Bless berjalan sendiri di pantai. Kakinya menendang pelan pasir di setiap kakinya melangkah. Butirannya beterbangan.
Sedangkan aku asyik duduk di atas pasir hangat sinar matahari.
Angin lembut bertiup. Daun-daun bergoyang pelan. Jajaran pohon meneduhi pantai. Melindungi siapa pun dari sengatan matahari.
Beberapa orang terlihat asyik duduk bercengkrama.
Pantai ini sepi, tidak hiruk pikuk.
Air laut tenang mengalir menuju batas pantai, lalu kembali menuju laut. begitu terus menerus, tak berhenti. Suaranya tidak memekakkan, tapi bagiku malah menenangkan.
Terlihat beberapa orang sedang menyusuri susunan batu yang disusun rapi. Senyum mereka jelas mengembang.
Apakah kamu tahu? Aku amat suka melihat siapa pun tersenyum! Bagiku, senyum adalah wujud syukur karena telah diberi segala bahagia dalam seluruh kejadian yang hadir.
Dan saat ini aku sedang menikmati setiap senyum yang ada. Bahagianya! Indahnya!
Tapi saat kumemutar pandang, seorang perempuan sedang duduk di dalam gelombang ombak. Menunduk. Rambut panjangnya berkibar ditiup angin!
Hei! Gelombang menembus tubuhnya!
Sosoknya terlihat pucat. Oh bukan, seluruh tubuhnya abu-abu!
Aku belum pernah melihatnya di sekitar sini!
Setengah berlari kumendekatinya.
Melewati air laut yang berlari menerjang.
Mendekati, menepuk halus pundaknya yang jatuh bagai tak bertulang.
"Hai. Aku, Err. Kamu siapa? Kenapa bersedih?"
Wajahnya masih menunduk, isaknya terdengar pelan.
Pelahan kepalanya bergerak menoleh ke arahku. Rambutnya yang tergerai makin berkibar.
"Aku...."
Suaranya bergetar.
Oh! Matanya! Kosong! Seperti Bless dulu! Tapi wajahnya menyeramkan. Penuh dengan darah!
Tidak! Walau pun aku juga hantu, tetap saja itu mengejutkanku!
"Apa yang terjadi?"
Air mata yang mengalir adalah darah berwarna hitam. Luka lama yang telah lama dirasakan!
"Aku, Err. Siapa namamu?"
"Aku, Ell."
Wajahnya kemudian menunduk lagi.
"Kenapa kamu ada di sini?" Tanyaku.
"Bukan maksudku ke sini. Tapi ini pantai yang dulu ada dalam masa laluku!"
Wajahnya menegang. Darah hitam makin banyak mengalir dari matanya yang kosong!
Tidak, jangan, berhentilah, jangan seperti ini.
Tiba-tiba dia menghilang!
Ganti aku menangis, duduk dalam gelombang ombak yang semakin menggemuruh!
"Err! Sedang apa kamu di sini? Bangunlah. Sini, sini, aku peluk. Sini, Err."
Suara yang menenangkanku. Bless!
Aku bangun, memeluknya erat!
"Bless, tadi ada perempuan abu-abu, berambut panjang. Matanya kosong sepertimu! Darah hitam mengalir dari rongga mata yang kosong. Lalu dia menghilang. Namanya Ell. Aku merasa mengenalnya, Bless."
Bless memeluk erat, lebih erat dari sebelumnya.
"Err, sewaktu kita menyambangi rumah masa lalumu, aku melihat guratan kasar di tembok kamarmu. Tertulis, Ell. Apakah ini ada hubungannya dengan perempuan abu-abu itu?"
Tercekat aku mendengar penuturan Bless.
Ell, Ell, Ell?
Telunjukku mengetuk-ngetuk kening.
Ell, Ell, Ell.
Siapa Ell? Tapi rasanya aku mengenal nama itu.
Bless masih memelukku.
"Err, apakah tak ada hubungannya antara nama Err dan Ell? Bukankah itu serupa?"
Ell!
Astaga, Ell adalah sebutanku di masa lalu! Karena cadel, aku menyebut namaku, Ell. Dan sering kali kedua orang tuaku memanggilku, Ell.
Perlahan kuberbisik lirih di telinga Bless,"Apakah dia adalah aku di masa lalu, Bless?"
Dibelainya kepalaku. Dikecupnya rambutku. Sedangkan dengan satu tangan dia memelukku lebih erat lagi.
Ya, segala sesuatu yang terjadi menjadi sesuai dengan prasangka kita sendiri.
Ketika kumengira bahwa perempuan berwarna abu-abu berambut panjang adalah hantu sepertiku, jadilah dia hantu.
