Skip to main content

(24) Err Dan Bless, Dendang Kita

Belum pernah terpikir akan meninggalkan pantai berpasir hangat beserta laut luas yang membentang. Butir-butir pasirnya mengenalku, begitu juga setiap tetes airnya! Bertahun berada di sini mengisi hari, tak sedetik pun bosan menikmati semuanya. 

Sejak dulu semasa masih di dunia hidup, aku sering ke sini, ke pantai ini. Pantai ini menyimpan air mataku, tawaku, juga senyum yang kumiliki. Hampir seluruh jalan hidupku ditumpahkan di sini. Masa kecil, remaja, hingga dewasa, sering bermain ke sini.

Dan sekarang aku berada di sini bersama Bless, lelaki besarku yang penuh kasih. Duduk di butiran pasir yang menghampar, diselimuti hangatnya mentari.

Kakiku menggali pasir, lalu menimbunnya. Bless memainkan  pasir dengan jari telunjuknya.

"Bless, apa hobimu?"

"Hobi? Aku suka bernyanyi."

"Oh ya?"

"Ya. Dulu aku suka berkumpul dengan teman-teman, main gitar, bernyanyi sama-sama."

"Oh ya?"

"Ya. Apa hobimu, Err?"

"Aku? Membaca, menulis, dan menikmati lagu."

"Menikmati lagu?"

"Ya, hanya sebagai penikmat. Aku tak bisa menyanyi, tak hafal lirik lagu."

Bless tertawa  terbahak.

Aku suka melihatnya tertawa. Garis wajahnya terlihat ceria dan lepas, bebas.

"Aku suka lagu Beautiful Girl, Bless. Dulu aku berkhayal lagu itu dinyanyikan khusus untukku. Membayangkan sebuah jendela besar terbuka lebar, aku duduk di kursi menghadap pemandangan di luar. Seseorang menyanyikan lagu itu untukku. Khusus untukku. Ya, Bless, khusus untukku!"

Mataku menerawang jauh ke depan.

"Pernahkah seseorang menyanyikan lagu itu untukmu, Err?"

Bless menyentuh bahuku lembut.

Aku tertawa lirih, menggeleng pelan.

"Tidak pernah ada."

Aku tertawa geli mengingat khayalan masa lalu.

"Aku membayangkan, akulah si beautiful girl!"

Bless tertawa keras.

Aku menabok pelan lengannya.

"Dulu aku sering menyanyikannya sambil berkhayal ada seorang lelaki hadir dalam kehidupanku. Lembut,memesonaku."

Tawanya semakin keras.

"Jangan menertawakanku, Bless. Aku serius, aku ingin ada yang menyanyikannya untukku."

Wajahku berubah menjadi serius.

"Ya, ya, aku serius. Aku bukan menertawakan keinginanmu, tapi menertawakan mereka semua yang tak pernah tahu bahwa kamu ingin dinyanyikan lagu itu, Err."

Aku tersenyum padanya. Bless, lelaki besarku yang luar biasa! Entah kenapa menurutku dia selalu punya pemikiran berbeda.

Waktu berjalan lambat. Aku sibuk menghitung butiran pasir yang memang tak pernah mungkin bisa selesai dihitung. Sedangkan Bless sedang asyik dengan pikirannya sendiri. Kulihat senyumnya digaris dalam bibir.

Laut amat tenang tanpa ombak besar. Angin pun lirih berdesir. Tak ada keramaian di sini. Sunyi, tenang, amat menyenangkan!

Pasir ini hangat,  seakan bisa menghangatkan dinginnya dunia yang sedang kujalani. Sinar matahari memancar tapi tak memanggang.

Hei, ini hari yang sempurna!

"Yuk kita ke batu karang besar di sana, Err."

Bless menggandeng tanganku, membimbing berjalan ke arah batu karang besar.

Ombak yang berlari, saling bersahutan. Ada beberapa burung terbang melintas di langit. Damai sekali pantai!

"Duduklah di sini. Jangan bergerak. Tersenyum. Ayo tersenyum sekarang. Ya, pas! Jangan lepas senyummu!"

Bless berkata sambil tersenyum memandangku yang menahan tawa.

Angin laut mengusap kulitku dengan lembut. Rambutku yang sebatas leher dikibarkannya. Gaun hitamku juga ditiup angin.

Perlahan kudengar senandung sebuah lagu. Beautiful girl! Itu laguku!

Bless tenang menatap laut, senandung itu berasal  darinya. Bless menyenandungkan lagu yag kusuka! Lagu yang sejak dulu ingin kudengar didendangkan khusus  untukku.

Kupeluk Bless erat-erat!

"Kamu tahu, Err? Dendang ini untukmu."

"Ya, aku tahu. Terima kasih, Bless."

Pelukanku semakin erat padanya. Bless, my big guy, dia lelaki yang baik, penuh perhatian, penuh kasih. Dulu semasa masih berada di dunia penuh cahaya kehidupan, tak kutemui seseorang seperti dia. Tapi sekarang di dunia mati tanpa kehidupan, justru kutemukan sosok Bless yang luar biasa mengasihiku!

"Jangan tinggalkan aku, ya?"

Bless mempererat pelukannya. Sedangkan aku? Tentu saja makin masuk dalam pelukan dinginnya yang menenangkan.

Apakah kamu yang berada di dunia penuh cahaya kehidupan merasakan hal yang sama sepertiku? Tenang dan merasa menjadi perempuan istimewa karena kasih yang dilimpahkan tulus memenuhi cerita yang dijalani.

Atau kamu malah merasakan hal yang sama sepertiku saat berada di dunia yang sama denganmu? Berharap mendapat dendang lagu yang memang ditujukan untukku, tapi tak pernah mendapatkannya.

Kamu dan kamu yang berada di dunia hidup penuh cahaya berlimpah, berdendanglah untuk yang terkasih. Tak harus menjadi penyanyi bersuara merdu, tapi berikan dengan sepenuh kasih yang tulus. Makna kasihmu pasti akan diterima dengan getar kasih yang membahagiakan.

Aku, Err. Dia, Bless. Jangan pertanyakan kami ada atau tidak. Jika satu hari nanti kamu mendengar suara angin mendesau, itu adalah kami yang sedang saling mendendangkan lagu penuh kasih.

Satu hari nanti, kami akan mendendangkannya untukmu, kalau kamu masih saja menutup suara kasihmu untuk dia, orang terkasihmu.



Nitaninit Kasapink




















Comments

  1. Aghhh udh lama ga baca err bless.. Baru bisa baca lg mba :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, jarak antara seri ke-23 dan 24 memang lama, Fann :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI