Siapa mau sakit? Semua orang pasti ingin sehat. Sakit tuh ga enak. Ga bisa pergi-pergi, ga bisa nongkrong bareng teman-teman, ga bisa mengerjakan ini dan itu dengan maksimal seperti saat sehat. Sakit itu ga menyenangkan, tapi bukan berarti jadi mengeluh, meratap-ratap, dan malah jadi hilang semangat! Bersyukur bisa merasakan sakit, karena berarti sudah pernah merasakan sehat. Bersyukur ada solusi untuk menjadi sehat.
Semasa Bap, bapak gue, masih hidup, dan diserang kanker rectum, lalu kanker itu menjalar ke organ-oran lainnya, gue melihat Bap tetap bersemangat. Bap memang ga gue beritahu bahwa Bap kanker, karena gue berniat menjaga semangat Beliau, gue khawatir Bap jadi turun semangat hidupnya setelah mengetahui ternyata Bap kanker. Bap sudah merasakan sakit yang amat sangat, jadi biarlah gue saja yang mengetahui penyakitnya, dan berusaha membantu kesembuhannya. Dan gue benar-benar bersukacita melihat Bap selalu bersemangat menjalani perawatan. Setelah menjalani semua perawatan, juga operasi-operasi, Januari 2014, tepatnya tanggal 9, Bap meninggal. Menyisakan bangga, Bap tangguh dalam sakitnya!
Tujuh tahun yang lalu, suami gue, ayah Ngka, Esa, Pink, di usia 39 tahun, juga divonis kanker hati, dan menurut medis sudah ga bisa ditolong lagi. Dirawat di sebuah rumah sakit, dan gue juga ga beritahu tentang kankernya, karena gue ingin dia tetap memiliki semangat untuk menjadi sehat. Dan selama dia sakit, gue berusaha selalu tersenyum padanya, mengajaknya berbincang ringan, bercanda. Hingga di 28 September 2007 meninggal karena kankernya.
Di rumah sakit, banyak orang sakit, pasti! Di sana ada banyak penyakit, dan banyak karakter orang yang berbeda. Gue prihatin pada sesama pendamping pasien yang menangis saat mendampingi pasien, dan sedih saat menemui pasien yang terus menangis berputus asa karena penyakitnya. Gue berusaha membangkitkan semangat mereka. Pada pendamping, gue berusaha menularkan pada mereka pikiran bahwa pendamping harus tersenyum! Jangan mendampingi sambil menangisi pasien. Tarik pasien ke dalam aura sehat, dengan cara mengobrol ringan, mengajak bercanda, dan usahakan ga sibuk membahas penyakit yang diderita oleh pasien. Pasien sudah cukup merasakan kesakitan, jangan ditambah lagi dengan obrolan menyakitkan. Jangan dikira gue ga sedih waktu suami sakit, waktu Bap sakit. Sedih banget! Saat suami sakit, Ngka, Esa, Pink, masih kecil-kecil. Dan sewaktu Bap sakit, Mama lumpuh di rumah, Pink autoimun dan diserang imunnya tanpa henti, sedangkan Bap harus menjalani segala macam perawatan. Sedih banget, tapi gue sadar, gue yang sehat, harus mengajak yang sakit untuk tetap bersemangat seperti saat sehat, setidaknya Bap ga meninggalkan senyum. Jangan dikira suami, juga Bap ga marah-marah sewaktu merasakan sakit, juga jangan dikira suami gue dulu, dan Bap tampil senyum, tertawa setiap kali. Disemprot makian saat suami, dan saat Bap sakit, itu biasa banget untuk gue, tapi gue selalu tertawa, dan mengajaknya bercanda. Suami gue dulu ga berhasil gue ajak tersenyum, tapi gue ga hilang semangat mengajaknya tersenyum. Gue ingin dia tenang, hingga bisa mengalahkan keputus asaan karena rasa sakit yang diderita. Dan Bap? Bap terkadang bisa diajak bincang ringan. Setelah itu marah lagi, ya biar aja, gue tersenyum aja, menunjukkan bahwa gue sayang Bap. Setidaknya gue berusaha keras agar Bap keluar dari area 'sakit hati' karena sakit fisik yang dideritanya. Pada Bap juga selalu gue beri semangat untuk menjalani seluruh pengobatan, dan berkata,"Sebelumnya sehat, sehabis sakit pun pasti sehat! Jangan mau kalah sama penyakit. Ubah sakit jadi sehat. Sakit kayak gini ada obatnya, jadi ga sah khawatir. Pink autoimun, dan ga ada obatnya, autoimun itu seumur hidup dibawa Pink, tapi lihat dia, ga pernah ribut khawatir penyakit, padahal usianya tuh usia lincah". Ini juga gue katakan pada pasien-pasien yang kebetulan gue kenal, mengobrol.
Sakit memang ga enak, siapa pun pasti merasakan ga enak kalau sakit, juga ga enak banget kalau anggota keluarga sakit, orang yang kita kasihi menderita sakit. Justru karena rasa yang ga enak itulah, kita yang ga sakit bertugas menarik mereka untuk tetap bersemangat, berpikir 'enak' di dalam ketidakenakan yang mereka rasakan. Menarik yang sakit ke dalam semangat sehat, menjadi tugas yang indah...
