Skip to main content

error,"Maaf Mas, aku mencintaimu..." #episode 2

#Sebuah episode lanjutan dari error,"Maaf Mas, aku mencintaimu..."
"Ada dimana?"

Aku menjawab telfon dari Mas, dan menyebutkan salah satu tempat perbelanjaan yang berada dekat rumah.

"Oh, selamat berbelanja"

"Ga kok mas, ga belanja" Jawabku

"Sama siapa?"

"Ngka, Mas"

"Ok, selamat berbelanja"

"Mas ke sini aja. Ga apa-apa"

"Lama?"

"Cuma lihat-lihat"

"Nanti dihubungin deh kalau memang jadi dateng ya. Ini masih di kantor. Ok?" kata Mas di telfon

"Oke"


                                                    ***
 
Tak lama kemudian aku dan Ngka, putra sulungku tiba di tempat perbelanjaan. 

"Ma, langsung ke tempat sepatu ya" Pinta Ngka. 

"Ya, ya. Langsung ke tempat sepatu" jawabku singkat.

Ngka memang memintaku untuk membelikannya sepatu untuk sekolah karena sepatu lamanya sudah rusak.

Di bagian sepatu, Ngka sibuk melihat dan memilih sepatu yang sesuai dengan yang diinginkannya. Tapi ternyata Ngka kurang puas dengan item yang ada. 

"Ma, cari di tempat lain lagi yuk. Cuma sedikit pilihannya. Yuk Ma, yuk"

"Yuk, boleh aja" Jawabku sambil tersenyum.

Sambil berjalan bersisian dengan Ngka, aku sms Mas. Tapi tak ada jawaban. Pikirku, ah Mas pasti sangat sibuk. 

Mas amat sangat sibuk dengan pekerjannya. kasihan aku pada Mas. Pasti amat lelah otak juga otot-otot tubuhnya. Ah, Mas...

"Ma, tuh bagus tuh sepatu", Ngka memecah lamunanku

Diambilnya sepatu yang dimaksud. Hmm, sepatu bagus, tapi itu bukan sepatu yang bisa digunakan untuk sekolah.

Ngka tertawa dan berkata,"Payah, kanapa juga harus sepatu hitam ya ma ya. Padahal sepatu ini bagus"

Aku tertawa melihat mimik mukanya yang lucu waktu berkata itu.

Melihat ini dan itu di toko sepatu tersebut membuat Ngka mengambil keputusan lain lagi.

"Balik ke tempat tadi aja ma. Bagus sepatu yang tadi Ngka coba di sana. Ini ga bisa dipake sekolah. kalo mama punya uang, beliin yang ini ya untuk Ngka pergi"

Aku mengangguk mengiyakan sambil nyengir a la error.

                                                   ***

Seperti biasa aku dan Ngka bercanda habis-habisan sambil berjalan menuju tempat sepatu yang awal tadi kami masuk. Menurut teman-temanku, gayaku dan Ngka dalam berkomunikasi seperti teman saja. Tak seperti antara ibu dan anak.

Memang sih, aku dan 3 anakku memang seperti tak berjarak. Aku menempatkan diri sebagai sahabat mereka, bukan sebagai ibu. Jadi mereka bisa amat santai denganku.

Ngka bercerita banyak tentang pengalamannya dengan teman-temannya di sekolah, juga tentang sahabat-sahabatnya. Aku mendengarkan dan mengomentari cerita Ngka. kami amat menikmati waktu yang ada. Bercanda, tertawa-tawa.

Sesampai di tempat sepatu, Ngka mulai lagi dengan aksinya.

"Yah, cuma ini ya ma koleksinya, ga ada yang lain"

"Terserah mau atau ga. kalau ga mau, ya udah, besok lagi aja kita pergi lihat-lihat di tempat lain. Oce?" kataku.

Ngka mengiyakan.

Di dekat tempat sepatu itu adalah bagian kaos-kaos. Aku dan Ngka mulai sibuk dengan mengomentari kaos-kaos yang ada.

Ponselku bernyanyi, tanda ada panggilan masuk. Ah, Mas...

"Dimana? Masih di situ?"

