Ufh, hari ini jam serasa lambat bergerak. Pekerjaan masih saja bertumpuk, belum selesai. Mataku mulai tak kuat menahan kantuk. Tiba-tiba terdengar bunyi trrrrt, trrrrt, trrrrt... Telepon di mejaku berbunyi.
"Ya, hallo", ucapku
"Turun ke sini", suara itu ramah tapi tegas memerintah. Aku keluar ruangan, menuruni anak tangga perlahan menuju ruangan yang berada di depan. Mengetuk pintunya perlahan, lalu mendorong pintu dengan hati-hati. Senyum itu terlihat jelas. Raut wajahnya tampak cerah.
"Saya mau melanjutkan cerita", ujarnya sambil menyorongkan piring kecil berisi lumpia lengkap dengan saus dan cabe rawit ke depanku. Lumayan sebagai pengganjal mata ni cabe rawit, pikirku. Lalu kuambil sepotong lumpia, dan muai menggigitnya. Dia tersenyum dan berkata,"Terlihat sekali kamu lelah. Banyak pekerjaan hari ini?". Aku terkejut dengan pertanyaannya, hingga cabe rawit tergigit habis! Oops, minum, aku harus minum. Pedas! Disodorkannya pula segelas air kemasan untukku, dan dengan cepat kuminum. "Pelan-pelan, jangan terburu-buru", ujarnya dengan suara kebapakan. Aku tersenyum.
"Oh ya, nanti saya akan ke rumahnya, menjenguknya. Mau ikut?"
Pertanyaan simple, tapi membuatku terbatuk-batuk. Senyumnya hadir lagi.
"Dari tadi kamu terbatuk kaget terus. Ada apa?"
Aku menggeleng dan tersenyum, juga menjawab,"Ga apa-apa, nanti saya boleh ikut?"
"Loh, malah nanya. Saya mengajak kamu"
"Ya, dengan senang hati"
"Sekarang, mari. Supir sudah siap di depan"
Wow, berarti hari ini pekerjaanku harus kubawa pulang, karena hari ini jam kerjaku digunakan untuk mendampinginya pergi.
Di depan, mobil sudah siap menunggu. Aku ikut pergi, duduk di belakang. Perjalanan tanpa suara, hanya suara klakson yang riuh rendah di jalan yang membuat ramai gendang telingaku. Aku berpikir tentang dia, dan dia, tentang cinta mereka yang belum usai, cinta yang terpisah oleh jodohkah? Lalu apa sebenarnya yang disebut jodoh? Orang yang dicintai dan mencintainya dengan tulus, tidak menjadi pasangan hidupnya, tapi memiliki cinta yang terus menerus disimpan dalam hati, tidak terusik, tidak diusik. Hmm, perjalanan hidup, tak seorang pun mengetahui di mana akan berakhir, dan apa yang akan dihadapinya. Apakah cintaku juga akan...
"Sudah sampai. Ayo turun. Sejak tadi kamu melamun", suaranya menghentikan lamunanku. Aku tersenyum, dan tertawa kecil.
Rumah yang megah! Aku berdecak melihat megahnya rumah ini. Hebat! Jadi perempuan yang dicintainya adalah perempuan yang hebat!
"Dia seorang pengusaha sukses, dulu menjabat Presiden Direktur di sebuah perusahaan ternama. Dia memang hebat, pintar, tapi tidak pernah sombong, dan tidak pernah merendahkan siapa pun. Dia seorang yang baik", ujarnya.
"Ya, betul. Rumah ini..., wuuh! Andai saya bisa memiliki rumah, tak usah semegah ini, tapi cukuplah untuk sebuah kata layak bagi 3 anak saya, pasti saya sudah merasa bahagia. Belum punya rumah saja saya bahagia, apalagi memilikinya. Rumah ini, besar sekali", kataku.
"Ditempati oleh dia, dan seorang pembantu setianya. Saudara-saudaranya sesekali berkunjung menjenguk dan menginap. Mereka semua orang yang sukses dalam karir. Mari kita masuk", dia menambahkan.
Terlihat seorang perempuan berlari-lari mendekati kami setelah menutup gerbang rumah. Senyum lebarnya terlihat jelas. "Bapak, Ibu sudah menunggu sejak kemarin. Mari Pak", perempuan itu berkata dengan amat ramah, dan terdengar amat lega karena si Ibu dijenguk.