Salam senyum,
error

Semasa Bap, bapak gue, masih hidup, dan diserang kanker rectum, lalu kanker itu menjalar ke organ-oran lainnya, gue melihat Bap tetap bersemangat. Bap memang ga gue beritahu bahwa Bap kanker, karena gue berniat menjaga semangat Beliau, gue khawatir Bap jadi turun semangat hidupnya setelah mengetahui ternyata Bap kanker. Bap sudah merasakan sakit yang amat sangat, jadi biarlah gue saja yang mengetahui penyakitnya, dan berusaha membantu kesembuhannya. Dan gue benar-benar bersukacita melihat Bap selalu bersemangat menjalani perawatan. Setelah menjalani semua perawatan, juga operasi-operasi, Januari 2014, tepatnya tanggal 9, Bap meninggal. Menyisakan bangga, Bap tangguh dalam sakitnya!
Tujuh tahun yang lalu, suami gue, ayah Ngka, Esa, Pink, di usia 39 tahun, juga divonis kanker hati, dan menurut medis sudah ga bisa ditolong lagi. Dirawat di sebuah rumah sakit, dan gue juga ga beritahu tentang kankernya, karena gue ingin dia tetap memiliki semangat untuk menjadi sehat. Dan selama dia sakit, gue berusaha selalu tersenyum padanya, mengajaknya berbincang ringan, bercanda. Hingga di 28 September 2007 meninggal karena kankernya.
Di rumah sakit, banyak orang sakit, pasti! Di sana ada banyak penyakit, dan banyak karakter orang yang berbeda. Gue prihatin pada sesama pendamping pasien yang menangis saat mendampingi pasien, dan sedih saat menemui pasien yang terus menangis berputus asa karena penyakitnya. Gue berusaha membangkitkan semangat mereka. Pada pendamping, gue berusaha menularkan pada mereka pikiran bahwa pendamping harus tersenyum! Jangan mendampingi sambil menangisi pasien. Tarik pasien ke dalam aura sehat, dengan cara mengobrol ringan, mengajak bercanda, dan usahakan ga sibuk membahas penyakit yang diderita oleh pasien. Pasien sudah cukup merasakan kesakitan, jangan ditambah lagi dengan obrolan menyakitkan. Jangan dikira gue ga sedih waktu suami sakit, waktu Bap sakit. Sedih banget! Saat suami sakit, Ngka, Esa, Pink, masih kecil-kecil. Dan sewaktu Bap sakit, Mama lumpuh di rumah, Pink autoimun dan diserang imunnya tanpa henti, sedangkan Bap harus menjalani segala macam perawatan. Sedih banget, tapi gue sadar, gue yang sehat, harus mengajak yang sakit untuk tetap bersemangat seperti saat sehat, setidaknya Bap ga meninggalkan senyum. Jangan dikira suami, juga Bap ga marah-marah sewaktu merasakan sakit, juga jangan dikira suami gue dulu, dan Bap tampil senyum, tertawa setiap kali. Disemprot makian saat suami, dan saat Bap sakit, itu biasa banget untuk gue, tapi gue selalu tertawa, dan mengajaknya bercanda. Suami gue dulu ga berhasil gue ajak tersenyum, tapi gue ga hilang semangat mengajaknya tersenyum. Gue ingin dia tenang, hingga bisa mengalahkan keputus asaan karena rasa sakit yang diderita. Dan Bap? Bap terkadang bisa diajak bincang ringan. Setelah itu marah lagi, ya biar aja, gue tersenyum aja, menunjukkan bahwa gue sayang Bap. Setidaknya gue berusaha keras agar Bap keluar dari area 'sakit hati' karena sakit fisik yang dideritanya. Pada Bap juga selalu gue beri semangat untuk menjalani seluruh pengobatan, dan berkata,"Sebelumnya sehat, sehabis sakit pun pasti sehat! Jangan mau kalah sama penyakit. Ubah sakit jadi sehat. Sakit kayak gini ada obatnya, jadi ga sah khawatir. Pink autoimun, dan ga ada obatnya, autoimun itu seumur hidup dibawa Pink, tapi lihat dia, ga pernah ribut khawatir penyakit, padahal usianya tuh usia lincah". Ini juga gue katakan pada pasien-pasien yang kebetulan gue kenal, mengobrol.
Sakit memang ga enak, siapa pun pasti merasakan ga enak kalau sakit, juga ga enak banget kalau anggota keluarga sakit, orang yang kita kasihi menderita sakit. Justru karena rasa yang ga enak itulah, kita yang ga sakit bertugas menarik mereka untuk tetap bersemangat, berpikir 'enak' di dalam ketidakenakan yang mereka rasakan. Menarik yang sakit ke dalam semangat sehat, menjadi tugas yang indah...
Salam senyum,
error

sakit memang nggak enak, menunggui dan merawat orang sakit juga tidak terlalu menyenangkan. Saya kadang serba salah juga dengan kondisi ini, saat saya menunggui Bapa di rumah sakit. Tapi memang betul, saya harus tersenyum setiap saat di depan Bapa, mengajak mengobrol dan sesekali becanda. Karena katanya, pikiran optimis dan positif dari pasien bisa membuat kesembuhan berjalan lebih cepat. Tentunya itu terbentuk dari lingkungan yang juga optimis dan positif.. :)
ReplyDeleteBetul, Mbak. Saat mereka sakit, tentunya mereka menderita dengan rasa sakit yang ada, tinggal kita yg bertugas menularkan kembali untuk berpikir positif, semangat hidup untuk sehat. Sulit memang untuk tetap bisa tenang, tersenyum, saat harus menghadapi, melihat orang-orang terkasih sakit. Tapi justru karena kita mengasihi merekalah, kita harus menarik mereka ke arah positif. Setuju banget :)
Delete