"Masih, mas. Mas dimana?"

"Masih di kantor. kamu nyari apa sih?"

"Sepatu, Mas"

"Oh, sepatu"

Mas diam. Aku kembali mengomentari kaos-kaos yang ada di situ. Ngka dan aku tertawa-tawa. Ponsel tetap dalam posisi on. kupikir Mas mungkin sedang berkonsentrasi pada pekerjaannya. Sampai sewaktu aku berbalik melihat ke arah belakang...

"SURPRISE..."

Aku terbengong-bengong... Mas ada di belakangku dengan tetap memegang ponselnya! Aku terkejut. Ngka pun terkejut.

Sesaat setelah hilang terkejutku, aku tertawa dan menghampiri Mas.

"Mas!"

Mas tertawa melihat aku dan Ngka yang terbengong-bengong.

Ngka pun tertawa setelah menyadari akan hal itu.

"Gue dari tadi di sini. kayak orang pacaran aja kamu sama Ngka"

Ngka tertawa geli.

Reflek aku memeluk Mas. Ah, Mas... Mas ga tahu yang aku rasa. Bahagia inni amat membungkah di hati saat melihatmu di sini. Ah, Mas...

Mas menggandengku dan mengajakku dan Ngka berjalan berkeliling setelah tahu bahwa Ngka ingin mencari sepatu di tempat lain.

"Ma, berarti beli sepatunya kapan?" Tanya Ngka.

"Besok. kan kamu maunya nyari lagi di tempat lain" Jawabku.

"Yang tadi aja deh" Jawab Ngka

"Oh ya udah, yuk" Aku tersenyum

kami kembali ke tempat semula. Ngka langsung mengambil sepatu yang tadi memang sudah dicobanya sewaktu pertama kali sampai.

"Gimana nih ma?" Tanya Ngka

"Bilang mbaknya" Jawabku

Mas bertanya pada Ngka,"Ga dicoba dulu, Ngka?"

Ngka tertawa, dan menjawab,"Udah tadi"

Sesudah selesai pembayaran, kami melangkah keluar.

"Ngka naik motor sendiri ya? Mama sama om" kataku pada Ngka

"Oceeee maaa. Mama aja ya yang bawa sepatunya" Jawab Ngka

"Langsung pulang ya" Pesanku pada Ngka

"Mau ke rumah Resen" Ngka menjelaskan padaku. Resen adalah sahabat Ngka sejak masih SMP.

"Ya udah, ga apa-apa, jangan ngebut" kataku pada Ngka

Mas menggamit tanganku seraya berkata,"Gimana sih kamu. Ngka gimana, kok sendirian?"

"Ga apa-apa. Santai aja Mas" Jawabku

"Antar Ngka ke parkiran dulu" Tegas Mas padaku

Ah, Mas... kamu ga tahu yang ada di hati ini... Aku bahagia mendengarnya.

kami berjalan bertiga. Bercanda tak henti, hingga akhirnya sampai di parkiran motor.

"Awas lo" kata Ngka dengan gaya khasnya padaku

Aku tertawa dan menggodanya dengan pura-pura mau mencium Ngka. Ngka tertawa-tawa sambil pura-pura mengusirku, dan berlalu.

"kayak pacaran bener lo ma Ngka" kata Mas

Aku tertawa, dan menggandeng Mas. Ah, Mas... Mas ga tau aku hampir menangis merasakan bahagia karena ada bersama orang-orang yang kusayang. Ah, Mas...

Aku dan Mas menuju mobil.

"Lo kaget banget ya tadi ihat gue?"

"Haha, ya iyalah", jawabku

"Haha! Lo bengong! Ngka juga! Mang bener-bener ga nyangka ya?"

"Ga. Ga nyangka", jawabku lagi

Aku merapatkan gandenganku pada Mas. Ah Mas...

                                          ***

Di mobil, Mas berkata,"Gue belom makan. Lo juga belom kan?"

"Belum"

"kenapa?"

"Dah gendut aku"

"Lo ga boleh diet. Pokoknya lo ga boleh diet"

"iya, iya", jawabku

Aku duduk bersender pada Mas di mobil. Ada rasa haru yang tak bisa kujelaskan.

