin tahuku saja.Masa remajaku pun membahagiakan. Mengajar menari dan membaca puisi untuk anak-anak yang bertempat tinggal di sekitar rumah.
Hingga akhirnya mengenal Su, yang lalu menjadi suami. Dia lelaki terkasih yang pernah ada dalam hidup masa lalu.Setelah mengenalnya beberapa waktu, kami menikah. Aku dan Su. Lalu sifat dan sikapnya berubah. Semakin hari semakin terlihat memusuhiku. Entah kenapa, jangan tanyakan hal itu padaku.
Aku tak lebih hanya seorang perempuan yang patut dihina menurutnya. Bodoh, jelek, dan tak berharga. Sering kali terpikir, mengapa dia memilihku kalau memang bodoh, jelek, dan tak berharga? Entahlah. Pernah bertanya padanya tentang hal itu, dan jawaban yang kuterima hanya,"Memang kamu bodoh. Memang kamu jelek, tidak seperti yang lain, memang kamu tidak berharga."Sakit hatikah aku? Ya, amat sangat! Tapi tak mendendam. Dendam hanya hal buruk yang menjadi racun dalam hidup. Tapi kesakitan karena ucapannya amat terasa memedihkan.
Apa pun yang kulakukan, menurutnya adalah salah dan bodoh! Pilihanku terhadap sesuatu, norak! Dan masih banyak lagi.Air mata turun setiap kali mengingat itu. Tapi aku hanya diam, tak pernah menjawab. Hingga akhirnya di satu hari dia meninggalkanku dan tak pernah kembali lagi. Entahlah harus disyukuri atau bersedih. Tapi terasa melegakan saat dia pergi tanpa salam.
Dimulailah hidup baru tanpa kehadiran Su. Hari yang tenang tanpa bentakan, makian, tanpa ketegangan dan ketakutan yang biasanya merenggut damai milikku.
Sedang menikmati kedamaian yang baru saja kudapat, kejadian-kejadian mengejutkan lain pun berdatangan. Berkaitan dengan Su. Deb kolektor berdatangan ke rumah! Telepon rumah berdering terus-menerus, begitu juga telepon genggam miliknya yang ditinggal. Kemudian menyusul telepon genngamku pun berbunyi. Entah mereka dapat nomorku dari mana. Ancaman demi ancaman datang padaku. Beberapa menunggu di depan rumah, menggebrak pagar, berteriak-teriak memanggil dengan cara amat tak sopan. Aku berusaha tak peduli, tapi tetap saja itu mengganggu. Hingga di satu malam saat aku pulang dari bekerja, seseorang datang menghampiri. Perempuan manis berambut panjang. Dia tersenyum padaku.
"Err?"
"Ya. Mbak siapa?"
Tiba-tiba saja aku merasakan perih yang dalam di perut sebelah kiri, lalu dada kiri terasa panas. Tubuhku limbung. Jatuh di depan pagar rumah yang belum sempat kubuka gemboknya.
Bayangan perempuan itu semakin samar. Perempuan manis yang tak kukenal, bahkan hingga saat ini pun aku tak mengenalnya. Senyum manisnya masih tergambar dalam ingatan.
"Jangan mengganggu Su! Sekarang dia milikku!"
Kemudian gelap menyergapku.
"Err."
Lamunanku terhenti. Bless!
"Sedang apa?"
Kupeluk Bless erat.
"Jangan pergi dariku, berjanjilah."
"Ya, aku berjanji."
Hai, aku, Err. Pernah berada di dunia hidup yang penuh cahaya, tapi semua itu berhenti setelah perut dan jantungku ditikam oleh perempuan yang tak kukenal, tapi menyebut-nyebut nama Su.
Dia, Bless, hantu lelaki gagah yang selama ini mendampingiku. Dia yang selalu menenangkanku. Aku tak pernah tahu tentang masa lalunya.
Kami berada di dunia mati.
Kamu yang berada di dunia hidup, seperti apakah kisahmu? Tengah malam nanti aku dan Bless akan datang untuk mendengarkan kisahmu.
Nitaninit Kasapink
x
tinggalin jejak dulu buat baca serialnya :D
ReplyDeleteTerima kasih, @deddyhuang.com
DeleteSalam,
Nitaninit Kasapink.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAku pernah mikir err dibunuh oleh su.. Ternyata malah orang lain yg samasekali ga dikenal err yaaa :( .. Aku baca ini agak bawa perasaan sepertinya.. Kok jd sedih pas sudah tau kenapa err meninggal :(
ReplyDeleteIya, Err meninggal karena orang yang ga dia kenal, Mbak. Tragis.
Delete