Skip to main content

...error n high heels 12 cm...



Dulu suka banget pake sandal n sepatu high heels. Gw suka banget karena gw pendek. Kalo pake high heels gitu tu gw jadi kelihatan tinggi n rasanya lebih sexi gitu. Hahaha..! Jangan salah, gw kan cewek asli. Tapi itu semua itu adanya di jaman dahulu kala. Sewaktu gw masih bersuami. Biarpun dulu juga naik motor kemana-mana, tetep gw pake high heels. Gw ga perlu ngebut yang semaximal motor bisa ngebut.

Mulai suami sakit dan gw harus urus semua, gw tinggalin itu semua. Gw harus lari ke sana ke sini untuk urus suami di rumah sakit juga urus anak-anak di rumah. N berlangsung terus hingga suami ga da lagi, sampai suami meninggal.

Tapi sewaktu awal-awal kerja sesudah suami meninggal, gw masih pakai sepatu high heels untuk kerja. High heels 12 cm yg materialnya dari kayu, juga ada sepatu lain yang juga high heels gitu.

Dulu gw kerja di lantai 3 juga kayak sekarang. Gw biasa lari di tangga. Bos gw n teman-teman gw biasanya pada tereak dulu kalau gw naik tangga,'NIT, AKU JAGAIN DARI BAWAH YA...'. Haha, gw satu-satunya yang pakai high heels setinggi itu di kantor.

Sampai pada satu waktu gw tabrakan motor, kelempar jauh. Tau ga, sewaktu gw sadar, ada yang ngomong, 'Mbak, motornya saya parkirin di sana'. Gw bingung, motornya siapa?? Tapi gw bisa teriak...,'SEPATU GW!SEPATU GW!SEPATU GW!'. Haha..., itu sepatu baru gw beli, sepatu high heels yang bagus n harganya lumayan untuk ukuran gw. Hahaha!

Sekarang gw ga lagi pakai high heels, coz perjalanan yang gw tempuh sekarang makan waktu lama. Gw ga mau kaki gw jadi pegel n juga membahayakan diri gw sendiri.




High heels?? Nanti, satu saat gw akan pakai itu jalan di samping suami gw, kalau gw punya suami lagi. Kalau ga nikah lagi, ya...ga bakal pakai kali yah.. Haha!!







Salam Senyum,

error




Comments

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI