Skip to main content

error,"Maaf Mas, aku mencintaimu..."#episode 3

bangun tidur kuterus mandi... 


Haha, tak seperti biasanya hal ini kulakukan. Biasanya di hari libur begini jadwal mandiku siang-siang. Tapi hari ini berbeda. Mas berjanji akan menjemputku untuk pergi ke rumah sahabatku .


Aku menunggu kedatangan Mas. Tunggu ditunggu Mas tak datang juga. Ponselku juga tak berbunyi menandakan ada sms atau panggilan dari Mas. Ufh, Mas pasti sibuk lagi...
                                             


                                            ***



Aku dan Ngka pergi ke tempat perbelanjaan dekat rumah. Lalu ponselku bernyanyi... Ah, Mas...


"Dimana ni?"


"Di sini...", jawabku seraya menyebutkan nama tempat perbelanjaan tersebut


"Ngapain lagi?"


"Ada yang harus dibeli"


"Sama siapa?"


"Sama Ngka"


"Gue baru aja berangkat. Tadi ada tamu di rumah"


"Ga apa-apa, Mas"


"Oke, tunggu ya. Gue harus kerja dulu sebentar"


"Oce deh, Mas. Aku tungguin kok"


Dan percakapanpun berakhir.


Aku masih melanjutkan berkeliling di tempat perbelanjaan dengan Ngka dan seperti biasa bercanda.


Ponsel bernyanyi lagi. Ah, Mas...


"Masih jalan?"


"Masih, Mas. Udah mau pulang nih"


"Gue da hampir nyampe"


"Bareng ya? Jadi barang belanjaan gampang bawanya"


"Oke, tunggu aja ya. Sebentar lagi gue nyampe kok"


Lalu aku dan Ngka bergegas keluar dari sana. Dan menunggu di depan tempat perbelanjaan.


"Ngka nanti pulang sama Om ya, ka. Mama aja yang naik motor", kataku pada Ngka


"Iyah. Jangan ngebut", jawab Ngka meniru gayaku


Aku nyengir geli mendengar ucapan Ngka. Tapi kulihat wajah serius Ngka, dan akupun mengangguk.


Tak lama kemudian muncul juga yang ditunggu. Ah, Mas...


Mas memberhentikan mobil persis di depan motor
, dan Ngka pun naik. Aku melaju dengan si jupi alias jupiter.


                                           ***


Di rumah aku bersiap-siap. kupakai sepatu sneakersku. Lalu Mas dan Ngka pun tiba.


"Muach sayang, mama pergi dulu ya...", kataku pada 3 anakku.


Mas pun pamit pada mama dan bapakku.


"Dah sayaaang...!", sambil melambaikan tangan aku dan Mas berangkat menuju rumah sahabatku.


"Enak badan lo? Semalem tidur jam berapa?"


"Hehe, enak kok, jam 2 an, Mas"


Mas melirik. Ah, Mas...


"Aku kan nulis, Mas"


"Iya, tapi jaga kondisi. Jangan tidur malem-malem"


Aku tertawa sambil memegang tangan Mas. Ah Mas, Mas baik banget...


"Lewat mana ya? Tol aja ya?"


"Ya terserah Mas"


"Tol mana keluarnya?"


"Hehe, ga tau, Mas"


Mas tertawa. Disentuhnya rambutku sekilas. Tapi sungguh, aku bahagia sekali. Ah, Mas...


Selama perjalanan aku dan Mas berbincang banyak, bercanda banyak. Sampai akhirnya ada kabar bahwa sahabatku sedang pergi ke luar kota bersama keluarga.


"Yaaaah...!", seruku


"Ga apa-apa"


"Terus gimana dong kalo gini?"


"kita pulang aja ya"


Aku terdiam. Saat ini aku hanya ingin menikmati waktu bersama Mas.


"Eh, ga boleh cemberut"


"Biarin"


Mas tertawa. Tawa Mas menyejukkan bagiku.


"Ya udah, kita ke laut aja ya. Lo suka laut, kan?"


Aku tersenyum. Mas memang tau yang kusuka dan yang tidak. Ah Mas...


Sekeluar tol Mas membelokkan mobil ke Pom Bensin.


"Mau ke toilet dulu"


"Ya", jawabku


Mas keluar dan berjalan menuju toilet.


Ponselku bernyanyi lagi. Hah?? Mas menelfonku?


"Ya, Mas"


"Mau minum apa? Ada jus jeruk di sini"


"Ya, boleh"


"Oke"


Pembicaraanpun berhenti sampai di situ. Lalu kulihat Mas berjalan ke arah mobil menenteng tas plastik. Ah Mas, begitu perhatiannya kamu...


"Itu ada roti. Dimakan ya. Lo belom makan pasti dari tadi"


"Ga suka roti..."


"Gue sengaja beli yang coklat supaya lo makan"


Ah, Mas... Ufh, GUSTI...


"Gue ga apal jalan nih"


"Haha, apalagi aku, Mas"


"Dari tadi gue cuma ikut petunjuk jalan aja"


Aku dan Mas tertawa bersama. Indah banget... Ya GUSTI, jangan dihentikan... Duh...


"Nyampe juga. Waduh penuh. liburan sih ya"


"Iya", jawabku sambil menunjuk padatnya kendaraan


Mencari-cari tempat parkir, akhirnya ada juga mobil yang akan keluar dari parkiran. Yup, gantian ah parkirnya...


