Skip to main content

error,"Toy"

"Aku tidak akan berjanji apa pun padamu. Aku cuma punya sebuah titik kecil, bukan goresan-goresan yang indah. Tapi titik kecil ini adalah awal dari semua goresan yang akan kita buat bersama dalam hidup". Sebuah untaian kalimat tanpa janji, yang mampu membuatku tersenyum kecil saat membacanya. So sweet, jika saja itu adalah kalimat yang dilontarkan untukku. Tapi sayangnya bukan. Itu kalimat yang kubaca dari sebuah buku tua di perpustakaan. kalimat yang ditulis dengan karakter tulisan halus.

"Buku inikah yang akan kamu pinjam?", tanya petugas perpustakaan padaku, dan kujawab dengan anggukan kecil. tanpa menoleh padaku, sambil mencatat buku yang kupinjam, dia bercerita bahwa buku itu adalah sumbangan dari seorang pria yang murah senyum, dan menyenangkan, bernama Toy. Sebenarnya buku itu akan dipersembahkan untuk perempuan yang dicintainya, Ror. Oops, aku terkejut mendengar itu. Ror adalah nama mamaku. Toy? Mama tidak pernah bercerita tentang lelaki yang bernama Toy di masa lalunya. Toy? Siapa dia? Apakah Toy adalah ayahku? Aku berpikir keras. HIngga aku terkejut saat petugas itu menjawil tanganku, mengatakan bahwa sudah selesai.

Perjalanan menuju rumah mengendarai sepeda yang biasanya kunikmati, sekarang menjadi berbeda. Toy, nama itu menghantuiku. Ayah, aku tak tahu siapa ayahku. Mama berkata, ayahku seorang yang baik, mencintai dan menyayangi mama dengan baik, hanya perbedaan prinsip yang memaksa semua menjadi berpisah, dan ayah tak tahu ada di mana. Dua kubu keluarga memisahkan mereka, termasuk aku. Ah, apa Toy adalah ayahku? Aku tertawa sendiri saat menyadari bahwa pikiranku adalah pikiran yang konyol. Aku berpikir bahwa Toy adalah ayahku, hanya karena aku menyukai kalimat yang ditulis tangan di halaman terdepan buku yang kupinjam.

"Mamaaaa..."

"Ya, sayang"

"Aku meminjam buku dari perpustakaan lagi. Ada tulisan bagus di halaman terdepan. Aku ingin mama membacanya. Amat indah, Ma", ujarku sambil mengangsurkan buku yang tadi kupinjam dari perpustakaan. Mama tersenyum, dan mengambil buku itu, lalu kulihat mama tercekat saat membacanya.

"Oh ya?"

"Ya, Ma. Menurut petugasnya, itu sumbangan dari seorang pria bernama Toy, untuk Ror, perempuan yang dicintainya. Ma, Ror itu Mama? Lalu siapa Toy? Ayahkukah?"

Mama tersenyum tak menjawab.

"Siapa Toy?"

"Toy? Dia ayahmu. Toy adalah nama panggilan ayahmu... Entah ada di mana dia sekarang"

"Ayah mencintaikukah?"

"Pasti"

"Ayah mencintai Mamakah?"

"Ya"

"Mengapa dia tidak mencari kita?"

"Ayahmu entah pergi kemana sejak peristiwa itu"


Aku terdiam mendengar penjelasan mama, dan terdiam karena melihat mata mama yang berkaca-kaca menahan airmata. Mama mengusap matanya, lalu tersenyum, sambil berkata,"Yang melegakan mama, yang menguatkan mama selama ini adalah satu rasa yang mama miliki untuk Toy, ayahmu. Mama mencintainya sepenuh hati mama, menyayanginya dengan tulus, dan mama menunggunya datang menjemput kita".

Cinta? Ah, rasa yang tak bisa kumengerti. Cinta mama pada ayahku, Toy, dan cinta ayah, Toy pada mama. Mengapa mereka berpisah dan tak pernah bertemu lagi jika memang saling mencintai? Mengapa mereka tidak memperjuangkan cinta yang mereka punya? Mengapa mereka tidak memperjuangkan aku, buah cinta mereka? Mengapa ayah pergi? Mengapa ayah tak berkabar? Mengapa mama masih saja tidak berhenti menunggu ayah? Banyak kalimat tanya berdengung di otakku, dan membuatku pusing. Banyak hal tak kumengerti tentang rasa cinta. Tapi kuberharap, ayahku, Toy, datang pada kami, dan mendekap kami dalam kasih yang tak akan pernah berhenti. Amat membahagiakanku, ternyata kalimat indah yang ada di dalam buku yang kupinjam adalah kalimat indah dari ayah untuk mama... Tiba-tiba semua terasa berputar, dan kudengar mama berteriak memanggil namaku, sedangkan dunia makin gelap dalam pandanganku...


*****




Comments

  1. Perbedaan prinsip bisa memisahkan raga ya, Mba? Di dunia nyata seprti itukah? :D
    Saling mencintai, meski tak bersama.

    Ah, orang dewasa ini, ya. Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi, ya bisa aja terjadi. mungkin di lain orang ga akan jadji sebuah perpisahan, tapi di lain orang lagi bisa jadi pemicu perpisahan. padahal perbedaan itu indah ya? kalau dilihat dari berbeda itu indah tentunya :D

      Delete
  2. Perbedaan itu indah selain diluar prinsip. Apa prinsip manusia hidup. Apa sih prinsip itu ? Kalau memang ada prinsip dalam hubungan cinta, mengapa ia tidak tumbuh di awal sebelum cinta berbuah kasih.

    Cerita ini membuat saya menghela nafas panjang. Saya juga punya prinsip dan itu harga mati. Misalnya seperti Iman dalam Islam. Ini prinsip hidup yang tidak bisa ditawar. Kalau dikatakan cinta kita berakhir karena prinsip walau kita benar saling mencintai dan menyayangi tentu isinya bukan soal persekingkuhan atau masa lalu. Karena bagi wanita yang mencintai dan pria yang menyayangi, mereka akan bijaksana dalam perjuangan cinta mereka.

    Salam kenal sob. Salam perdana di wall anda. Sukses blogging.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, terkadang kita bertahan dengan keras tentang prinsip, apa pun itu... Cerita ini juga kutulis dengan hati yang ga kalah bergetarnya. Cinta adalah sebuah anugerah indah, tapi terkadang sulit untuk menyikapinya... Memperjuangkan cinta dan prinsip terkadang juga malah meruntuhkan, diperlukan bijak dallam menyikapi...
      Makasih mbak
      Salam kenal, salam senyum, ;)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI