Skip to main content

error,"Cerita yang belum usai" # 1

Matanya menerawang, menatap langit-langit ruangan. Hening. Aku menunggu lanjutan cerita darinya. Lelaki tua di hadapanku ini adalah orang yang kuhormati. Dia menghela nafas panjajng, melenguh pelan. Masih hening, dan aku masih menunggunya melanjutkan cerita masa lalu miliknya...

"Saya mencintainya, tapi dia bukan milik saya, dan tak akan pernah menjadi milik saya. Dia pun menyadari ini. Bukan tak pernah dicobanya untuk berhubungan dengan lelaki lain, dia sudah mencoba, tapi selalu dihentikannya. Dia tak bisa melupakan saya. Ada rasa berdosa di hati saya, tapi ini sudah takdir. Seorang perempuan lain mengisi hidup saya, lalu 4 anak manis menambah semarak hidup. Sedangkan dia tetap sendiri, hingga saat ini, hingga menua, dan lumpuh. Tapi hatinya tak pernah lumpuh untuk saya...", matanya masih menerawang...

Aku diam, tak berkata apa pun. Menunggunya melanjutkan...

"Saya selalu merasakan apa yang sedang dia rasa. Sewaktu ia sakit, saya pun tau, saya pun merasakannya. Dan dia pun merasakan saat saya sakit. Jodoh, kita tak pernah tau tentang jodoh...". Suasana kembali hening. Ruangan sejuk ini jadi terasa dingin. Aku menunggu suaranya memecah hening.

"Isitri saya amat mencintai saya, saya pun mencintainya, tapi ada seorang lain yang tak pernah bisa tergantikan oleh siapa pun, disimpan rapi dalam kenangan, dan saya jaga, jangan hilang, saya amat menghormati cintanya, dan saya punya cinta yang tak tersentuh untuk dia. Beberapa puluh tahun lalu dia selalu ada dekat saya, mendampingi saya dalam hidup. Dengan kesabarannya, dia membangkitkan saya. Dibelainya hati saya hingga semangat selalu ada. Tak pernah dia memegang tangan saya, menyentuh ujung jari pun tak pernah. saya juga tak pernah menyentuhnya. Saya mencintainya. Jodoh, tak ada yang tau...", matanya menutup dan tangannya pun mengatup.

Hening lagi... Aku mengambil tissue yang ada di atas meja, yang menjadi jarak antara aku dan dia. Airmata haru mulai menggenang. Cinta, sebegitu rumitkah untuk menyikapinya?

"Dia sakit, terbaring tak berdaya. Saya menjenguknya, dan ada sebuah buku berjudul We'll Meet Again di samping tempat tidurnya. Saya merasa bersalah, saya ingin memeluknya, tapi tak bisa. Saya mencintainya, tapi dia bukan istri saya, saya mempunyai seorang istri yang mencintai saya. Saya menahan tangis. Ah, dia memandang dengan tatapan rindu...", dia bercerita sambil mengusap matanya yang juga mulai dipenuhi airmata...

Lelaki di hadapanku diam, dan suasana menjadi hening lagi...

"Besok saya akan cerita lagi padamu tentang dia. Hari ini ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Besok kembalilah ke mari. Terimakasih sudah menjadi pendengar yang baik", ucapnya sambil tersenyum.

Aku tersenyum, melangkah menuju pintu. Pekerjaan hari ini bertumpuk di meja kerjaku...

*****
-error-






Comments

  1. hai haaai aku berkunjung lagiiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi, he eh... dan aku menulis lagiiii... :D hehehe... makasih mbaaaak ;)

      Delete
  2. ditunggu yang part 2 nyaaa

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...