Skip to main content

error,"Baju Dan Celana Yang Menciut".

Di satu pagi yang cerah,"Aargh!", gue berteriak sekeras-kerasnya. Ayam tetangga yang tidur pun bangun karena kaget! Oh noooo! Celana serta baju gue menciut! Panik! Coba baju yang ini, yang itu, celana ini, dan itu. Semua jadi menciut! Celana sempit, begitu pun baju! Teriak lagi,"Aaaaargh!!". Gue pandangi tumpukan baju dan celana yang menciut. Bagaimana mungkin ini terjadi?

Ugh, patut direnungkan, kenapa baju dan celana menciut. Bahan baju dan bahan celana bukan model bahan yang bisa menciut. Bahan biasa, tapi kenapa jadi begini? Oh, kenapaaa? Lalu mulailah perenungan ini...

Gue perempuan bekerja, yang mempunyai bos amat baik hati, suka membawa oleh-oleh makanan cemilan untuk dikeroyok bersama. Dan gue bukan orang yang suka menyakiti orang lain. Gue ga mau menyakiti hatinya dengan tidak memakan oleh-olehnya. Dibawakan, ya gue makan. begitu pula saat ada yang balik dari pulang kampung, dan menggeletakkan korban makanan untuk gue habiskan. Ga mungkin gue cuek aja. Bisa nangis nanti th makanannya gegara ga dilirik sama gue. Bisa nangis tuh kue-kue gegara gue pura-pura ga ingin menghabiskan mereka! Ah, gue orang yang baik, ga ingin mengecewakan mereka... Lalu gue teringat juga akan fasilitas prasmanan di kantor yang disediakan setiap makan siang, dengan menu berganti setiap hari. Sungguh menyakitkan melihat menu makan siang yang nikmat, tapi ga disentuh! Oh, tidak, gue bukan orang seperti itu! Gue makan dengan porsi yang memang sudah sepantasnya. Pantas untuk kenyaaaang!

Akhirnya gue sadar, ternyata memang baju dan celana ini menciut karena makanan yang gue makan! Oh, bukan, bukan gue tambah gendut! Salah, bukan itu! Tapi baju dan celana gue yang memang menciut karena mereka ga makan! Lalu, apa yang harus gue perbuat? Haruskah gue berhenti makan cemilan di kantor? Atau mengurangi porsi kenyang gue? Oh, tidaaak! Hmm, gini aja kali yaaa, pandangi terus baju dan celana, membujuk mereka agar mau melar, membesar, jadi gue ga harus membeli celana dan baju baru yang berarti memensiunkan mereka.

Renungan pun berakhir, dan gue tetap pada berusaha membujuk celana, baju, agar ga menciut lagi, kalau mau tetap berguna.

Gue tersenyum saat ini, bahagia merasakan celana dan baju yang ga menciut... Bukan karena gue berhasil membujuk mereka jadi mau untuk melar membesar, tapi ya iyalah, gue kan sedang mengenakan celana pendek boxer yang keliling pinggangnya berkaret, dan mengenakan kaus oblong besar! Hahaha, ternyata sudah waktunya gue diet...

Salam senyum,
error







Comments

  1. Replies
    1. Hahaha, Mbak. susaaaah bangeeet dieeet. Gagal teruuus... :D

      Delete
  2. ihiyy kalo celanaku melonggar mba *minta di timpuk* #lohh

    ReplyDelete
  3. jiahhh itu sih bukan celananya yang menciut ihihihi :P

    ReplyDelete
  4. hadeeehhh... celanaku juga mengeciiil mengeciiiiil daaaan teruuuuussssss mengeciiiiilllll

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi, samaaaa... Menciuuuut semuaaaa...! Hihihi...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...