Laut ini masih laut yang sama, dengan ombak yang sama, hamparan butir pasir yang juga sama, hembusan angin yang sama, dan cahaya matahari yang memang sama. Semua sama seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda.
Menikmati sinar matahari yang memanas di kulit pastilah menyenangkan sekali! Tapi tidak untukku. Matahari tidak bisa menyengatkan sinarnya padaku. Hai, betapa luar biasanya hidup di dunia ini! Di saat kamu berjemur ingin menggelapkan kulit, aku tak dapat disentuh oleh panasnya sedikit pun. Dan saat kamu berlindung dari sengatan matahari, aku memang tak dapat menggelap!
Gaun hitamku selalu berkibar seperti layar kapal dihembus angin. Rambut seleher diacak angin. Tapi biar saja, kubiarkan terlihat seperti sedang dipermainkan angin. Padahal mana mngkin angin menyentuh gaun dan rambutku? Dunia berbeda yang memberi perbedaan besar.
Ini gaun hitam yang amat kusuka! Tanpa renda, tapi membuatku merasa anggun. Ayah yang membelikan untukku.
"Kamu cantik dengan gaun hitam, Ell."
Itu yang diucap ayah padaku. Ell? Ya, itu panggilanku. Karena saat kecil kesulitan mengucap huruf 'r', maka namaku menjadi,"Ell." terkadang ayah memanggilku Err, dan terkadang Ell.
Banyak orang berpikir aku selalu mengenakan warna hitam karena kedukaanku ditinggal Su. Aku hanya tertawa saat mereka berkata itu padaku. Mereka salah! Aku menyukai hitam sejak aku kecil. Hitam menenggelamkanku dalam hening yang damai. Ya, warna hitam melindungiku dari tatapan orang. Aku terselamatkan dari pandangan siapa pun. Hitam menghilangkanku dari kehidupan ramai. Dalam warna kelam itu aku merasa didekap erat oleh ketenangan yang luar biasa menyejukkan. Hanya ada aku dan hening yang tenang dan damai. Tidak ada siapa pun lagi.
Kemudian aku mencintai malam. Karena dalam malam ada gelap yang memenjara. Dan gelap itu pun berwarna hitam! Hitam yang kucinta! Saat malam pun kumerasa tak ada kegaduhan yang sibuk. Semua dibungkus oleh tenang. Kalau pun ada kehebohan yang hiruk-pikuk, tetap saja malam mengemas dengan cantik. Riuh itu menjadi senyap karena tanpa tergesa diburu waktu.
Aku mencintai hitam, tapi sekitarku tak menyukainya.
"Warna berduka!"
"Warna berkabung!"
"Warna yang mati!"
Aku tak peduli apa kata orang tentang kecintaanku pada hitam. Tapi itu mempengaruhiku memilih baju. Ada banyak warna di lemariku. Padahal aku tak suka!
Su, lelaki itu pun tak menyukai hitam.
"Hitam? Kamu aneh!"
Senyumku mengembang mendengar celaannya. Apakah warna lain lebih terhormat dibanding warna kecintaanku? Kurasa tidak. Semua warna punya arti sendiri.
Hanya ada Bless yang mencintai hitam sepertiku, dan dia selalu mengenakan warna hitam.
"Hitam adalah warna kecintaanku," katanya satu hari padaku.
Hai, aku baru menyadari ternyata kami sepasang hantu yang berbaju hitam! Yey, sepasang hantu berbaju hitam! Sepasang tanpa raga yang berbaju hitam!
Jika kamu bertemu dengan kami, apakah kamu takut? Kami berdua berbaju hitam, dari dunia mati.
Tidak, tidak, kami tidak akan mengganggumu. Kami tidak akan pernah ingin berada dalam dunia hidupmu lagi. Penuh dengan permusuhan dan juga penuh dengan kepura-puraan.
