Skip to main content

error,"Siapa lelaki berkaos hijau tentara yang resah dan rambut siapa yang terurai panjang sampai ke tanah?"

Sebenarnya ini terjadi di bulan Mei lalu saat aku mendampingi dan menjaga Bapak di rumah sakit. Aku mendampingi dan menjaga sendirian tanpa teman. Riwa riwi ke sana ke sini sudah menjadi tugasku selama itu. Tak pandang pagi, siang, sore ataupun malam, jika perawat memberi resep, itu berarti aku harus berangkat ke apotek.


Waktu itu malam hari. Perawat ICU memberikan resep untuk kutebus di apotek. Dari ICU menuju apotek lumayan jauh. ICU berada di lantai 2, dan berbeda lokasi gedung dengan apotek. Untuk turun ve lantai 1 aku memilih lift, dibanding harus menuruni lewat tangga. Suasana sepi dan dingin. Hujan mulai rintik-rintik. Menuju lift terasa sepi senyap, tapi aku tetap langkahkan kaki dengan tenang. Di depan lift tua aku sendirian menunggu pintu lift terbuka. Tiba-tiba mataku menangkap bayang seorang lelaki berbadan tegap yang kelihatan sedang menunggu. Entah sedang menunggu apa, atau entah sedang menunggu siapa. Dia bersandar di pinggir tangga. Terlihat resah. Berkaos hijau seperti hijau tentara. Aku menatapnya sejenak, lalu tersadar saat lelaki itu menghilang seketika, berbarengan dengan pintu lift yang terbuka. Ufh...


Di dalam lift aku mulai sedikit resah. kusandarkan punggungku ke dinding lift yang dingin. Lantai 1, dan pintu lift terbuka. Aku bergegas keluar dari lift dan berjalan cepat menuju apotek. Ingatan tentang lelaki di dekat lift tadi mulai hilang. Hands free yang kupakai di telinga menyuarakan lagu-lagu yang akrab di telingaku. Lalu kurasakan lapar menggodaku untuk mampir makan di kantin yang masih buka. Setelah memesan makanan, kugeletakkan kepalaku di atas meja. Aaah, lelah dan kantuk mulai memberati mata. Aku memandang ke luar. Lalu aku tersentak. Ada rambut panjang menjuntai dari atas pohon. Oops!! kuarahkan pandang ke atas pohon. Sesosok putih yang memunggungi duduk di cabang pohon, dan rambutnya terurai sampai ke tanah! Ya GUSTI!! Lalu sosok itupun hilang. Hanya gelap yang ada. Bulu kuduk meremang. Aku berusaha menenangkan hati yang berdegup cepat. Setelah selesai makan aku langsung meninggalkan kantin. Tentu saja sesudah membayar. Aku tidak lupa kok. Hehe...


Langkahku menjadi cepat dan semakin cepat. Lift! Hmm.., degup jantung bertambah keras dan cepat. Lift terbuka, dan aku masuk, menuju lantai 2, dengan debaran jantung yang uuufh, haduh! Lantai 2... keluar dari lift aku menambah kecepatan langkah menuju ruang ICU untuk memberikan obat yang tadi diresepkan untuk Bapak. Setellah itu aku kembali ke luar bagian ICU, tiduran di kursi yang jadi tempat tidurku selama menjaga Bapak di ICU. Doaku untuk Bapak tak pernah putus untuk kesembuhan dan pulihnya Bapak, tapi juga ditambah untuk mereka yang kutemui tadi, teman-teman ghaib yang mungkin juga sedang resah, semoga tenang di alamnya.., amin.



Salam Senyum,
error
  

Comments

  1. Waduh serem ya mbak.. aku pernah praktek di RS tapi syukurnya belum pernah ngalamin kejadian seperti ini... rejeki...rejeki..:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Serem banget, mbaK. Beruntung mbaK ga ngalamin Kejadian gini. AKu ngalamin beberapa Kali di rumah saKit, mbaK

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

...Filosofi Tembok dari Seorang di Sisi Hidup...

