Skip to main content

error,"Menikmati gelapnya mati lampu".

Semalam gue bersama Esa dan Pink, asyik menonton tv, Ngka pergi dengan sahabatnya, Yosua. Bertiga santai, nonton, ngobrol, tetiba lampu PET, mati. Tunggu ditunggu, eh listrik masih mati juga. Fiuh, mati lampu, atau 'njepret' (njepret listrik tuh namanya apa ya? Tegangan listrik turun? ya maksudnya itu deh) ya? setelah diperiksa oleh Esa, ternyata memang mati lampu. Ngomong-ngomong, di luar negeri mana gitu, ada mati lampu ga ya? Ah ya sudahlah, gue cerita mati lampu semalam aja.

Panas, gerah, orang Jawa bilang,"Sumuk", dan pasti banyak bahasa daerah yang menyatakan maksuda yang sama ini. Pokoknya mulai berkeringat, karena ga ada angin yang menyentuh ruangan. Pintu depan rumah pun dibuka. bertiga duduk di ruang tamu, tetap mengobrol. Seberang rumah, pinggir sawah, ada beberapa tetangga duduk di sana, mungkin karena kegerahan, mereka pun keluar rumah, duduk santai mengobrol sesama warga yang jadi korban mati lampu. Seberang rumah gue memang tempat favorit tetangga duduk. Padahal sejejeran rumah gue, seberangnya sawah juga, tapi seberang rumah gue adalah pojok favorit. Asyik juga, rumah gue jadi banyak yang jaga, hehe.

Setengah jam berlalu, eh masih gelap mati lampu juga. Pink mulai mengantuk, gue juga, sedangkan Esa sudah sukses mengurai lelahnya menjadi istirahat, Esa lelap di kasur palembang ruang tamu yang digelar. Pintu depan rumah tetap dibuka. Nyamuk-nyamuk bersukaria, berteriak-teriak, menjerit melihat Esa yang tidur, Pink yang mulai tidur-tiduran, dan gue yang jelas-jelas besar terlihat oleh nyamuk. "Asupan gizi yang baguuuus..!! Ayoo serbuuu, kita kenyaaang!!", kata nyamuk pada sesama nyamuk, sedangkan gue mulai siaga 1 mendengar teriakan nyamuk yang menurut gue butuh diberi tepuk tangan. Plak! Plak! Beberapa anggota bala tentara nyamuk gugur di telapak tangan gue. Tapi nyamuk ga pernah menyerah, terus saja menyerbu dengan garang dan riang. Semprooot! Sesss, sees, seees, nyamuk-nyamuk disemprot racun serangga. Iya, racun serangga, bukan obat nyamuk. Obat nyamuk itu mengobati nyamuk, berarti nyamuknya sakit, hingga diberi obat khusus nyamuk. Sedangkan gue ga mengobati mereka, gue meracuni nyamuk-nyamuk, dengan harapan terbebas dari suntikan nyamuk yang beracun, mengakibatkan gatal. Diracun atau meracun, itu pilihannya. Dan gue memilih meracuni para nyamuk. Horre, berkurang nyamuknya! Namun setelah itu, serombongan nyamuk yang mungkin keluarga nyamuk yang diracun itu datang semua. Alhasil, bertepuk tangan yang meriahlah gue semalam. Pink sudah menyusul Esa masuk dalam lelap. Dan rasanya gue pun mengantuk, menyusul lelapnya Esa, dan Pink, yang sudah lebih dulu bermimpi. Eh, gue ga usah cerita tentang mimpi gue ya? Satu hari nanti gue akan bercerita mimpi gue yang sebenarnya gue juga lupa mimpi apa :D .

Suara motor berhenti di depan rumah, gue terbangun. Ternyata Ngka sudah pulang. Motor pun dimasukkan Ngka ke teras.
"Ma, mati lampu dari depan sana loh Ma. Dari baru masuk sana tuh, udah gelap!", kata Ngka.
"Mati semua?", tanya gue.
"Iya. Serem deh Ma. Horor!", ujar Ngka lagi.
Gue bersyukur sewaktu mati lampu gue ga lihat yang 'aneh-aneh'.
"Mati lampunya dah lama, Ma?"
"Dari tadi. Nih tante Lia (teman gue yang rumahnya masih 1 perumahan sama gue) nulis: nyala doong, ngantuk niih!, di status BBM-nya".
Ya, mati lampu lama banget semalam, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Dok, dok, dok!! Tukang nasi goreng pun lewat depan rumah. Waah, asyiiik!
"Ma, beli nasi goreng, ya?"
"Ya", jawab gue.
"Mama nambahin seribu aja deh", ujar Ngka.
Cihuui!! Gue semakin semangat menyetujui Ngka membeli nasi goreng. Hihi, dasar emak-emak penuh perhitungan... Hahaha!
Nasi goreng pun dihidangkan, satu piring. Ngka membangunkan dua adiknya, Esa, dan Pink.
"Sa, bangun. Pink, bangun. Mau nasi goreng ga?".
Dan satu piring nasi goreng made by abang tukang nasi goreng pun diserbu bersama. Serbuan nyamuk ga lagi terasa, karena aroma godaan nasi goreng lebih terasa asyik.

Ga lama setelah nasi goreng selesai tandas ga tersisa di piring, lampu pun BYAR!! Horee, teraaang! Selama dua jam menikmati gelap, terang menjadi anugerah yang berlimpah. Tetangga yang duduk mengobrol di seberang rumah pun bubar. Mereka lebih memilih rumah terang dibanding duduk di pinggir sawah dikeroyok nyamuk. Tapi sewaktu rumah gelap, mereka memilih meninggalkan rumah, dan mencari tempat nyaman lain. Jadi mikir, apakah rumah hanya akan dihargai dan disyukuri saat dilimpahi segala terang, dan ditinggalkan begitu saja saat gelap memenuhi ruang...


Salam senyum,
error
        

Comments

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...