Aku dan Bless berusaha saling mendukung agar kami bisa melepas amarah, benci, apalagi dendam yang mungkin pernah ada di masa lalu. Kami ingin tenang berada di sini.
"Eeeerrr!"
Suara Blessmenggetarkan pendengaranku!
"Sedang apa, Err?"
"Berpikir."
Bless tergelak.
"Memangnya kamu bisaberpikir? Bukankah kamu berkata bahwa kamu tak suka berpikir?"
Aku tertawa geli.
"Aku sedang berpikir tentang sepasang hantu berbaju hitam!"
"Hantu berbaju hitam? Sepasang?"
"Iya, sepasang hantu berbaju hitam."
Keningnya berkerut.
"Maksudmu?"
"Ada sepasang hantu berbaju hitam, Bless."
"Ya,di mana?"
"Kita, Bless! Kamu dan aku! Kita adalah sepasang hantu berbaju hitam! Lihat bajumu, celanamu, juga gaunku. Kita sepasang hantu berbaju hitam, bukan?"
Bless tergelak. Diraihnya jemariku, digenggamnya erat.
"Ya, ya, kita sepasang hantu berbaju hitam."
"Ya, kita sama-sama berbaju hitam."
"Karena kita mencintai hitam."
"Kamu hanya mencintai hitam?" Tanyaku.
"Ya,aku hanya mencintai hitam."
"Kamu tidak mencintaiku?" Tanyaku lagi.
Direngkuhnya aku dalam pelukannya.
"Masih butuh jawaban?"
"Iyaaaaa!"
Lalu kami tertawa bersama.
Hai, aku, Err. Dia, Bless. Kami sepasang tanpa raga yang berbagi kasih di dunia mati. Kami sepasang hantu berbaju hitam.
Kami berbaju hitam karena kami mencintai warna hitam. Bukan karena terpaksa, atau dipaksa oleh siapa pun. Kami memilih warna hitam karena keinginan kami sendiri. Tak peduli apakah kamu menyukai warna ini atau tidak. Juga kami tak akan pernah memaksamu menyukai warna ini, dan tak akan memusuhimu karena warnamu berbeda dengan kami.
Aku, Err. Dia, Bless. Kami mencintai hitam, dan memang pecinta hitam, selain tentu saja kami saling mencintai.
Aku mengenakan warna hitam bukan karena Bless. Bless mengenakan warna hitam juga bukan karena aku. Kami kebetulan mencintai warna yang sama, lalu mengekspresikan dengan menggunakannya dalam gerak kami.
Bagaimana denganmu? Apakah kamu memaksakan warna piihanmu pada yang lain? Apakah pecinta warna yang berbeda denganmu memaksakan warnanya untuk kamu kenakan?
Warna adalah pilihan. Setiap warna punya karakter sendiri, punya cerita sendiri. Karena kami pecinta hitam,maka kami hanya bisa menceritakan padamu tentang warna hitam dalam kebersamaan kami.
Warnamu adalah warnamu. Warnamu adalah pilihanmu. Seperti kami, warna ini adalah pilihan kami. Kamu boleh saja tak menyukai warna kami. Tak harus menyukai warna kami.
Masih bertengkar karena memilih warna yang berbeda? Masih saling memusuhi karena tak sama dalam warna?
Satu hari nanti kami akan datang padamu dalam warna hitam yang kami cintai. Sepasang hantu berbaju hitam akan menyambangimu di malam yang kelam. Hendak bertanya apakah kamu menyukai warna yang sama dengan kami atau tidak. Kalau kamu suka, berarti kita sama pecinta hitam. Kalau tidak suka, berarti kita berbeda. Tapi jangan takut, kami hanya ingin bertanya itu saja, tidak lebih dari itu.
Aku, err. Dia, Bless. Warna adalah warna, dan terserah padamu hendak memilih warna apa untuk mengisi hidupmu. Jangan biarkan siapa pun memaksakan warnanya bagimu, dan jangan memaksakan warnamu pada yang lain.