Memasuki rumah ini, rasanya seperti memasuki sebuah istana kecil. Sentuhan seni ada di seluruh ruangan. Indahnya! GUSTI, boleh kan aku memohon? Rumah yang indah penuh cinta untuk aku dan anak-anakku. Ah ya, rumah ini terasa dingin karena tak ada cinta di dalamnya. Ada sepotong cinta dari sebuah hati, dan potongan lain ada jauh dari tempat ini, dan menjadi hangat sewaktu potongan itu datang. Ingin cepat-cepat bertemu dengan perempuan yang dicintainya!
Masuk ke sebuah kamar, ada sebuah kursi roda di dekat tempat tidur, dan terlihat seorang perempuan tua yang masih terlihat cantik, tidur pulas.
"Ssst, jangan berisik, dia sedang tidur. Lihat, dia bagai seorang putri surga", dengan tersenyum dia mengucap ini padaku, dan kurasa tak membutuhkan jawabanku sama sekali. Jadi aku cuma tersenyum saja.
Bibi yang tadi membuka dan menutup gerbang serta mengantar kami ke kamar, datang membawa 3 cangkir teh manis, dan 3 gelas berisi minuman berwarna merah. Weh, tiba-tiba aku merasa haus, tapi kutahan untuk meminum. Nanti saja, sopanlah sedikit, Err! Bisik hatiku pada diriku sendiri. Lalu aku memandangnya, lelaki yang selalu bercerita padaku tentang pengalaman hidupnya, dia sedang memandang perempuan yang dikasihnya. Oh, dia berdoa untuk perempuan yang disimpannya dalam cerita hati! Tissue, aku membutuhkan tissue! Tak kuasa menahan haru, airmataku muolai mengambang. Ada sekotak tissue di sisi tempat tidur, dan kutarik perlahan. GUSTI, inikah cinta sejati? Saling mencintai walau tak pernah bisa memiliki, dalam diam menyimpan separuh cintanya, dalam hening menyimpan sepotong cintanya, dalam bisu mengasihi cintanya, dan hanya doa yang membuat tetap hidup cintanya... Aku makin membutuhkan tissue...
error
"Ya, hallo", ucapku
"Turun ke sini", suara itu ramah tapi tegas memerintah. Aku keluar ruangan, menuruni anak tangga perlahan menuju ruangan yang berada di depan. Mengetuk pintunya perlahan, lalu mendorong pintu dengan hati-hati. Senyum itu terlihat jelas. Raut wajahnya tampak cerah.
"Saya mau melanjutkan cerita", ujarnya sambil menyorongkan piring kecil berisi lumpia lengkap dengan saus dan cabe rawit ke depanku. Lumayan sebagai pengganjal mata ni cabe rawit, pikirku. Lalu kuambil sepotong lumpia, dan muai menggigitnya. Dia tersenyum dan berkata,"Terlihat sekali kamu lelah. Banyak pekerjaan hari ini?". Aku terkejut dengan pertanyaannya, hingga cabe rawit tergigit habis! Oops, minum, aku harus minum. Pedas! Disodorkannya pula segelas air kemasan untukku, dan dengan cepat kuminum. "Pelan-pelan, jangan terburu-buru", ujarnya dengan suara kebapakan. Aku tersenyum.
"Oh ya, nanti saya akan ke rumahnya, menjenguknya. Mau ikut?"
Pertanyaan simple, tapi membuatku terbatuk-batuk. Senyumnya hadir lagi.
"Dari tadi kamu terbatuk kaget terus. Ada apa?"
Aku menggeleng dan tersenyum, juga menjawab,"Ga apa-apa, nanti saya boleh ikut?"
"Loh, malah nanya. Saya mengajak kamu"
"Ya, dengan senang hati"
"Sekarang, mari. Supir sudah siap di depan"
Wow, berarti hari ini pekerjaanku harus kubawa pulang, karena hari ini jam kerjaku digunakan untuk mendampinginya pergi.
Di depan, mobil sudah siap menunggu. Aku ikut pergi, duduk di belakang. Perjalanan tanpa suara, hanya suara klakson yang riuh rendah di jalan yang membuat ramai gendang telingaku. Aku berpikir tentang dia, dan dia, tentang cinta mereka yang belum usai, cinta yang terpisah oleh jodohkah? Lalu apa sebenarnya yang disebut jodoh? Orang yang dicintai dan mencintainya dengan tulus, tidak menjadi pasangan hidupnya, tapi memiliki cinta yang terus menerus disimpan dalam hati, tidak terusik, tidak diusik. Hmm, perjalanan hidup, tak seorang pun mengetahui di mana akan berakhir, dan apa yang akan dihadapinya. Apakah cintaku juga akan...
"Sudah sampai. Ayo turun. Sejak tadi kamu melamun", suaranya menghentikan lamunanku. Aku tersenyum, dan tertawa kecil.
Rumah yang megah! Aku berdecak melihat megahnya rumah ini. Hebat! Jadi perempuan yang dicintainya adalah perempuan yang hebat!
"Dia seorang pengusaha sukses, dulu menjabat Presiden Direktur di sebuah perusahaan ternama. Dia memang hebat, pintar, tapi tidak pernah sombong, dan tidak pernah merendahkan siapa pun. Dia seorang yang baik", ujarnya.
"Ya, betul. Rumah ini..., wuuh! Andai saya bisa memiliki rumah, tak usah semegah ini, tapi cukuplah untuk sebuah kata layak bagi 3 anak saya, pasti saya sudah merasa bahagia. Belum punya rumah saja saya bahagia, apalagi memilikinya. Rumah ini, besar sekali", kataku.
"Ditempati oleh dia, dan seorang pembantu setianya. Saudara-saudaranya sesekali berkunjung menjenguk dan menginap. Mereka semua orang yang sukses dalam karir. Mari kita masuk", dia menambahkan.
Terlihat seorang perempuan berlari-lari mendekati kami setelah menutup gerbang rumah. Senyum lebarnya terlihat jelas. "Bapak, Ibu sudah menunggu sejak kemarin. Mari Pak", perempuan itu berkata dengan amat ramah, dan terdengar amat lega karena si Ibu dijenguk.
Memasuki rumah ini, rasanya seperti memasuki sebuah istana kecil. Sentuhan seni ada di seluruh ruangan. Indahnya! GUSTI, boleh kan aku memohon? Rumah yang indah penuh cinta untuk aku dan anak-anakku. Ah ya, rumah ini terasa dingin karena tak ada cinta di dalamnya. Ada sepotong cinta dari sebuah hati, dan potongan lain ada jauh dari tempat ini, dan menjadi hangat sewaktu potongan itu datang. Ingin cepat-cepat bertemu dengan perempuan yang dicintainya!
Masuk ke sebuah kamar, ada sebuah kursi roda di dekat tempat tidur, dan terlihat seorang perempuan tua yang masih terlihat cantik, tidur pulas.
"Ssst, jangan berisik, dia sedang tidur. Lihat, dia bagai seorang putri surga", dengan tersenyum dia mengucap ini padaku, dan kurasa tak membutuhkan jawabanku sama sekali. Jadi aku cuma tersenyum saja.
Bibi yang tadi membuka dan menutup gerbang serta mengantar kami ke kamar, datang membawa 3 cangkir teh manis, dan 3 gelas berisi minuman berwarna merah. Weh, tiba-tiba aku merasa haus, tapi kutahan untuk meminum. Nanti saja, sopanlah sedikit, Err! Bisik hatiku pada diriku sendiri. Lalu aku memandangnya, lelaki yang selalu bercerita padaku tentang pengalaman hidupnya, dia sedang memandang perempuan yang dikasihnya. Oh, dia berdoa untuk perempuan yang disimpannya dalam cerita hati! Tissue, aku membutuhkan tissue! Tak kuasa menahan haru, airmataku muolai mengambang. Ada sekotak tissue di sisi tempat tidur, dan kutarik perlahan. GUSTI, inikah cinta sejati? Saling mencintai walau tak pernah bisa memiliki, dalam diam menyimpan separuh cintanya, dalam hening menyimpan sepotong cintanya, dalam bisu mengasihi cintanya, dan hanya doa yang membuat tetap hidup cintanya... Aku makin membutuhkan tissue...
*****
Salam senyum,error
Alur fiksinya bener-bener keren mbaa, belum tentu aku bisa bikin cerita yang geretetan :)
ReplyDeletemakasih mbak, mbak pasti bisa bikin yg lebih oke ;)
Deletehmm.... :)
ReplyDeletekok hmm? :)
Delete