Dan saat aku berpikir bahwa dia adalah aku di masa lalu, bahwa dia adalah aku yang merasa tersiksa dengan keadaan yang terjadi di masa itu, hingga kehilangan seluruh warna hidup, berubahlah seluruh warnaku menjadi abu-abu! Dan mata kosong itu adalah milikku dulu. Yang tak pernah bisa melihat kebahagiaan. Darah hitam yang mengalir menjadi penguatan tentang luka yang dirasakan. Luka-luka yang tak pernah terpikir akan terus menerus dibawa, dan tanpa pernah berubah menjadi sembuh dan normal, . Menghitam karena dendam!
Semakin erat kumemeluk Bless.
"Jangan tinggalkan aku. Bantu aku menyembuhkan luka-lukaku. Bantu aku, Bless."
Air mata mengalir dan terus mengalir.
Air laut menjadi pasang. Langit gelap makin kelam. Guntur yang menggelegar membuat tubuhku gemetar.
"Peluk aku, Bless. Jangan lepas pelukanmu."
Lalu kulanjutkan,"Bless, aku pun bermata kosong sepertimu, di masa lalu. Berarti kamu bisa menumbuhkan biji matamu sendiri! Kita sama-sama berusaha, Bless. Kita saling mendukung."
Bless tak berkata apa pun. Tapi aku tahu dia memiliki jawaban terhangat yang penuh dengan kasih.
Aku, Err. Dia, Bless. Kami sepasang tanpa raga yang berbagi biji mata, berbagi pandang, berbagi kasih.
Aku, Err. Dia, Bless. Sepasang hantu yang berusaha menuntaskan kisah masa lalu, hingga tak lagi menjadi luka, apalagi mendendam. Masa kami sudah habis di dunia hidup. Sekarang kami ada di dunia mati. Dan sekaranglah masanya kami untuk menjalani hidup di dunia mati tanpa kesakitan yang memerih.
Hai, kamu. Kamu ada di dunia hidup. Jangan pernah lukai hati dan jiwa siapa pun. Karena itu amat mematikan, bahkan di saat sudah mati sekali pun.
Tebar kasihmu untuk siapa pun.
Bukankah kasih adalah hal yang membahagiakan?
Aku, Err. Dia, Bless.
Kami bahagia ada di dunia mati.
Jangan pertanyakan kami ada atau tidak. Tapi kami melihatmu dari sini.
Nitaninit Kasapink
Sedangkan aku asyik duduk di atas pasir hangat sinar matahari.
Angin lembut bertiup. Daun-daun bergoyang pelan. Jajaran pohon meneduhi pantai. Melindungi siapa pun dari sengatan matahari.
Beberapa orang terlihat asyik duduk bercengkrama.
Pantai ini sepi, tidak hiruk pikuk.
Air laut tenang mengalir menuju batas pantai, lalu kembali menuju laut. begitu terus menerus, tak berhenti. Suaranya tidak memekakkan, tapi bagiku malah menenangkan.
Terlihat beberapa orang sedang menyusuri susunan batu yang disusun rapi. Senyum mereka jelas mengembang.
Apakah kamu tahu? Aku amat suka melihat siapa pun tersenyum! Bagiku, senyum adalah wujud syukur karena telah diberi segala bahagia dalam seluruh kejadian yang hadir.
Dan saat ini aku sedang menikmati setiap senyum yang ada. Bahagianya! Indahnya!
Tapi saat kumemutar pandang, seorang perempuan sedang duduk di dalam gelombang ombak. Menunduk. Rambut panjangnya berkibar ditiup angin!
Hei! Gelombang menembus tubuhnya!
Sosoknya terlihat pucat. Oh bukan, seluruh tubuhnya abu-abu!
Aku belum pernah melihatnya di sekitar sini!
Setengah berlari kumendekatinya.
Melewati air laut yang berlari menerjang.
Mendekati, menepuk halus pundaknya yang jatuh bagai tak bertulang.
"Hai. Aku, Err. Kamu siapa? Kenapa bersedih?"
Wajahnya masih menunduk, isaknya terdengar pelan.
Pelahan kepalanya bergerak menoleh ke arahku. Rambutnya yang tergerai makin berkibar.
"Aku...."
Suaranya bergetar.
Oh! Matanya! Kosong! Seperti Bless dulu! Tapi wajahnya menyeramkan. Penuh dengan darah!
Tidak! Walau pun aku juga hantu, tetap saja itu mengejutkanku!
"Apa yang terjadi?"
Air mata yang mengalir adalah darah berwarna hitam. Luka lama yang telah lama dirasakan!
"Aku, Err. Siapa namamu?"
"Aku, Ell."
Wajahnya kemudian menunduk lagi.
"Kenapa kamu ada di sini?" Tanyaku.
"Bukan maksudku ke sini. Tapi ini pantai yang dulu ada dalam masa laluku!"
Wajahnya menegang. Darah hitam makin banyak mengalir dari matanya yang kosong!
