Skip to main content

error bercerita,"Luka Cakar"

Aku melihat wajah dan tangannya penuh dengan bekas luka. Wajah tenang itu terlihat lelah. Aku menghapus peluh yang mulai turun dari rambut pendeknya menuju tengkuk. Dia sahabatku, lama tak bertemu, baru sebulan ini kami sering bertemu, dan aku selalu mendengarkan cerita hidupnya.

"Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja", ujarnya.

Aku tersenyum, dan tetap menghapus peluh yang terus menerus hadir basahi seluruh kepalanya, juga wajahnya.

"Aku tidak apa-apa. Jangan khawatirkan aku", ujarnya lagi.

Aku masih memandangnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirku. Bagaimana mungkin aku tak mengkhawatirkan keadaannya setelah melihat sendiri bekas luka yang hampir penuhi tangan dan wajahnya.

"Cinta? Apakah kamu tahu tentang cinta? Dia selalu menyebutkan cinta padamu, tapi dia melakukan ini padamu? Percayakah kamu bahwa cinta itu saling menyayangi, saling mengerti, saling memotivasi, saling menguatkan? Apakah bekas luka di tubuhmu ini adalah tanda cintanya padamu?", tanyaku beruntun dan bertubi-tubi padanya. "Ini kekerasan, bukan cinta. Ini sadis, bukan sayang. Percayakah kamu bahwa menjaga diri dengan baik, melindungi diri dengan baik, itu juga sebuah perintah Sang Pencipta?", lanjutku.

Lelaki di sebelahku tak menjawab, hanya diam, dan asyik menikmati semangkok pangsit. Aku memandangnya lekat, memegang punggung tangannya yang penuh bekas luka. Sunguh tak rela melihatnya seperti ini.

"Ini tak seberapa dibanding yang ada di tubuhku", katanya lagi.

Aku terkesiap mendengar penuturannya. Belum seberapa? Sedangkan yang kulihat di tangannya saja sudah membuatku ingin menangis!

"Dia selalu seperti itu, mencakarku, dan masih banyak lagi yang dilakukannya padaku. Belum lagi dengan ucapan-ucapannya yang aku tak mengerti apa maksudnya. Aku tidak tinggal diam, tapi aku berusaha menahan dan menghindar dari cakarannya", dia bercerita padaku.

Aku diam menyimak ceritanya, dan masih tetap memandangnya lekat.

"Pertama melihatnya, aku merasa menyayangnya. Tapi dia tak pernah menyayangiku. Jika ada rasa sayang, tak mungkin dia melakukan ini padaku", katanya.

"Apa rencanamu selanjutnya?"

"Dia tidak pernah tau bahwa aku sudah tak tahan akan perlakuannya padaku".

"Lalu?", tanyaku padanya.

Dia tak mengucap sepatah kata pun, sambil memandangku dengan senyum. Tapi ada garis wajah yang mengeras, yang tak bisa dia sembunyikan dariku.

"Aku berdoa untukmu selalu, untuk kebahagiaanmu, untuk sehatmu, untuk seluruh hidupmu. Jaga dirimu baik-baik, dan aku akan tetap mencintaimu", aku memandangnya dan mengatakan isi hatiku padanya dalam hati... Dia tak pernah tau, bahwa aku mencintainya tulus, dan tak ingin dia terluka. Aku cuma bisa mendoakannya agar dia selalu baik-baik saja, dan semua permasalahannya bisa selesai dengan baik.

"Aku mencintaimu", suaranya mengejutkanku.

Aku tersenyum. Dia bangkit dari duduk, menggandeng tanganku, lalu membayar semangkuk pangsit kuah yang baru saja dihabiskannya.

"Besok akan kukembalikan pada orangtuanya", dia berkata padaku sambil tetap memegang erat tanganku.

"Lalu bagaimana selanjutnya?", tanyaku.

"Mbakku itu seorang yang baik, pasti dia mau menerima kemballi anak kucing yang sudah kuadopsi sebulan ini darinya. Dan oh ya, maukah kamu menikah denganku? Dan berjanji bahwa kita tidak akan memelihara binatang apa pun di rumah, apalagi seekor kucing seperti si miaw yang hendak kukembalikan pada mbakku", katanya sambil tersenyum.

Aku terkejut. Ternyata yang selalu dia ceritakan padaku adalah seekor kucing peliharaannya! Aku memeluknya erat, dan berkata,"Jangan pernah ada yang mencakarmu lagi, aku tak mau kamu terluka, dan sibuk membersihkan kotoran-kotorannya yang tersebar di rumah. Cuma ada kita, keluarga kita, tanpa kucing lagi..."

***






Comments

  1. Oh, jadi ini cerita tentang kucing ya....

    ReplyDelete
  2. kucingnya dipotongin kukunya, trus pedicure manicure, biar ngga bisa nyakar lagi hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. huwehehehe..., iya ya, meni pedi, trus diwarnain pink gitu ya... hihihi :D

      Delete
  3. eaaaa... ternyata kucing, aku tadinya punya beberapa dugaan ttg cakar mencakar ini.. )
    Tapi tetep piara kucing dong Mbak.. biarpun dia ga boleh masuk rumah.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha, lah kan yang pinter nyavar tuh kucing... :D
      kalau ga masuk rumah, ga seruuu ya sebenernya, tapi cakarannya ituuu... hiks serem

      Delete
  4. minggu lalu alvin baru aja di cakar kucing di teras, kucing liar

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...