Skip to main content

error dan cerita sahabat semalam

Sms masuk ke ponsel. Dari seorang sahabat yang rumahnya dekat dengan rumah gue. 

"Dimana lo?", bunyi sms.


Gue jawab,"Di rumah, ngapah?"


"keluar yuk. Beli bensin, terus cari makan. Ntar gue jemput"


"Gue mandi dulu"


"GPL! Gue dah suntuk di rumah"


Hmm, persahabatan dengan sahabat yang satu ini sudah berjalan bertahun-tahun. Sejak anak kami yang sekarang sudah kelas 2 SMP masih duduk di bangku Tk A. Jadi berapa tahun ya? Hitung sendiri deh... Haha!

Gue mandi terburu-buru, karena biasanya sahabat gue ini paling males nunggu kelamaan. Seudah mandi, sms nya muncul lagi.


"Deh belom mandinye? Lama bener"


"Udeh, jemput dah"


Terburu-buru gue ganti baju dan sedikit dandan. Cuwit-cuwit banget ya gue, pake dandan segala. Tapi ya begitulah, gue kan ceweeee...


Tunggu ditunggu, menunggu... Gue tunggu di teras. Tepak!! Tepok!! Grrrh, nyamuk cari perkara nih! Nyamuk banyak banget di teras. Gatal digigit nyamuk mulai terasa, tapi sahabat gue belum juga datang. Sepuluh menit berlalu, 15 menit ga terasa jadi santapan teror nyamuk. Gue sms sahabat gue,"Gue dah bulukan nunggu lo". Lama ga ada jawaban, dan akhirnya jawaban muncul juga,"Sabar yeh, ada perlu nih". hedeh, abis dah gue digigitin nyamuk. Eh padahal nyamuk sebenarnya bukan menggigit, loh, tapi menusuk. Ah biar deh, mau dengan istilah apapun, hasil akhirnya sama aja kok, gatal! Gatal, dan sahabat gue belom datang juga. Lokasi menunggu pindah ke dalam rumah. Baru juga duduk, sms muncul. "Otw". Gue diam saja tak menjawab. Pulsa gue dah sekarat.


Ga nyampe 5 menit, sahabat gue datang mengendarai motor, mengklakson 2 kali seperti biasa. Aih ni orang, gue dah nunggu lama, sevarang gue diklaksonin yang jelas banget dia ga sabar nunggu. Gue keluar rumah.


"Iyeh, sabar ngapah...", kata gue


"Cepetan. Suami gue di rumah. Gue bilang ga lama-lama, mau isi bensin. Tadi gue disuruhnya pergi ma anak gue. Gue ga mau. Gila aja, gue dah cape di rumah urus anak dan rumah, masih aja harus pergi beli bensin ama anak juga! Gue ga mau. Gue bilang, gue mau perginya ma lo, Nit", serbu kalimat sahabat gue.


Sahabat gue ini seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak. Dia seorang ibu dan istri yang baik. Di rumahnya juga tinggal papanya yang sudah tua. Semua sahabat gue yang urus. Acungan jempol untuk lo, sahabat!


Banyak yang diceritakan oleh sahabat gue ini. Yang semuanya tentang kesibukan mengurus rumah, mengantar jemput anak sekolah, dan bla bla bla bla. Tapi intinya adalah jenuh selama seminggu penuh ada di rumah dengan rutinitas kewajiban tugas. Hmm, memang sih jenuh, suntuk rasanya kalau setiap detik bergerak karena menjalankan tugas kewajiban. Berbeda tentunya kalau bergerak karena hobi. Waktu itu gue berpikir, duh kasihan sahabat gue, terperangkap oleh aktivitasnya sendiri. Gue mau nyeletuk untuk mengerjakan hobi yang dimiliki oleh sahabat gue. Tapi gue teringat sahabat gue ga punya hobi. Dia cuma butuh refreshing veluar rumah, lepas dari suasana yang ada. Mungkin ini yang bisa menyebabkan 'perang' di rumah. Jenuh.


Gue putuskan ga berkomentar apapun, cuma menjadi pendengar yang baik sambil meahap mie ayam baso yang tadi dipesan.


Oke, sahabat, gue akan selalu ada untuk lo. Saat lo bingung, jenuh, marah, sedih, hubungi gue. Seperti biasa, gue akan ada di sisi lo. kita sama-sama isi hidup dalam persahabatan dengan baik. Saling mengisi dengan rasa saling mengerti. Airmata yang tumpah ganti dengan senyum yang kita ciptakan. Gue ada di sini untuk lo, sama seperti hari-hari yang lalu, tapi gue rasa gue bisa lebih mengerti tentang lo mulai di detik ini.


Salam Senyum,

error


Comments

  1. hehehe...kesannya gimana gituu ya bacanya
    ceria banget yang nulis ya..btw asik niy

    ReplyDelete
  2. Sahabat yang baik tak hanya memberi gula, manis tapi bisa menimbulkan diabetes. Sesekali sebaiknya memberi pil kina. pahit tapi menyehatkan.

    Tsun Zu berkata:" Semua pujian akan saya letakkan di keranjang sampah tetapi kritikan yang membangun saya letakkan ddi bejana emas"

    Teman tak harus selalu memuji, memberikan kritik yang baik juga perlu

    Apik tulisannya
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. siip, mas pak dhe...
      aku suka sama komennya
      apiiik tenaaan. masukan yang bagus

      salam senyum dari error di bekasi :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI