Skip to main content

error dan maaf, kentut yang disembunyikan



Waktu itu gw ga naik motor ke kantor. Gw naik angkot. Sewaktu pulang kantor otomatis gw naik angkot lagi. Di angkot itu hanya ada 1 penumpang, gw sendirian, n gw duduk di depan sebelah supir. Di perjalanan tiba-tiba, aduh! Perut gw ga karu-karuan rasanya! Masuk angin. Ufh...lalu gw merasa perut mulai mules. Ga tahan banget, lepas deh tu angin dari dalam perut yang kembung, alias hmm...maaf loh ya, gw ngentut! Tapi bener deh, ga berbunyi... Tapi sumpah deh, meninggalkan jejak di udara seputar angkot. Haha!! Gw sendiri hampir muntah mencium baunya. Aduh mas supir,maaf... Tapi cuma dalem hati aja. Gw lirik tu supir angkot, ih dia cuek aja tu, kayak ga da hal busuk yang dicium. Akhirnya sampai juga di Pulo Gadung, gw turun. Dari awal sampai akhir, penumpangnya cuma ada gw. Jadi gw adalah terdakwa utama sebenarnya. Haha!! Di angkot berikut semua berjalan oke-oke aja. Ga da angin yang lepas sendiri. Aman-aman aja.
Sesampai di rumah, teringat juga dengan kejadian tadi di angkot. Gw senyum-senyum sendiri, hingga akhirnya gw punya pikiran konyol gini...tu supir angkot cuek aja nyium kentut gw. Atau jangan-jangan supir angkotnya juga ngentut bersamaan waktunya ma gw ngentut? N itu berarti bukan bau kentut gw, tapi bau ventut supir angkot. Atau yang tadi itu bau hasil kolaborasi kentut gw n kentut supir angkot?? Who knows?? Haha!! Yang jelas, gw memang salah ngentut n ga minta maaf, meninggalkan jejak pula.

Untuk mas supir angkot, maaf ya.., gw ga punya keberanian untuk mengaku n meminta maf waktu itu. Tapi ini gw tebus salahku dengan menulis pengalaman itu... Jadi semua orang tau bahwa gw memang terdakwa utama saat itu... Haha!!

Salam Senyum,

error




Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...