Skip to main content

error dan error,"Saat error hilang"

Ada saat gue merasa benar-benar full tank di otak, malah overloaded. Ga bisa lagi berpikir karena terlalu penuh. Hari-hari biasa gue isi dengan membaca n menulis di sela-sela sibuknya hari bersama Ngka, Esa, Pink, dan kerja. Dalam sehari menulis dan menulis, dan asik banget. Dalam sehari kalau ga nulis, serasa ada hutang yang nagih dan nagih. Tapi sewaktu kepala dan hati dipenuhi tentang Pink yang masih saja muntah darah, dan begitu banyak hal lain yang ikut menggedor hidup, gue tepar... Dan memutuskan untuk berhenti beberapa jenak dari rutinitas yang dijalani. 
Di kantor gue memilih untuk pergi ke luar dari lokasi, alias ga diam di meja. Gue seling kerjaan meja sewaktu jam kerja hampir selesai. Untungnya bos gue mau ngerti itu, dan untungnya memang ada kerjaan di luar yang harus diselesaikan. Gue harus entengin otak, itu yang gue jalanin.

Menulis pun jadi kena sasaran. Gue cuti dari menulis. Cuma di jejaring sosial gue nulis yang se-encrat se-encret alias nulis status aja. Ga lebih dari itu. Padahal pas di saat itu ada banyak hal yang seharusnya gue tulis! Tapi gue singkirkan.
Dua rutinitas sudah terhenti sejenak, ada datang sedikit kerjaan dari teman yang butuh bantuan. Ga mungkin menolak, karena ini urusan 'perut' yang datang selingan. Garaaaap! Lalu otak muai terengah-engah lagi...

Pink dan auto imunnya membuat gue sedih, tapi gue ga boleh sedih, karena gue cuma mau anak-anak gue tersenyum dalam setiap kondisi yang ada. Jadi gue tetap tersenyum. Tentang Pink dan auto imun dan pengobatannya benar-benar membuat otak serasa kram, tapi menghitung mundur untuk meledak! Pink yang tenang dalam laporan di message nya, Ma, muntah darah lagi. Ditambah icon senyum di akhir kalimat membuat airmata rasanya bukan hanya hendak turun, tapi melesat kemana-mana lewat setiap pori-pori! Aaargh...! Gue memang ikhlas, apapun itu, yang terbaik untuk Pink, amin. Tapi gue merasa gue belum maksimal berbuat untuk Pink...

Dalam macetnya otak, hanya ada 1 hobi yang meronta-ronta minta eksis, yaitu tancap gas dalam-dalam, dan sesedikit mungkin gunakan rem. Semua emosi berteriak di jalanan yang ramai. Yeeaaa!! Dan terbayang asap rokok yang dulu mengepul, tapi masih bisa kutahan dan berkata,"Gue ga ngerokok, gue sehat". Cuma kopi yang akhirnya gue sentuh. Padahal 2 hal itu, rokok dan kopi, sudah resign dari hidup gue. Biarpun cuma kopi susu, itu sama aja, kopi! Hehehe, kopi gue dulu tuh kopi hitam pahit tanpa gula.

Saat ini kepala gue agak enteng sedikit, dan lumayan nyantai, jadi gue coba untuk menulis sedikit di blog ini. Jujur, gue kangen menulis.

Semoga otak gue ringan dan lega, juga hati gue bisa lapang, jadi bisa menjalankan aktivitas seperti biasa, dan mulai menulis lagi...

*******************************



Comments

  1. pantesan kok selaama ini sepi...Biasanya mbak rajin nulis. sabar ya mbak. baca tulisanmu, aku jadi merasa bebanku enggak ada apa-apa. kadang-kadang otakku ini pengen meledak rasanya.., tapi ya itulah...ternyata, hidup yang kita berat, tidak lebih berat dari orang lain yang hadapi. sabar dan keep strong ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, aku menenangkan otak yang ribuut banget, dan mengosongkan isi otak yang padat banget ini... Aku putuskan cuti dari rutinitas supaya lebih ringan.
      tetap senyuuum mbaaak, jangan jadi menyerah...
      makasiiih ya mbak... ;)

      Delete
  2. Hallo Mbk, aku datang lagi. Apa kabar ponakan-ponakan ku.

    Hehehee,,, hemmm lagi kecanduan nulis ya....

    Sabar aja, gunakan waktu yang efisien untuk melakukannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. haaaay...! hihi, ketemu lagiii... ponakan-ponakan masih dalam senyum ;)

      hehe, justru ini lagi cuti nulis... ngeringanin otak beberapa jenak, hehehe :D

      Sip dah nasehat manisnya... ;)

      Delete
  3. Sabar ya mbak.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya mbak, insyaAllah akan tetap tersenyum ;)

      makasiiiih ;)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...