Kami sepasang hantu berbaju hitam melihatmu dari sini, dunia mati.
Nitaninit Kasapink
Menikmati sinar matahari yang memanas di kulit pastilah menyenangkan sekali! Tapi tidak untukku. Matahari tidak bisa menyengatkan sinarnya padaku. Hai, betapa luar biasanya hidup di dunia ini! Di saat kamu berjemur ingin menggelapkan kulit, aku tak dapat disentuh oleh panasnya sedikit pun. Dan saat kamu berlindung dari sengatan matahari, aku memang tak dapat menggelap!
Gaun hitamku selalu berkibar seperti layar kapal dihembus angin. Rambut seleher diacak angin. Tapi biar saja, kubiarkan terlihat seperti sedang dipermainkan angin. Padahal mana mngkin angin menyentuh gaun dan rambutku? Dunia berbeda yang memberi perbedaan besar.
Ini gaun hitam yang amat kusuka! Tanpa renda, tapi membuatku merasa anggun. Ayah yang membelikan untukku.
"Kamu cantik dengan gaun hitam, Ell."
Itu yang diucap ayah padaku. Ell? Ya, itu panggilanku. Karena saat kecil kesulitan mengucap huruf 'r', maka namaku menjadi,"Ell." terkadang ayah memanggilku Err, dan terkadang Ell.
Banyak orang berpikir aku selalu mengenakan warna hitam karena kedukaanku ditinggal Su. Aku hanya tertawa saat mereka berkata itu padaku. Mereka salah! Aku menyukai hitam sejak aku kecil. Hitam menenggelamkanku dalam hening yang damai. Ya, warna hitam melindungiku dari tatapan orang. Aku terselamatkan dari pandangan siapa pun. Hitam menghilangkanku dari kehidupan ramai. Dalam warna kelam itu aku merasa didekap erat oleh ketenangan yang luar biasa menyejukkan. Hanya ada aku dan hening yang tenang dan damai. Tidak ada siapa pun lagi.
Kemudian aku mencintai malam. Karena dalam malam ada gelap yang memenjara. Dan gelap itu pun berwarna hitam! Hitam yang kucinta! Saat malam pun kumerasa tak ada kegaduhan yang sibuk. Semua dibungkus oleh tenang. Kalau pun ada kehebohan yang hiruk-pikuk, tetap saja malam mengemas dengan cantik. Riuh itu menjadi senyap karena tanpa tergesa diburu waktu.
Aku mencintai hitam, tapi sekitarku tak menyukainya.
"Warna berduka!"
"Warna berkabung!"
"Warna yang mati!"
Aku tak peduli apa kata orang tentang kecintaanku pada hitam. Tapi itu mempengaruhiku memilih baju. Ada banyak warna di lemariku. Padahal aku tak suka!
Su, lelaki itu pun tak menyukai hitam.
"Hitam? Kamu aneh!"
Senyumku mengembang mendengar celaannya. Apakah warna lain lebih terhormat dibanding warna kecintaanku? Kurasa tidak. Semua warna punya arti sendiri.
Hanya ada Bless yang mencintai hitam sepertiku, dan dia selalu mengenakan warna hitam.
"Hitam adalah warna kecintaanku," katanya satu hari padaku.
Hai, aku baru menyadari ternyata kami sepasang hantu yang berbaju hitam! Yey, sepasang hantu berbaju hitam! Sepasang tanpa raga yang berbaju hitam!
Jika kamu bertemu dengan kami, apakah kamu takut? Kami berdua berbaju hitam, dari dunia mati.
Tidak, tidak, kami tidak akan mengganggumu. Kami tidak akan pernah ingin berada dalam dunia hidupmu lagi. Penuh dengan permusuhan dan juga penuh dengan kepura-puraan.
Aku dan Bless berusaha saling mendukung agar kami bisa melepas amarah, benci, apalagi dendam yang mungkin pernah ada di masa lalu. Kami ingin tenang berada di sini.