"Makan dimana ya?"

"Ga tau", aku menjawab

"Di situ aja deh ya. Di tempat kemaren itu. Asik ada saungnya"

"Iyah Mas. Di situ santai"

                                           ***
 
Sampai di tempat yang dituju.

"Pilihin untuk gue"

"Oops, aku ga tahu Mas suka apa", jawabku

"Pilihin aja. Terserah lo"

Dan akhirnya kami memilih berdua. Haha, Mas...

Pramusaji bertanya,"kopi?"

"Boleh ga gue ngopi?"

"Hm... boleh deh", jawabku

"Makasih", dan Mas tersenyum

Ah, Mas... Lagi-lagi aku menahan airmata agar tak terlihat mengembang di mataku.

"kopi hitam atau kopi susu?", tanya pramusaji lagi

"kopi susu 1", jawabku

Mas langsung menoleh padaku.

"Cepet banget sih lo menjawab. Gue belom menjawab", protes Mas

Aku tertawa sambil berlalu menuju saung yang ditunjuk.

                                           ***

Duduk di saung dengan Mas membuatku nyaman.

"Gue kangen lo"

Ah, Mas... Mas ga pernah tahu begitu banyak rindu yang kusimpan untukMas. Mas ga pernah tahu, begitu banyak airmata yang kutahan karena menyadari bahwa rindu ini hanya harus menjadi sebuah kerinduan. Ah, Mas...

"Gue mau ke toilet. Sebelah mana sih?"

"Di situ, Mas", sambil menunjukkan arah ke toilet aku mengusap mata yang rasanya sebentar lagi akan tumpah.

"Oke, tunggu ya"

Aku tersenyum.

Sepeninggal Mas, aku sibuk dengan pikiranku sendiri, sibuk dengan rasaku sendiri. Ya GUSTI.., mengapa harus ada rasa ini? Ya GUSTI.., jika memang Mas bukan untukku, mengapa harus ada rasa ini?

Masih terngiang ucapan Mas beberapa minggu lalu..."Gue mencintai lo, tapi gue ga bisa menikahi lo. Gue beristri".

Dan ucapannya,"Jangan tinggalin Gue. Gue sayang lo sampai kapanpun. Sayangin gue selamanya". Ah, Mas...

Ya GUSTI... Tak terasa airmataku turun perlahan. Dan langsung kuusap dengan tissue, karena aku tak mau Mas mengetahui bahwa aku menangis.

Mas selalu berkata,"Gue ga mau lo sedih. Gue ga mau lo nangis. Dah cukup tangis lo di masa lalu. kubur dalam-dalam masa lalu lo yang bikin lo sedih. Gue sayang lo"

Ah, Mas... Aku ga kan menangis, Mas. Tapi airmata ini turun sendiri...

"Hei"

Mas mengejutkanku. Aku tertawa melihat Mas.

                      ***

Tak lama kemudian pesananku dan Mas pun tiba. Mas makan sambil bercerita tentang pekerjaannya, dan aku mendengarkan sambil memandanginya. Mungkin Mas ga menyadari hal itu. Aku memandanginya.

"Dilema"

"Apa?", tanyaku

Mata Mas jauh menerawang.

"kenapa Mas?"

"Dilema"

"Dilema kenapa?"

Dan Mas terdiam. Digenggamnya tanganku erat.

Ah, Mas... Maafkan aku, aku amat mencintaimu... Mas selalu membuatku merasa istimewa. Mas ga berlebihan, tapi aku merasa bahwa Mas berusaha melindungiku dari semua hal yang menyedihkanku dan menyedihkan anak-anakku. Ah, Mas... andai saja aku bisa menjadi halal bagimu. Tapi itu tak mungkin...

Dan akupun diam, ikut menerawang jauh... Jauh ke depan, namun tak ada jawaban apapun di sana... Tapi jujur, Mas, maafkan aku... Ya, aku mencintaimu dan tak berharap apapun... Ijinkan aku mencintaimu, Mas...

Semua kuucap pada Mas, dalam hati...
                                              ******************* 
error




Comments

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...