Skip to main content

error,"Maaf mas, aku mencintaimu..."

"Aku mencintaimu. Amat mencintaimu. Tapi aku tak bisa menikahimu"

Kalimat itu masih saja terngiang di telingaku walaupun sudah berminggu lalu diucap olehnya, seorang lelaki yang kucintai. Seseorang yang datang dari masa kecilku, yang kupanggil dengan sebutan 'Mas'.


Beberapa waktu yang lalu aku mulai sering berbincang dengannya. Banyak hal jadi topik menarik. 

Setiap hari aku berbincang tentang pengalaman kami dalam menghadapi kehidupan. Saling percaya, itu basic pertemanan yang kami mulai. Baik dan buruk yang kami lalui dulu jadi hal asik untuk dibicarakan berdua. 

Rindu-rindu terasa memenuhi ruang hati. Tapi aku masih bersikukuh bahwa kami berteman baik, bersahabat baik. Seperti yang selalu diucapkannya padaku,"LO SAHABAT GUE!". 

Aku menerima pernyataannya tanpa pernah protes sedikitpun. 

Ya, aku adalah sahabatnya, sahabat baiknya.

                                              ****

Siang benar-benar panas menyengat. Aku sibuk mencuci baju di belakang rumah, dan ponselku berbunyi tanda ada panggilan masuk. Ah, Mas menelefonku.

"Gue di depan rumah lo. Bukain pintu ya"

"Bohong. Ga ada orang di depan rumah", jawabku

"Gue ga bohong. Beneran gue di depan rumah"

Aku cuma tertawa. kuintip pagar depan rumah tak ada orang. Ah, Mas, kamu berbohong.

"Rumah lo deket Mesjid kan? Gue ada di depan rumah lo"

Aku kaget, dan berlari ke luar. kulihat mas ada di depan pagar. Aku tertawa bahagia melihatnya.

"Gue ga pernah bohong, tau" kata Mas dengan gayanya yang khas sambil tertawa

kuajak Mas masuk ke dalam rumah. kami berbincang-bincang tentang masa lalu, tentang masa kecil yang dulu dilalui bersama. Ah mas, kamu berubah. 

Sewaktu kecil yang kutahu Mas seorang pendiam dan pemalu. Tapi tidak sekarang. Mas menjadi seorang dewasa yang penuh dengan tawa dan canda, walau tetap kulihat ada tegang di wajahnya.

Waktupun berlalu, dan Mas pamit pulang. Aku memandangnya hingga hilang di ujung jalan.


                                            ***  
Sewaktu sedang chatting dengan Mas, aku baru tau bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya. Ya GUSTI, ini hari istimewa dimana telah GUSTI beri Mas kehidupan di dunia beberapa puluh tahun yang lalu.

"Mas, Mas ulang tahun!" Seruku.

"Oh ya? Makasih cinta. Gue ga tau ini hari ulang tahun gue. Makasih cinta!" Jawab Mas yang membuatku tertawa geli.

"Gue mau pergi ama lo. Lo mau ga?"


Aku tertawa, dan menjawab,"Ya, aku mau"
                                            
                                               ***

Menunggu kedatangannya membuat aku jadi agak gelisah. Ini pertama kali aku keluar rumah dengan mas.

Ponselku mengalun lagu tanda yang menghubungiku. Ah, mas.

"Gue di depan"



Haha.., Mas memang lucu...

Singkat cerita aku dan mas pergi keluar untuk merayakan ulang tahunnya. Banyak cerita, banyak mendengarkan, dan aku merasa nyaman bersama Mas. Sedikit kumengeluh dalam hati, mengapa nyaman ini ada... Ah, Mas...

Sepulang dari 'cari angin' aku dan Mas kembali ke rumah. Ternyata masih ada saja cerita yang kami perbincangkan.

Aku mengatakan pada Mas bahwa aku bisa membaca tulisan tangan seseorang. Mas menulis namanya di lembaran kertas. Terkejut juga sewaktu membaca tulisan tangan yang menyiratkan begitu tingginya emosi pada Mas. Akupun memintanya membuat tanda tangan, karena tanda tangan ebih bisa menyiratkan kepribadian seseorang.

"Ini tanda tangan gue. Gimana gue?"

Aku mengernyitkan kening...

"Ufh Mas, kamu begitu tegangnya. Emosi belum stabil, dan bla bla bla..." Aku menjabarkan tentang apa yang tersirat dalam tanda tangannya.

"Maksud lo?"

"Tenang, Mas. Tenang" kataku

Setelah itu meluncurlah cerita mengenai apa yang tejadi dalam hidup Mas.

Aku mengeluh dalam hati... "Ya GUSTI, rasa itu datang lagi..."

Betapa aku ingin merengkuhnya dalam pelukku, tapi itu tak mungkin.

Hingga akhirnya Mas berkata,"LO SAHABAT GUE!"

Mengeluh lagi dalam hati..."Aku tidak menginginkan sahabat... Ada banyak sahabat baik, dan mereka melukaiku. Aku tak ingin terluka untuk ke sekian kalinya oleh sahabat... Aku tak ingin menambah luka karena sahabat"

"Gue pengen nanti lo menikah. Gue jadi wali ya"

Menangis aku dalam hati... 

"Gue mencintai lo, tapi gue ga bisa menikahi lo. Gue beristri"

Tangis dalam hati makin membanjiri hati... 

"Aku ga mau menikah dengan siapapun" kataku

"Jangan tinggalin gue. Gue cinta lo. Tapi gue ga bisa menikahi lo. Jangan tinggalin gue"

Aku mengangguk, dan berjanji dalam hati...,"Ya, Mas, aku tak kan meninggalkanmu sampai kapanpun. Maaf Mas, ya, aku mencintaimu... Bagiku Mas bukan seorang sahabat, tapi seorang calon suami yang mungkin hanya akan menjadi seorang calon suami... Maaf Mas, aku mencintaimu lebih dari yang Mas kira..."

Tapi semua cuma ada dalam hati...


                                             ***

















Comments

  1. jiahahahahaha....
    masnya udah punya bini
    nasib dah
    ayo cemungudddh kaka
    dasar error

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha..!!
      cemunguudh sambil cemberuuut...
      hahaha!!!
      hihi...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

Han

"Maafkan aku." Aku diam terpaku melihatnya. Tak bisa berkata apapun. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajah.  "Maafkan aku, Err." Dia berkata lagi sambil mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Dan aku hanya diam tak sanggup bergerak apalagi menjawabnya. Bagaimana mungkin aku bisa bereaksi ketika tiba-tiba seseorang dari masa lalu muncul di depanku untuk meminta maaf.  Amat mengejutkan. Apalagi melihat penampilannya  yang berbeda dengan dia yang kukenal dulu. Berantakan, kotor. Rambutnya juga tak teratur. Lalu kulihat bibirnya bergerak tapi tak terdengar suaranya. Hanya saja aku tahu apa yang diucapkannya. Lagi-lagi permohonan maaf. Setelah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tak berkomunikasi sama sekali, detik ini aku melihatnya! Masih hapal dengan sosoknya, juga hapal suaranya. Han! Bukan seorang yang gagah, juga bukan sosok kuat. Tapi dia adalah orang yang kucintai. Han yang penyayang, penuh perhatian, dan sabar. Terkadang kami berbeda pendapat dan r...