"Eeeerrr!"
Suara Blessmenggetarkan pendengaranku!
"Sedang apa, Err?"
"Berpikir."
Bless tergelak.
"Memangnya kamu bisaberpikir? Bukankah kamu berkata bahwa kamu tak suka berpikir?"
Aku tertawa geli.
"Aku sedang berpikir tentang sepasang hantu berbaju hitam!"
"Hantu berbaju hitam? Sepasang?"
"Iya, sepasang hantu berbaju hitam."
Keningnya berkerut.
"Maksudmu?"
"Ada sepasang hantu berbaju hitam, Bless."
"Ya,di mana?"
"Kita, Bless! Kamu dan aku! Kita adalah sepasang hantu berbaju hitam! Lihat bajumu, celanamu, juga gaunku. Kita sepasang hantu berbaju hitam, bukan?"
Bless tergelak. Diraihnya jemariku, digenggamnya erat.
"Ya, ya, kita sepasang hantu berbaju hitam."
"Ya, kita sama-sama berbaju hitam."
"Karena kita mencintai hitam."
"Kamu hanya mencintai hitam?" Tanyaku.
"Ya,aku hanya mencintai hitam."
"Kamu tidak mencintaiku?" Tanyaku lagi.
Direngkuhnya aku dalam pelukannya.
"Masih butuh jawaban?"
"Iyaaaaa!"
Lalu kami tertawa bersama.
Hai, aku, Err. Dia, Bless. Kami sepasang tanpa raga yang berbagi kasih di dunia mati. Kami sepasang hantu berbaju hitam.
Kami berbaju hitam karena kami mencintai warna hitam. Bukan karena terpaksa, atau dipaksa oleh siapa pun. Kami memilih warna hitam karena keinginan kami sendiri. Tak peduli apakah kamu menyukai warna ini atau tidak. Juga kami tak akan pernah memaksamu menyukai warna ini, dan tak akan memusuhimu karena warnamu berbeda dengan kami.
Aku, Err. Dia, Bless. Kami mencintai hitam, dan memang pecinta hitam, selain tentu saja kami saling mencintai.
Aku mengenakan warna hitam bukan karena Bless. Bless mengenakan warna hitam juga bukan karena aku. Kami kebetulan mencintai warna yang sama, lalu mengekspresikan dengan menggunakannya dalam gerak kami.
Bagaimana denganmu? Apakah kamu memaksakan warna piihanmu pada yang lain? Apakah pecinta warna yang berbeda denganmu memaksakan warnanya untuk kamu kenakan?
Warna adalah pilihan. Setiap warna punya karakter sendiri, punya cerita sendiri. Karena kami pecinta hitam,maka kami hanya bisa menceritakan padamu tentang warna hitam dalam kebersamaan kami.
Warnamu adalah warnamu. Warnamu adalah pilihanmu. Seperti kami, warna ini adalah pilihan kami. Kamu boleh saja tak menyukai warna kami. Tak harus menyukai warna kami.
Satu hari nanti kami akan datang padamu dalam warna hitam yang kami cintai. Sepasang hantu berbaju hitam akan menyambangimu di malam yang kelam. Hendak bertanya apakah kamu menyukai warna yang sama dengan kami atau tidak. Kalau kamu suka, berarti kita sama pecinta hitam. Kalau tidak suka, berarti kita berbeda. Tapi jangan takut, kami hanya ingin bertanya itu saja, tidak lebih dari itu.
Aku, err. Dia, Bless. Warna adalah warna, dan terserah padamu hendak memilih warna apa untuk mengisi hidupmu. Jangan biarkan siapa pun memaksakan warnanya bagimu, dan jangan memaksakan warnamu pada yang lain.
Kami sepasang hantu berbaju hitam melihatmu dari sini, dunia mati.
Nitaninit Kasapink
Comments
Post a Comment