Skip to main content

error,"Cerita yang belum usai" # 2

Masih terbayang wajahnya yang menahan sebuah kerinduan selama berpuluh tahun pada wanita yang dicintainya. Ingin rasanya aku menghapus airmata yang menggenang di pelupuk matanya. Lelaki tua yang aku hormati layaknya seorang bapak. Ah, dia menangis dalam hatinya...

"Sibukkah? Datanglah ke mari, sekarang", sebuah suara yang amat kukenal masuk dalam gendang telingaku. Suara yang lunak, tapi tegas. Aku bergegas berjalan keluar, berlari di tangga menuju lantai pertama, dan tergesa melangkah ke ruangan sederhana namun punya sentuhan indah. Perlahan kuketuk pintu, lalu membukanya juga dengan amat perlahan. Terlihat wajah dengan senyum, duduk di belakang meja besar, dengan setumpukan berkas yang seakan berteriak memohon padanya untuk dibubuhi tandatangan seorang pimpinan besar di perusahaan ini. Aku tersenyum, menganggguk, lalu menarik sebuah kursi di hadapanku, dan duduk dengan tenang sambil berkata,"Ya, Pak". Ada senyum lebar digambar di bibirnya.

"Saya cuma ingin meneruskan cerita kemarin pada anda. Ada waktukah hari ini?"

"Ya, Pak, silakan. Pekerjaan saya sudah selesai", jawabku.

Helaan nafasnya terihat jelas. Matanya menerawang lagi. "Saya menceritakan pada istri saya tentang kondisinya. Saya ingin istri saya tau, dan menjenguk bersama saya. Tapi ternyata responna di lluar dugaan saya. Isitri saya hanya berkata, kasihan, lalu tak lagi membahasnya. Berdosakah orang yang saya cintai dalam hati, berdosakah dia mencintai saya di dalam hatinya? Tidak pernah dia mengganggu rumah tangga kami, tidak pernah dia masuk dalam rumah tangga kami, tidak pernah saya berkasih-kasihan dengannya. Cinta itu ada di dalam hati, tidak dimunculkan, tetap ada dalam dasar hati. Apakah salah?", ujarnya lagi, tanpa memandangku sedikit pun. Diusapnya matanya perlahan. Aku diam memperhatikan, dan menunggu kelanjutan cerita.

Pintu diketuk dari luar, cerita terhenti. Ada yang ingin bertemu dengannya, sudah ada janji, kata temanku yang barusan saja mengetuk.

"Baik, nanti kita lanjutkan lagi. Saya ada tamu", ujarnya. Aku pun beranjak dari kursi, tersenyum, dan mengucap terimakasih.

Di meja kerjaku, aku masih saja terpikir tentang cinta yang dimiliki orang yang kuhormati. Ah, cinta, apakah berdosa mencintai seseorang dalam hati? Apakah berdosa menyimpan sebuah cinta dalam hati?

"Besok ada jadwal Psikotestkah?", sebuah tanya membuyarkan pikiranku tentang cinta yang ternyata masih belum usai...


******

-error-

Comments

  1. huhuhu... she's start to writiiiing..... luv u deeeek

    ReplyDelete
    Replies
    1. haduh, bener-bener harus berjuang keras untuk bisa membiarkan imajinasi berkeliaran, lalu ditangkap, juga bener-bener harus berjuang keras membiarkan jari supaya bisa bicara banyak... hihihi, sampe ga bergerak dari depan laptop :D
      luv u too mbaaaak... ;)

      Delete
  2. Saya no comment Mbak, bingung juga harus berpendapat apa... :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, pendapat bisa berbeda, lihat aja nanti lanjutan cerita ini ;)
      Makasih mbak :)

      Delete
  3. mbak Nita ide menulisnya banyak banget ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haduh mbak, ini aja sampai tepar mikir... hihihi :D

      Delete
  4. awalnya, saya kira cerita nyata, mbak Nita. hehe. penasaran sama kisah ke empat, dst (pertama baca #3)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...