Laut! Laut! Turun dari mobil rasanya aku ingin berlari ke pantai. Tapi tak kulakukan karena ada Mas, dan Mas menggandeng tanganku erat.


Di pinggir pantai aku langsung meniti bebatuan yang disusun rapi sebagai tanggul, lalu aku duduk di batu-batu tu. Mas mengikutiku, dan duduk di sebelahku. kucopot sepatu dan kaos kakiku, menikmati bertelanjang kaki. kumasukkan kaki ke air laut. Ada rasa sejuk di hati.


"kotor. Air lautnya kotor. Jangan masuk ke air tuh kaki lo"


"Ga apa-apa. Asyik!", jawabku


Aku sibuk dengan air laut, memandang jauh ke laut lepas. Aku sendiri tak tahu apa yang kupikirkan, aku hanya menikmati yang ada.


"Gue sayang lo"


"Ya"


"Maaf ya, gue ga bisa bahagiain lo. Gue cuma bisa begini. Maafin gue ya. Gue salah"


"Aku bahagia, Mas"


"Gue cuma bisa begini. Gue ga bisa bahagiain lo. Maafin gue"


"Aku bahagia, Mas. Salah kalau Mas katakan aku ga bahagia. Aku bahagia. Aku bahagia"


Mas diam tak menjawab.


"Mas, takaran orang itu berbeda-beda. Setiap orang gelasnya beda, Mas. Ada yang gelas besar, ada gelas sedang, ada yang gelas kecil. Sedangkan aku sloki, Mas. Jadi apa yang Mas beri untuk aku sekarang dah memenuhi ukuran yang aku punya. Aku sloki, Mas"


Lalu aku melanjutkan,"Mungkin untuk orang lain ini adalah satu kebodohan. Sikapku pada Mas sebuah kebodohan. Tapi menurutku, ini bukan kebodohan. Aku mencintai Mas, dan aku bersyukur bisa mencintai Mas. Aku cinta Mas"


Aku menahan airmata yang berlomba turun. Jangan menangis, jangan menangis, kataku pada diriku sendiri dalam hati.


"Maaf, gue masuk ke hidup lo, dan membuat lo dilema"


"Oh, ga Mas, ga ada yang perlu dimaafkan. Aku juga ga dilema. Dilema itu kalau ada dalam situasi sulit untuk ambil keputusan, Mas. Sedangkan aku sudah memutuskan. Aku ga dilema"


Mas mengelus punggungku. Ah Mas, banjir sudah hatiku...


"Aku adalah batu, Mas. Aku batu yang itu", kataku sambil menunjuk batu karang hitam yang hampir tenggelam.


Dan kulanjutkan,"Jika memang air pasang dan menenggelamkan, aku diam. Jika air surut dan aku bisa terllihat, aku juga diam. Aku batu. Dilempar kemanapun, tetap sebuah batu dan diam. Dibuang kemananpun, tetaplah batu dan diam. Aku adalah batu, disimpanpun tetap diam. Jika diludahipun, aku diam. Aku batu. Aku cuma diam. Dipecah menjadi batu kecil, aku diam. Dipecah menjadi pasir, aku diam. Aku batu, Mas"


"Ga! Lo ga boleh jadi batu! Gue orang pertama yang nentang lo jadi batu!! Gue ga bakal diem kalo ada yang nyakitin lo! Ga ada yang boleh nyakitin lo!"


Ah Mas...


"kalo lo jadi batu, gue mau kembali ke kehidupan gue dulu! Deal?"


"Ga, Mas. Ga. Ga boleh kayak dulu"


"Jangan jadi batu"


"Ya, aku ga jadi batu"


"Gue sayang lo. Gue cemen! Gue laki-laki cemen. Gue ga berani ambil keputusan"


"Haha, semua laki-laki cemen, Mas"


"Ini salah satunya, di samping lo. Maafin gue"


"Mas ga cemen. Aku hargai Mas"


"Gue cuma bisa begini. Gue punya komitmen. Gue ga bisa menikahi lo!"


"Ga apa-apa. Aku udah bahagia"


"Apa arti gue untuk lo?"


"Mas calon suamiku. Sampai kapanpun calon suamiku...", jawabku sambil berusaha menahan airmata. Ah Mas...


"Makasih. Jangan tinggalin gue. Tapi kalau lo ninggal gue, gue tetep sayang lo"


"Aku ga ninggal Mas. Aku sayang Mas. Tapi kalau pada akhirnya Mas ninggal aku, ya aku diem aja sih. Ga protes juga. Aku ga berhak apapun atas Mas..."


"Gue sedih"


"Ga boleh sedih. Mas ga boleh sedih deket aku"


Mas tersenyum padaku. Ah Mas, aku benar-benar menahan airmata... Mas! Ya GUSTI...


Mas memeluk bahuku. Nyaman merasuk hati


"Makan yuk. Lo belom makan"


"Ya, yuk"


"Pulang?"


"Ya"


Sepanjang perjalanan pulang aku hanya ingin merasakan waktu ini tak kan pernah berakhir...


"Maaf Mas, aku tak pernah bisa tak mencintaimu... Maafkan aku, Mas...". dan seperti biasa itu kuucap dalam hati...
                                     



                                           ****************


error















































Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba...

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora...

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena S...