Skip to main content

error,"Cerita yang belum usai" # 4

"Kamu? Pram? Sejak kapan kamu di sini?", suara lemahnya terdengar. Senyumnya terlihat. Wajahnya masih terlihat ayu, walau ada kerutan di wajahnya. Kepalanya bergerak perlahan, menoleh ke arahku, tersenyum. "Mbak, namanya siapa?", tanyanya dengan ramah. Aku tersenyum, dan menjawab,"Saya Err, Bu". Ah, senyum itu membuat mataku benar-benar akan menumpahkan bermiliar tetes airmata, senyum itu, senyum penuh cinta...

"Gimana kondisimu hari ini?", suara laki-laki parau menahan getar terdengar bertanya pada perempuan ayu yang terbaring di tempat tidur.

"Baik, Pram. Aku baik-baik saja, seperti yang kamu lihat, kondisiku baik-baik saja. Bagaimana kabar nyonya di rumah?"

Tak terdengar jawaban, hening, tak ada suara menjawab...

"Pram, are you ok?"

Masih saja tak ada jawaban. Ah, dia sedang duduk menunduk, sedang berdoa untuk kekasih hatinya...

"Diminum, mbak. Dari kantor? Pasti Pram sebenarnya sedang sibuk. Ah, Pram memang selalu begini. Dia selalu menyempatkan diri untuk datang, padahal saya baik-baik saja".

"Ya, Bu. Bapak seorang yang baik, sama seperti Ibu, seorang yang baik", jawabku sambil menahan airmata agar tak mengalir. Perempuan ayu ini tetap ramah, walau pun kondisinya lemah.

"Janganterlalu banyak bicara. Istirahatlah. Ini aku bawakan buku untukmu, sebuah buku. Bisa kamu baca saat senggang", suara lelaki yang parau terdengar sambil mengangsurkan sebuah buku pada perempuan nan ayu itu.

"Ini...?", suara perempuan ayu bergetar.

"Ya, bacalah. Itu buku harianku dulu. Bacalah, agar kamu mengetahui apa yang sebenarnya dirasa oleh hati", ujar lelaki tua dengan suara parau.

"Ini rahasia hati?"

"Ya, rahasia hati yang disimpan rapi, dan kutulis di sini. Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua, sudah terlalu lama aku menyimpannya menjadi rahasia sendiri. Aku harus kembali ke kantor, jaga dirimu baik-baik".


Tak ada jawaban, hening, hanya kulihat ada tatapan penuh kasih beradu. Tissue, tissue, aku cepat menarik beberapa lembar tissue. Tanpa bersalaman, tanpa sentuhan sedikit pun, hanya pancaran mata yang beradu pandang penuh dengan kasih! Ya GUSTI, inikah wujud cinta sesungguhnya? Cepat kuseka mataku dengan tissue. Sebuah pengalaman dan pelajaran berharga tentang cinta...

"Saya juga, Ibu. Saya kembali ke kantor. Sehat dan pulih kembali, Ibu, amin...", ucapku. Dan kuterima senyuman manis darinya. Terlihat matanya berkaca-kaca... Putri dari surga, sebutan yang indah dan penuh cinta, cocok untuknya...

Menuju luar rumah, si bibi mendampingi, lalu mengucap seamat jalan dan terimakasih saat kami memasuki mobil untuk kembali ke kantor. Lagi-lagi hening memenuhi perjalanan. Aku masukdalam alam pikiranku sendiri, tentang cinta yang kulihat dari pancaran mata, cinta yang kulihat dari santunnya bersikap, cinta yang dibatasi oleh sebuah kenyataan hidup... Tak terasa mobil memasuki halaman kantor.

"Terimakasih sudah menemani saya, mbak. Boleh kembali ke ruangan, saya mau istirahat. Besok saya akan menruskan cerita ini. Cerita ini harus selesai tertuang, sebelum ajal menjemput", suara lelaki itu memecah hening, dan aku tersenyum, mengangguk halus, sambil lagi-lagi menyeka mata dengan tissue yang tadi kuambil di rumah Putri dari surga...

*****

Salam senyum,
error


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...