Sisi Hidup pernah berbincang dalam tulisan dengan gw. Berbicara tentang tembok. Gw begitu terpana dengan filosofi temboknya. Begitu baiknya tembok. 'Tembok tetap diam saat orang bersandar padanya. Dia pasrah akan takdirnya. Apapun yang dilakukan orang atau siapapun, tembok hanya diam. Tak bergerak, tak menolak. Cuma diam. Tembok ada untuk bersandar. Gw mau jadi tembok' Itu yang diucapnya Gw ga habis pikir tentang fiosofi tembok yang bener-bener bisa pasrah diam saat orang berbuat apapun padanya. karena gw adalah orang yg bergerak terus. Tapi sungguh, takjub gw akan pemikiran tembok yang bener-bener berbeda ama pemikiran gw yang selalu bergerak. Tembok yang diam saat siapapun berbuat apapun padanya bener-bener menggelitik gw. Gw sempet protes, karena menurut gw, masa cuma untuk bersandar ajah?? Masa ga berbuat apa-apa?? Dan jawabannya mengejutkan gw... 'Gw memang ga pengen apa-apa lagi. Gw cuma mau diam' Gw terpana, takjub... Gw tau siapa yang bicara tentang tembok. Ora

Prediksi Jitu, Nomor Jitu, Akibatnya juga Jitu

Sebenarnya ini sebuah cerita dari pengalaman seorang teman beberapa tahun yang lalu. Judi, ya mengenai judi. Temanku itu bukan seorang kaya harta, tapi juga bukan seorang yang berkekurangan menurutku, karena tetap saja masih ada orang yang jauh lebih berkekurangan dibanding dia. Empat orang anaknya bersekolah di sekolah swasta yang lumayan bergengsi di kota kami dulu. Tapi temanku itu tetap saja merasa 'miskin'. Selalu mengeluh,"Aku ga punya uang, penghasilan papanya anak-anak cuma berapa. Ga cukup untuk ini dan itu." Hampir setiap hari aku mendengar keluhannya, dan aku cuma tersenyum mendengarnya. Pernah aku menjawab,"Banyak yang jauh berkekurangan dibanding kamu". Dan itu mengundang airmatanya turun. Perumahan tempat kami tinggal memang terkenal 'langganan banjir', jadi pemilik rumah di sana berlomba-lomba menaikkan rumah posisi rumah lebih tinggi dari jalan, dan temanku berkeinginan meninggikan posisi rumahnya yang juga termasuk 'langganan ba

error bercerita tentang "SIM dan Aku"

Oktober 2007 pertama kali aku mengurus pembuatan SIM. Sebelumnya pergi kemanapun tanpa SIM. Almarhum suami tanpa alasan apapun tidak memberi ijin membuat SIM untukku, tapi dia selalu menyuruhku pergi ke sana dan ke sini lewat jalur jalan raya yang jelas-jellas harus memiliki SIM. Sesudah suami meninggal, aku langsung mengurus pembuatan SIM lewat calo. Cukup dengan foto copy kTP dan uang yang disepakati. Tidak ada test ini dan itu. Hanya foto saja yang tidak bisa diwakikan. Ya iyalah, masa foto SIM-ku itu foto wajah bapak berkumis! Hanya sebentar prosesnya, dan tralalalala, SIM sudah di tangan. Kemanapun pergi aku selalu membawa SIM di dompet, tapi tidak pernah tahu sampai  kapan masa berlakunya. Bulan April 2013 kemarin aku baru tahu ternyata masa berlakunya sudah habis. SIM-ku kadaluwarsa! Haduh, kalau SIM ini makanan, pasti sudah berbau, dan aku keracunan! Untung sekali SIM bukan makanan.   Lalu aku putus kan  membuat SIM baru, b ukan perpanjangan,  karena SIM yang lama itu SI