Skip to main content

error,"HORREE, DAPAT NOL!".

Ga tahu kenapa, tiba-tiba gue teringat kisah lama tentang Ngka, putra sulung gue yang sekarang sudah menjadi mahasiswa, sewaktu masih kelas 1 SD. Ngka terdaftar menjadi siswa SD swasta di dekat rumah. Nilainya bagus-bagus, dan gue hargai itu dari proses Ngka belajar. Saat itu gue ga bekerja, gue seorang ibu rumah tangga fulltime dengan 3 orang campuran putra-putri.

Setiap hari Ngka belajar dibimbing gue. Tapi ada 1 matapelajaran yang gue ga sanggup mengajarinya, yaitu matapelajaran bahasa daerah, bahasa Sunda. Gue menyerah untuk urusan bahasa daerah. Nilai bahasa Sundanya berkisar di nilai 7. Dan gue merasa cukup, karena gue aja ga bisa mengajarinya.

Ngka selalu gue antar dengan mengajak Esa, dan Pink, menunggu di kantin. Dan di hari itu, saat istirahat, gue melihat Ngka berlari riang menuju tempat gue dan dua adiknya menunggu, sambil mengacungkan sebuah buku ke atas.

"Mama! Mama!", teriak Ngka sambil terus berlari ke arah gue.

Gue tertawa melihatnya. Bahagia melihat Ngka yang terlihat senang sekali. Gue ga tahu kenapa Ngka terlihat senang, tapi wajahnya berseri-seri, rambutnya melambai-lambai, begitu pula lembaran halaman buku yang diacungkannya. Ngka belum pernah terlihat begitu senangnya seperti hari itu. Gue penasaran, ada apa gerangan.

"Mama!", ujar Ngka dengan nafas tersengal-sengal, berdiri di hadapanku.

"Ya, ada apa sayang? Lari-lari sampai ngos-ngosan gini", aku berkata pada Ngka sambil mengusap keringat yang basahi dahinya, lalu kuminta Ngka duduk di sebelahku.

"Tahu ga, Ma?", Ngka berujar.

"Apa?", tanyaku.

Dan dengan suara keras, Ngka melonjak kegirangan, berteriak,"MAMA, HORRREEE, AKHIRNYA NGKA BISA DAPAT NOOOOL!!!", sambil mengangsurkan buku bahasa Sunda.

Hwahaha, gue ga bisa menahan geli, ikut tertawa bersama Ngka. Sedangkan Esa, dan Pink, jelas saja ga tahu ada apa sebenarnya. Lah wong Ngka aja ga tahu kenapa gue tertawa mendengar dan melihat nilai nol untuk matapelajaran bahasa Sundanya. Hahaha!


Salam senyum
error

      

Comments

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...