Tidak, jangan, berhentilah, jangan seperti ini.
Tiba-tiba dia menghilang!
Ganti aku menangis, duduk dalam gelombang ombak yang semakin menggemuruh!
"Err! Sedang apa kamu di sini? Bangunlah. Sini, sini, aku peluk. Sini, Err."
Suara yang menenangkanku. Bless!
Aku bangun, memeluknya erat!
"Bless, tadi ada perempuan abu-abu, berambut panjang. Matanya kosong sepertimu! Darah hitam mengalir dari rongga mata yang kosong. Lalu dia menghilang. Namanya Ell. Aku merasa mengenalnya, Bless."
Bless memeluk erat, lebih erat dari sebelumnya.
"Err, sewaktu kita menyambangi rumah masa lalumu, aku melihat guratan kasar di tembok kamarmu. Tertulis, Ell. Apakah ini ada hubungannya dengan perempuan abu-abu itu?"
Tercekat aku mendengar penuturan Bless.
Ell, Ell, Ell?
Telunjukku mengetuk-ngetuk kening.
Ell, Ell, Ell.
Siapa Ell? Tapi rasanya aku mengenal nama itu.
Bless masih memelukku.
"Err, apakah tak ada hubungannya antara nama Err dan Ell? Bukankah itu serupa?"
Ell!
Astaga, Ell adalah sebutanku di masa lalu! Karena cadel, aku menyebut namaku, Ell. Dan sering kali kedua orang tuaku memanggilku, Ell.
Perlahan kuberbisik lirih di telinga Bless,"Apakah dia adalah aku di masa lalu, Bless?"
Dibelainya kepalaku. Dikecupnya rambutku. Sedangkan dengan satu tangan dia memelukku lebih erat lagi.
Ya, segala sesuatu yang terjadi menjadi sesuai dengan prasangka kita sendiri.
Ketika kumengira bahwa perempuan berwarna abu-abu berambut panjang adalah hantu sepertiku, jadilah dia hantu.
Dan saat aku berpikir bahwa dia adalah aku di masa lalu, bahwa dia adalah aku yang merasa tersiksa dengan keadaan yang terjadi di masa itu, hingga kehilangan seluruh warna hidup, berubahlah seluruh warnaku menjadi abu-abu! Dan mata kosong itu adalah milikku dulu. Yang tak pernah bisa melihat kebahagiaan. Darah hitam yang mengalir menjadi penguatan tentang luka yang dirasakan. Luka-luka yang tak pernah terpikir akan terus menerus dibawa, dan tanpa pernah berubah menjadi sembuh dan normal, . Menghitam karena dendam!
Semakin erat kumemeluk Bless.
"Jangan tinggalkan aku. Bantu aku menyembuhkan luka-lukaku. Bantu aku, Bless."
Air mata mengalir dan terus mengalir.
Air laut menjadi pasang. Langit gelap makin kelam. Guntur yang menggelegar membuat tubuhku gemetar.
"Peluk aku, Bless. Jangan lepas pelukanmu."
Lalu kulanjutkan,"Bless, aku pun bermata kosong sepertimu, di masa lalu. Berarti kamu bisa menumbuhkan biji matamu sendiri! Kita sama-sama berusaha, Bless. Kita saling mendukung."
Bless tak berkata apa pun. Tapi aku tahu dia memiliki jawaban terhangat yang penuh dengan kasih.
Aku, Err. Dia, Bless. Kami sepasang tanpa raga yang berbagi biji mata, berbagi pandang, berbagi kasih.
Aku, Err. Dia, Bless. Sepasang hantu yang berusaha menuntaskan kisah masa lalu, hingga tak lagi menjadi luka, apalagi mendendam. Masa kami sudah habis di dunia hidup. Sekarang kami ada di dunia mati. Dan sekaranglah masanya kami untuk menjalani hidup di dunia mati tanpa kesakitan yang memerih.
Hai, kamu. Kamu ada di dunia hidup. Jangan pernah lukai hati dan jiwa siapa pun. Karena itu amat mematikan, bahkan di saat sudah mati sekali pun.
Tebar kasihmu untuk siapa pun.
Bukankah kasih adalah hal yang membahagiakan?
Aku, Err. Dia, Bless.
Kami bahagia ada di dunia mati.
Jangan pertanyakan kami ada atau tidak. Tapi kami melihatmu dari sini.
Nitaninit Kasapink
Ngebayangin hidup err di dunia yg dulu, sedih ihh. Kyknya dia bener2 tersiksa banget dulu yaa mba. Kdg aku kebawa momen baca ceritamu ini :)
ReplyDeleteIya, Mbak. Err memiliki masa lalu yang kelam. Dia sedang berusaha untuk bisa menjadikan masa lalu bukan sebagai luka.
DeleteTerima kasih sudah mengikuti kisah ini dan ikut berimajinasi, Mbak.