Skip to main content

error bercerita tentang,"Pindah rumah, autoimun, dan kondisi Pink"

Sudah dua tahun lebih, Pink sakit. Kondisinya selalu lemah. Autoimun tanpa masuk tipe mana pun, itulah kondisi Pink. Setiap ada serangan autoimun, berobat ke dokter spesialis autoimun, yang lumayan jauh dari rumah. Sebenarnya ga begitu jauh banget, tapi karena kondisi Pink yang lemah, lokasi itu jadi terasa jauh sekali. Tapi walau pun sakit, cerianya tak pernah hilang. Sedang menunggu urutan panggilan dokter pun, ceria itu tetap ada.




Autoimun tidak bisa diprediksi bakal menyerang organ yang mana. Tapi diserang bagian mana pun, Pink tetap ceria, tetap tersenyum. Indah banget melihat senyumnya yang selalu mengembang.


 

Lumpuh total, lumpuh kaki, tetap semangat... Berangkat sekolah diantar menggunakan kursi roda, dan itu pun hanya sebentar di sekolah, juga ga setiap hari bisa berangkat sekolah. Sekolah dalam setahun hanya beberapa kali, karena kondisinya yang ga memungkinkan untuk ke sekolah. Baru sampai di pintu rumah, pingsan, pokoknya sebelum sampai di sekolah, sudah pingsan, atau lemas tak bertenaga. 

Tapi coba lihat kondisi senyumnya! Mengembang tak henti! Semangatnya tak pernah putus! Pink, cantik cinta bungsunya gue..., selalu tersenyum dalam kondisi seperti apa pun...

GUSTI selalu Baik, dan memang selalu memberi yang terbaik dan terindah. Kondisi Pink sesudah pindah rumah, membaik, dan terus membaik. 

Homeschooling berlangsung lebih lancar karena kondisinya membaik. Ngka, Esa, adalah 2 pendamping belajar yang penuh perhatian, penuh kasih sayang, yang memperhatikan kondisi Pink. Proses belajar mengajar berlangsung indah, karena siapa saja bisa jadi pengajar, siapa pun bisa diajar. Pink pun bisa membimbing Esa dalam photoshop.

Kondisi Pink terakhir semakin membahagiakan. Vitiligo yang dulu pun mulai terlihat di wajahnya, menghilang tanpa bekas! Berjalan? Bukan hanya berjalan, tapi Pink bisa menyapu, mengepel, membereskan rumah!

Gue memang ga mau berpikir tentang autoimun yang menyedihkan, tapi gue lebih memilih mengajak Pink tersenyum. Karena menurut gue, tiada yang buruk dari GUSTI, semua indah dan terbaik... Makasih GUSTI, senyumMU selalu menghias di hidup ini... Pink, mama bangga memiliki putri sehebat kamu... Ngka, Esa, mama bangga memiliki putra gagah yang selalu menyayang Pink tanpa henti...


Mau tahu apa yang gue rasakan di hati? B A H A G I A . . ! 

Sehat selalu ya cintanya mama, amin...

Salam senyum,
error

Comments

  1. Anaknya sakit to mbak, sakit apa itu ....?baru dengar saya dengan istilah penyakit ini......
    Mudah mudahan diberi kesabaran..... aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin... Makasih doanya, Mas :)
      Pink hidup dengan Autoimun. Imunnya menyerang organnya sendiri, Mas. Imun yang salah ngerjain jobdes :D

      Delete
  2. alhamdulillah Pink sudah membaik ya Mbak.. semoga selalu ceria.. :)

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. eh tante,,, saya punya ponakan juga namanya pink... eheheh
    kapan2 bsa maen barng nih sama pinknya tante.... :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...